Snore.

11 1 0
                                    

Selamat datang di diari milik Settsu Banri, dan sekarang sudah dini hari.

Sang pemeran utama masih berada di luar apartemennya, tepatnya ia masih nongkrong dengan teman-teman kampusnya di sebuah bar. Entah sedang ada keperluan kuliah, atau memang sekadar have fun. Ia sedang dalam fase ngambek, lantaran pagi kemarin ia baru saja bertengkar dengan teman sekamarnya, perihal sepele saja padahal; bubur lebih enak diaduk atau tidak diaduk.

Klasik memang, tapi ini yang membuat Banri tidak ingin pulang ke apartemennya sampai saat ini. Padahal partner-nya itu juga tidak sampai melayangkan tinju kepadanya, bahkan ia hanya menanggapi Banri dari bangku santainya, sambil melemparkan tatapan tajamnya.

Ah, atau justru tatapan tajam itu yang membuat Banri merasa tertantang, dan akhirnya mencoba untuk tidak berinteraksi dengannya. Sekarang sudah hari kedua, dan semua ini disebabkan oleh bubur yang bahkan tidak eksis di dalam ruangan mereka.

"Gue pamit dulu yak, dicariin Mama."

"Yah, kaga seru kalau enggak ada lu. Gue juga pulang deh."

Teman-temannya lama kelamaan semakin sedikit, wajar saja karena sekarang waktu akan menunjukkan pukul satu pagi. Si surai almond itu hanya tertunduk di kursi bartender memegang segelas cocktail-nya yang hampir habis, teman-temannya yang lain mengobrol sendiri, membahas hal lain yang tidak Banri ketahui.

Ini semakin tidak asik, lebih baik Banri pulang juga sekarang.

Ia beranjak, berjalan sedikit lunglai ke luar bar, menaiki motornya sembari sesekali mengusap kelopak matanya, kantuk sekaligus efek alkoholnya mulai menyerang. Setelahnya, ia melesat meninggalkan bar dengan motornya yang melaju kencang.

Dengan terpaan hawa dingin di pagi-pagi buta, Banri hanya terus memikirkan bagaimana menghadapi teman sekamarnya yang menjengkelkan itu, karena selama ia marahan, ia pun tidak pulang ke apartemen.

Lantas ke mana dia selama ini?

Meluntang-lantung, alias ia terus menginap di rumah temannya. Dan kini ia memutuskan untuk pulang, karena sempat mendengar temannya mengeluh di belakang punggungnya.

Sakit? Tidak. Karena nyatanya Banri memang merepotkan. Ternyata memang hanya teman sekamarnya yang betah terhadapnya, walau sejujurnya tidak.

Banri memarkirkan motornya di basement, tidak terasa sudah sampai di apartemennya setelah menempuh perjalanan dengan emosi yang meluap-luap. Setelah sampai di depan pintu kamarnya, ia tengah bergumam sendiri, merutuki dirinya kenapa malah kembali ke apartemen, daripada menumpang di rumah temannya yang lain.

Tapi bodo amat lah! Tinggal cuekin saja si bodoh satu itu.

"Groooooook...."

Ekspektasi-ekspektasi buruk Banri seolah menguap seluruhnya ke udara tatkala didapatinya sang biang kerok masih tidur. Tumben sekali tidak begadang untuk nugas seperti biasanya. Banri berjalan menuju meja miliknya, menaruh barang bawaannya selama kabur dari apartemen dan memilih untuk duduk sebentar di kursinya, memandang sang partner miris.

"Ck, dasar Hyodo. Gue tinggal dua hari aja lo udah stress."

Yang dipanggil Hyodo itu terlihat berbaring dengan tenang di kasur milik Banri. Ya, kasur miliknya, ditambah dengan pose yang tidak karuan bentuknya, lengkap dengan kebiasaan mengoroknya yang sangat membahana. Manik safir Banri melirik kasur Hyodo. Selimut yang berantakan, laptop yang masih menyala, dan beberapa kabel, yang tentu semua itu milik sang partner. Sangat cukup untuk membuat Banri pusing sendiri.

Tentu saja ia ogah untuk membereskan kekacauan milik Hyodo yang super mengesalkan itu. Apalagi membangunkan Hyodo untuk tidur di kasurnya sendiri, harga dirinya jatuh sejatuh-jatuhnya.

Don't Wake Him Up! [✔]Where stories live. Discover now