"Luna... Aku ingin kau menjaga ibumu dan kakak berambut pirang." Reyhan kemudian menatap ke arah Martha yang saat ini menatapnya dengan tatapan kosong.

"Berjanjilah padaku, kau akan menyelamatkannya." Reyhan hanya terdiam mendengar hal itu namun ia segera mengangguk.

Ia kemudian menatap ibu Rendy sekali lagi, yang seakan mengerti akan pandangan itu, segera masuk ke dalam gudang dan keluar membawa sebuah kotak hitam besar.

Reyhan kemudian membuka kotak itu, menampakkan sepasang pedang, pistol, sniper dan beberapa senjata militer lainnya, lengkap dengan amunisi. Senjata-senjata itu adalah senjata milik pamannya dulu, yang ia koleksi dan simpan untuk keadaan darurat seperti ini.

Pandangannya segera terhenti, pada sebuah foto yang terpampang di bagian dalam penutup kotak itu.

Tiga orang anak terlihat begitu bahagia sambil memamerkan ikan besar yang berada di dekapan ketiganya.

Dua diantara mereka adalah laki-laki, sementara yang satunya adalah perempuan yang terlihat berdiri di tengah-tengah keduanya, tersenyum dengan bahagia.

Menarik nafas dalam-dalam, kilas balik tentang kejadian sembilan tahun yang lalu mulai menguasai pikiran Reyhan. Seorang gadis yang terbaring kaku dengan genangan darah di bawahnya, benar-benar membuatnya lagi-lagi mengepalkan tangannya keras.

Reyhan kemudian bersiap dengan senjatanya. Dan kemudian menatap ke arah foto itu.

"Kali ini, aku tidak akan gagal Yumi."

***

"Hah ..., Apa kau tahu mengapa bos menyuruh kita melakukan hal ini?" Seorang pria bertopeng hanya bisa menghela nafas, mengeluh dengan perintah yang diterimanya.

Ia adalah seorang pembunuh bayaran yang telah membunuh lebih dari puluhan nyawa dan hari ini, ia hanya disewa untuk menjaga sebuah rumah sakit?

Mendengar hal itu, pria bertopeng lain hanya menguap sambil mengangkat bahu.

"Well apa peduliku? Selama kita digaji apapun akan kulakukan." ucapnya, membuat pria sebelumnya hanya cemberut di balik topengnya.

"Tapi ini sangat membosankan! Salah satu alasanku menjadi pembunuh adalah untuk bersenang-senang, Aku lebih baik mati daripada hidup seperti ini." ucapnya sebelum tiba-tiba jatuh tersungkur.

"Hah... Ya,ya bekerjalah dengan serius jangan bercanda disaat seperti ini."Hal itu membuat kawannya hanya menghela nafas berat.

Namun, melihat tidak ada reaksi dari kawannya itu membuatnya mengerutkan alis. Sebelum ia sempat untuk melakukan sesuatu, ia juga terjatuh, menyusul kawannya ke alam baka.

"Dua mati, sisa 48..." Jauh di semak-semak, seorang pria berambut hitam menatap gedung di hadapannya dengan dingin.

Ia kini menggunakan Scope night vision dari sniper yang di pakainya untuk mengurangi jumlah pasukan yang ada di tempat itu sebanyak mungkin, sebelum dengan pistol peredam dan dua buah katana di punggungnya, ia diam-diam bergerak menuju gedung.

"Sisa 39..." gumamnya pelan ketika berhasil membunuh beberapa lagi sambil memperhatikan sekitarnya dengan kewaspadaan penuh.

Cting!

Tiba-tiba sebuah peluru melesat ke arahnya dengan kecepatan tinggi, membuatnya segera menarik dan menebaskan pedangnya, membelah peluruh itu menjadi dua.

"Sangat lihai dalam menggunakan sniper dan pistol, ditambah refleks, persepsi, dan kemampuan berpedang yang mengerikan siapa sebenarnya dia?" Seorang wanita terlihat mengerutkan alis ketika melihat kemampuan bertempur milik Reyhan.

Ia kini berada di atas gedung yang cukup tinggi, mengawasi gerak-gerik pria itu dari tadi  dan telah melihat bagaimana cara ia melakukan pembunuhan dengan cepat.

"Dia jelas bukan pria biasa, apakah dia juga seorang pembunuh? Tidak, jika dia seorang pembunuh namanya pasti sudah begitu terkenal, dan aku sudah mengetahui setiap nama dari pembunuh terkenal."

Menurutnya, hal yang dilakukan oleh pria berambut hitam itu belum tentu dapat dilakukan oleh para pembunuh profesional sekalipun, membuatnya begitu penasaran dan waspada dengan pria itu.

Ia kemudian berpindah tempat, guna menghindari Reyhan melacak keberadaannya. Jika sebelumnya ia hanya akan langsung menembak musuhnya ketika tembakan pertamanya meleset, namun kali ini ia harus ekstra hati-hati.

Harus ia akui lawannya kali ini sungguh sangat berpengalaman dalam pembunuhan, salah sedikit saja nyawanya bisa lansung melayang.

Setelah menemukan posisi yang pas, ia kemudian mencoba untuk melacak keberadaan pria berambut hitam itu lagi, hanya untuk terkejut ketika melihatnya memandang ke arahnya  dengan pistol yang terarah padanya.

"Apa! bagaimana mung-"

Sebuah peluru melesat dengan cepat dan tepat menuju teleskop wanita itu,  menembus kepalanya dengan cepat.

Disaat-saat terakhirnya, ia memandang pria tersebut dengan wajah tak percaya, ia hanya memiliki satu kata yang cocok untuk menggambarkan pria itu.

"Monster ..."

Alteia Land:The Fallen Hero's Revenge [End]Where stories live. Discover now