8. Someone to Lean on

1K 124 11
                                    

Selamat menjalankan ibadah puasa bagi saudara-saudara muslimku. Semoga puasanya lancar sampai 29 hari ke depan. Maaf banget baru sempet update yaaaaaaa!! Harus dimaafin, soalnya lagi bulan ramadhan wkwkw. Semoga suka yaaa. Luv you all!! 😘

***

"Tumben siang bolong ke sini?" Tanya Shalom begitu Safira memasuki ruang kerjanya. Tidak salah Shalom bertanya demikian, setiap jam makan siang Safira biasanya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mengunjungi Rama. Maka, jika pada jam setengah dua siang asisten Shalom mengabari bahwa Safira berkunjung, bukankah mengherankan?

Sementara Safira menghiraukan pertanyaan itu dan memilih untuk duduk di sofa panjang. Ia meluruskan kakinya yang pegal setelah mengendarai mobil di tengah kemacetan kota Jakarta.

"Kenapa muka ditekuk gitu, sih?" Tanya Shalom lagi.

"Bete!" Jawab Safira singkat. Tidak hanya meluruskan kaki di atas sofa, kini ia mulai merebahkan diri.

"Iya, bete-nya kenapa, zheyenk?" Shalom duduk di single sofa tak jauh dari tempat Safira setelah menyelesaikan finishing rancangan gaunnya.

"Kemarin Ayah Hendra ulang tahun, gue janjian sama Mas Rama buat jalan sekalian cari kado."

"Wow, bagus dong. Kenapa bete?"

"He didn't come. Gue nunggu berjam-jam, bahkan Bara yang antar sampai rumah ayah sama ibu."

Shalom memutar bola mata. Dan terjadi lagi, pikirnya. "Harusnya lo nggak usah kaget, lah. Bukannya udah biasa."

"I was okay untill he came with her."

Tubuh Shalom menegak, "Hah! Mantannya maksud lo?"

Safira mengangguk, "Dan tadi pagi Ibu Rani bilang Rama ke Surabaya nganter mantannya balik. Cape banget nggak, sih, Sha, jadi gue."

"Stop it, then. Gue udah bilang berkali-kali, hubungan kalian tuh konyol. Drama."

Safira menatap tajam Shalom. "Gue beneran sayang sama Mas Rama."

"Sayang doang nggak cukup. Suatu hubungan tuh pondasinya komitmen, Ra. Kalau lo komit, dia enggak, sama aja bohong."

Safira terdiam. Dia berusaha untuk mengenyahkan kata-kata Shalom dari kepalanya. Namun satu sisi hatinya setuju dengan apa yang Shalom katakan.

"Gue mohon lo buka mata sama hati lo, Ra. He doesn't deserve you. Kalau gue jadi lo, gue bakal pilih Bara ke mana-mana."

Mata Safira menyipit menatap Shalom, "Kalau gue sama Bara, lo sama siapa, dong?"

Dengan kecepatan cahaya sebuah bantal sofa melayang ke arah Safira yang berhasil ditangkapnya dengan sempurna sembari menyemburkan tawa jahil. Safira sangat tahu jika sahabatnya itu merupakan fans Bara nomor satu sejak mereka berkenalan beberapa minggu lalu.

Shalom mendekat pada Safira yang kini tengah duduk bersila. Ia duduk di sebelah gadis itu dan merangkul pundaknya. Dengan sangat meyakinkan, ia berbisik tepat di telinga Safira. "Lo mau cara ampuh biar Rama makin lengket sama lo?"

"Emang bisa?" Tanya Safira polos. "Caranya?"

"Pake pelet, gue punya kenalan orang pinter, nih."

Bantal sofa yang dilemparkan Shalom tadi, sontak Safira gunakan untuk memukuli sahabatnya itu dengan brutal. "Gue udah dengerin serius-serius, malah dibecandain. Makan nih bantal! Sialan, lo!"

Sementara yang dipukuli hanya bisa tertawa puas sembari melindungi wajahnya dengan tangan. "I love you too, Rara! I love you too!!!" Ujarnya sambil terus tertawa terbahak-bahak.

PULANGUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum