32 - bekerja di rumah druyan

Start from the beginning
                                    

Ghia menoleh pada Sirius, lagi. Sekarang mereka saling bertatap-tatapan, lebih tepatnya bertukar kode.

"Boleh kami ikut?" tanya Ghia pada Jay.

"Enggak boleh." Jay menolak keras. "Ini pekerjaanku. Kalau kalian ikut, nanti uang hasil jerih payahku harus dibagi tiga."

Ghia menghela napas pendek. "Kami enggak bakal ngambil uangmu, kok. Kami bekerja secara gratis. Tentang saja."

Jay masih tampak ragu. Dia memicingkan matanya, memindai Ghia dan Sirius seolah tengah mencari kebohongan di balik senyuman manis mereka.

"Janji?"

"Janji!" kata Ghia dan Sirius berbarengan.

"Yaudah."

Ghia bersorak tertahan. Dia melemparkan high five pada Sirius sebelum kembali melangkah mengikut Jay yang sudah melewati pagar rumah Druyan.

Rasanya Ghia seperti masuk ke dunia lain. Mata anak perempuan itu sampai berbinar-binar waktu melihat bangunan dua lantai yang menjulang tinggi. Memang sih, rumah Druyan tampak menakutkan dengan cat yang telah luntur dan tanaman sulur yang merambat di tembok batu batanya. Ada pohon yang sangat besar di samping rumah Druyan. Dahan-dahannya terdapat beberapa burung gagak yang terus bersuara waktu Ghia dan Sirius masuk. Ghia berjengit kaget waktu ada sesuatu yang bergerak di samping kakinya. Kura-kura! Ghia mundur selangkah, melihat kura-kura kecil itu yang hampir seluruh tubuhnya tertutupi oleh rumput-rumput gajah yang telah panjang.

Ghia mengambil kura-kura itu dan membawanya.

"Kita dapat bagian membersihkan taman," kata Jay. Dia menaruh embernya di atas rumput. "Kura-kura siapa itu?"

"Aku menemukannya di dekat pohon besar," jawab Ghia. "Aku bawa karena takut dia keinjak orang lain."

"Oh. Sini, biar aku taruh di halaman rumah Druyan."

Jay mengulurkan kedua tangannya. Baru saja Ghia mau memberikan kura-kura itu, suara pekikan terdengar dari arah kanan mereka.

"Moli!"

Ketiga anak itu refleks menoleh dan mendapati seorang wanita tua yang berjalan tergopoh-gopoh menuju mereka.

"Oh astaga, Moli." Dia mengambil kura-kura itu begitu saja dari tangan Ghia.

"Syukurlah dia tidak keluar," ucapnya.

Ghia mengernyit dan berbisik pada Sirius. "Siapa dia?" Namun, rupanya suara Ghia terlalu keras sampai wanita itu bisa mendengarnya.

"Oh, maafkan aku, Nak, karena mengambil Moli tanpa aba-aba dari tanganmu. Terima kasih karena kamu sudah menemukan Moli," ucapnya pada Ghia, lalu beralih pada Jay dan Sirius. "Apa kalian anak dari para pekerja itu?"

Jay menggeleng. "Tidak. Kami pekerja itu sendiri."

Wanita berambut pirang di depan mereka agaknya terkejut. "Apa? Tapi kami enggak mempekerjakan anak seumuran kalian. Bagaimana kalian bisa—"

"Nyonya Druyan, di mana aku bisa menaruh batu bata ini?"

Seorang pria ceking datang dengan gerobak berisi batu bata berwarna merah. Ghia melebarkan matanya lagi waktu mendengar bahwa pria itu baru saja menyebut Nyonya Druyan pada wanita di depannya. Jadi, wanita ini ... Nyonya Druyan?

Nyonya Druyan tampak marah pada pria di sampingnya. "Kau mempekerjakan anak di bawah umur?"

"Apa?" Pria itu tampak bingung.

"Mereka." Nyonya Druyan menunjuk Jay, Ghia, dan Sirius yang kini tengah memasang tampang polos. "Mereka masih anak kecil dan kalian menyuruh mereka untuk bekerja?"

Pria itu menatap Ghia, lalu Sirius, lalu Jay. "Tapi Jay sendiri yang ingin bekerja, Nyonya. Dua anak yang lain, aku tidak tau mereka siapa."

"Kenapa kamu membiarkan Jay ikut bekerja?"

"Dia yang ingin bekerja. Dia butuh uang. Jadi aku membiarkannya," katanya.

Ghia merasa menjadi anak bayi yang baru saja selamat dari penculikan dan Nyonya Druyan tengah memarahi sang penculik.

"Kamu melakukan kesalahan dengan membiarkan anak-anak yang seharusnya bermain dan belajar malah ikut bekerja. Mereka belum saatnya memusingkan tentang uang, August."

Jadi namanya August. Sekarang August tengah menunduk lesu sembari meminta maaf.

Ghia menegakkan tubuhnya waktu tatapan Nyonya Druyan beralih padanya, Jay, dan Sirius.

"Kalian enggak akan bekerja—"

"Tapi aku mau bekerja," kata Jay, kukuh. "Aku benar-benar membutuhkan uang itu."

Nonya Druyan bungkam.

"Sekarang, laut tidak bisa memberikanku cukup uang lagi, Nyonya. Inilah kesempatanku untuk mendapatkan uang."

"Kalau begitu aku akan memberikannya." Nyonya Druyan hendak merogoh sakunya.

"Jangan. Aku enggak mau Nyonya memberikanku uang secara cuma-cuma," ujar Jay. Sekarang dia benar-benar memohon. "Aku mohon, Nyonya, biarkan aku bekerja. Hanya aku. Mereka berdua enggak perlu bekerja."

Ghia hendak protes, tapi Sirius sudah keburu mencengkeram tangannya.

Wanita di depan mereka tampak tengah berpikir. Jari telunjuknya mengusap-usap tempurung kura-kura di genggamannya, sementara Ghia, Sirius, Jay, ditambah August masih membisu.

"Baiklah. Kamu boleh bekerja." Jay menyengir. "Tapi bukan dengan batu bata, semen, atau apa pun itu. Kamu cukup memotong rumput saja dan membersihkan tamanku yang sudah gersang. Bisa?"

Jay mengangguk-angguk senang. "Aku bisa, Nyonya! Tentu saja aku bisa."

"Bagus." Nyonya Druyan tersenyum dan berniat ingin masuk ke dalam rumah. Tapi sebelum itu terjadi, Ghia buru-buru berbicara. "Tunggu, Nyonya!"

Nyonya Druyan berhenti.

"Nyonya, bolehkah aku dan Sirius membantu Jay?" Ghia menyenggol lengan Sirius dan tersenyum manis. Sirius ikut tersenyum lebar, terlampau lebar.

Nyonya Druyan memperhatikan Ghia dan Sirius secara berbarengan.

"Tentu. Kamu akan membantuku di dalam rumah," ucap Nyonya Druyan pada Ghia. Dia beralih pada Sirius. "Kamu boleh membantu Jay."

Mereka bersorak senang ketika Nyonya Druyan sudah masuk ke dalam rumahnya. Sebenarnya, Ghia saja sih yang terlalu kegirangan, sebab pekerjaannya akan berada di dalam rumah.

"Bisa kalian bayangkan?" Ghia memekik antusias. "Aku masuk ke rumah Druyan! Boleh jadi, aku satu-satunya orang di Pulau yang Terasingkan yang berhasil masuk ke rumah Druyan!"

Siriua ikut bahagia melihat Ghia melompat-lompat kegirangan.

"Aku benar-benar akan bertemu dengan Nyonya dan Tuan Druyan!"

˖ ࣪ ‹ 𖥔 ࣪ ˖

IstirahatWhere stories live. Discover now