Dina memiliki wajah ceria sedangkan Danial memiliki mata yang sedikit melebar. Bertanya-tanya apakah kakaknya benar-benar sudah pernah memasak di dapur itu sebelumnya.

Pergerakannya, menujukkan seolah-olah dia sudah tahu apa yang harus dilakukan. Tanpa membutuhkan sedikitpun bantuan dari pelayan dapur.

Valias di sisi lain menggunakan besi pipih yang dia temukan bersandar pada dinding untuk membenahi tumpukan kayu pembakar. Memiliki fokus dan antusiasme penuh pada hal yang dikerjakannya.

20 menit berlalu dan harum ayam panggang memenuhi dapur. Hidung Dina brekedut mengendus wangi yang membuncahkan rasa penasarannya. Dia mengepalkan kedua tangannya tidak sabar ketika melihat Valias mengenakan sarung tangan dan mengambil loyang ayam matang dari meja memasak. Membawanya ke hadapan Danial dan Dina yang duduk mengelilingi meja.

Senyum terpatri di wajah Valias. Kepuasan memenuhi dirinya. Sudah lama dia tidak memasak. Rasanya menenangkan ketika akhirnya dia kembali bisa melakukan hal yang memang sudah biasanya dia lakukan.

"Apakah aku boleh mencobanya??" Dina bertanya tidak sabar.

Alis Valias bergerak naik. Teralihkan dari nostalgianya memasak di dapur tempat tinggalnya oleh suara Dina.

"Hm. Boleh."

Valias baru saja hendak berbalik untuk mengambil pisau tapi Neal sudah lebih dulu muncul di sampingnya. Mengulurkan kedua tangannya memotong ayam di atas meja tanpa instruksi dari siapapun.

Dina langsung mengambil salah satu bagian ayam. Membawa mulutnya ke arah ayam di tangannya dan menggigitnya. Terkesiap merasakan sensasi panas di tangan dan bibirnya.

"Ah!" Dina kembali meletakkan potongan ayam yang tadi dia ambil di atas loyang. Mengibaskan tangannya kepanasan.

"Nona muda!" Lika berseru panik.

"Dina." Danial mengerutkan keningnya gusar.

"Tidak apa-apa." Perhatian semua orang teralihkan pada uluran tangan Valias pada tangan Dina. Membalut jemari Dina dengan kain basah.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya. Kedua pipi Dina memerah malu tapi dia segera menggelang.

"Tidak apa-apa. Terimakasih kakak."

"Apa yang kamu lakukan. Itu bukan etika makan yang benar. Kau bahkan tidak mencuci tangan," tegur Danial.

"Kau sebegitu penasarannya?" Valias terkekeh. Menepuk-nepuk pelan tangan Dina yang terbalut kain.

"Ya..." Dina menjawab malu-malu.

"Kita bisa mencobanya bersama." Valias tersenyum. Dirinya juga penasaran dengan hasil masakan pertamanya di dunia ini. Tepat setelah itu Neal sudah meletakkan tiga buah piring beserta garpu dan pisau di atas meja.

"Silahkan, tuan muda."

"Ya. Terimakasih. Kau duduklah." Valias menepuk bahu Dina. Memberitahunya untuk kembali duduk setelah berjengit bangun ketika dirinya pertama kepanasan.

"En." Dina menjawab pelan. Dengan wajah menekuk mendudukkan dirinya.

Setelah melihat Dina duduk dengan nyaman baru Valias mendudukkan dirinya. Dia mengulurkan kedua tangannya. Menggunakan garpu dan pisaunya untuk meletakkan potongan makanan di piring Dina dan Danial.

"? Kakak tidak perlu repot-repot." Danial mengerutkan keningnya samar.

Valias menaikkan kedua alisnya. Kebingungan sebelum terkekeh.

"Apa yang merepotkan dari mengambilkan makanan untuk adik?"

Valias merasa sedikit aneh mengatakan itu tapi dia tanpa sadar memiliki cukup rasa penasaran dalam bagaimana rasanya memiliki satu atau dua saudara. Dia anak tunggal dan terbiasa melakukan segala hal sendiri tanpa siapapun menemaninya.

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Where stories live. Discover now