11. Kelakuan Si Pangeran

Start from the beginning
                                    

"Apaan nih?"

Karena penasaran, akhirnya Batari mendekat dan- hei! Batari tahu apa ini. Ini adalah tulisan aksara sunda, tapi untuk lontar sebelahnya dia tidak tahu tulisan macam itu. Sepertinya semacam sansekerta. Mungkin.

Batari tersenyum lebar sembari menggosok kedua telapak tangannya. Baiklah, sekarang waktunya untuk menguji sejauh mana pengetahuannya dalam hal aksara sunda.

"Sam-pu-ra-sun. Wahahaha, bisa ternyata!" Pekik Batari pelan. "Mugia Rahayu Sagung Dumadi" Lanjutnya.

Ternyata kegiatan kebudayaan sunda yang dia ikuti tidak sia-sia. Buktinya, kini Batari mampu membaca tulisan itu hingga setengahnya. Sampai tak sadar sudah ada seseorang ditepi ranjang yang memperhatikannya.

"Ekhm!"

Batari sontak menoleh ketika mendengar suara dehaman. Tubuh dan kedua matanya menegang ketika orang itu berjalan menuju meja bundar lalu kembali memperhatikannya.

Tanpa basa-basi, Batari segera menundukkan kepalanya. Mana mungkin dia berani bertatapan langsung dengan pangeran mahkota kerajaan Galuh ini.

"Gusti Pangeran, hamba membawa pakaian dan air jahe. Nyi Laksani bilang, hamba akan menjadi pelayan Gusti Pangeran mulai hari ini"

Laki-laki itu tak menggubris ataupun menanggapi ucapan Batari. Dia sedikit melirik lontar dibalik tubuh gadis tersebut.

"Kau bisa membaca?" Tanyanya.

Dan entah kenapa, pertanyaan tersebut seakan menjadi kalimat penyambutan kalau dirinya diterima disini.

Dengan senyum lebar dibibir mungilnya, Batari mengangguk semangat. "Hehe. Sedikit, Gusti Pangeran"

Pamanah Rasa mengangguk singkat, lalu memakai jubah merah yang tersampir diatas kursi. Dia menatap Batari sekilas, sembari berujar.

"Temani aku mandi"

Bagai pohon nangka tersambar petir. Sesuatu dalam dada Batari berdentum sangat keras, bahkan menyisakan sengatan-sengatan aneh.

Selama hidupnya, baru kali ini Batari diajak mandi oleh lawan jenis. Yang membuatnya sebal adalah wajah laki-laki itu datar seperti meminta menemaninya ke pasar saja.

Wajah Batari kini sedikit pucat bercampur semu merah ketika sang majikan meminta untuk menemaninya mandi. Bagaimana tidak? Batari adalah betina dan majikannya itu jantan. Aih, sudah jangan diteruskan pemikiran itu. Tidak baik.

Dengan gelagapan, Batari berusaha mengelak. "Eh? T-tapi kan hamba perempuan dan Gusti Pangeran laki-laki. Tidak bol-"

"Bawa pakaianku" Potong Pamanah Rasa dengan nada dingin.

Menurutnya, Batari tipe perempuan yang terlalu banyak bicara. Dan dia tidak suka itu. Ketika pelayan-pelayan sebelumnya selalu mematuhi perintahnya tanpa selaan. Namun lihatlah gadis itu. Pembangkang.

Batari dengan beraninya menyela dan berusaha menolak apa yang Pamanah Rasa perintahkan. Apalagi dengan gaya rambutnya. Ketika pelayan lain menggelung rambutnya. Batari malah mengepangnya sedemikian rupa. Aneh.

"B-baik, Gusti Pangeran" Akhirnya mau tak mau, Batari harus tetap tunduk dan patuh. Ya, itulah pesan dari Nyi Laksani.

Ketika Pamanah Rasa berjalan dengan dibuntuti Batari dibelakangnya, tiba-tiba terdengar suara menggema. Membuat langkah mereka berdua terhenti.

"Rakaaa!!"

Saat menoleh ternyata itu adalah Rangga Pupuk. Pemuda itu berlari seraya membawa pakaian dan berhenti tepat dihadapan kakak beda ibu tersebut. Dan dia menyuguhkan senyum terbaik pada kakaknya ini.

Pamanah Rasa tersenyum tipis sembari menepuk pundak sang adik. Oh, lihatlah senyuman itu. Baru sekarang Batari melihat kedua sudut bibir itu terangkat ke atas. Biasanya hanya menampilkan garis datar saja.

"Ada apa Rayi sampai kemari?" Tanya Pamanah Rasa begitu bersahabat.

Sesaat sebelum menjawab, Rangga Pupuk melirik Batari yang hanya diam. Lalu kembali menatap sang kakak. "Aku boleh mandi ditempat Raka?"

Pamanah Rasa mengangkat sebelah alisnya. Tumben sekali adik tirinya ini ingin mandi bersama. Padahal dulu-dulu, berkunjung ke kediamannya saja bisa dihitung jari.

Baiklah, tak ada alasan dirinya untuk menolak permintaan Rangga Pupuk. Hingga akhirnya Pamanah Rasa mengangguk seraya tersenyum sebagai jawaban iya.

Akhirnya mereka bertiga menuju samping kediaman Pamanah Rasa. Tempat pemandian ini tampilannya sama seperti tempat pemandian dibibir hutan waktu itu. Iya, tempat pertama kali Batari terbangun dimasa ini.

Batari segera menaruh pakaian Pamanah Rasa diatas batu dan hendak keluar dari kubik tanpa atap tersebut. Namun langkahnya kembali terhenti, setelah mendengar sebuah intruksi.

"Tunggu disitu" Titahnya.

Siapa lagi kalau bukan sang majikan yang agung. Ih, Batari menggeram dalam hati. Ternyata sosok Prabu Siliwangi yang menjadi kebanggaan masyarakat dari masa ke masa ini, cukup menyebalkan bagi Batari.

Bagaimana tidak menyebalkan? Ketika kakak beradik itu melepas pakaian bagian atas mereka, Batari diperintah untuk tetap berdiam diri di tepian kolam pemandian itu.

Ya, meskipun dua laki-laki itu masih mengenakan celana gading tipis selutut. Tapi tetap saja ini kali pertamanya Batari menonton secara langsung lawan jenisnya sedang mandi. Gila.

"Tapi kan Gusti Pangeran mau mandi, jadi ham-"

"Kau menentangku?"

Batari langsung mengatupkan bibirnya rapat ketika Pamanah Rasa menyela. Nadanya memang tidak tinggi, bahkan terkesan datar. Tapi entah kenapa bulukuduknya langsung meremang seketika.

"T-tidak, Gusti Pangeran"

Gila bukan? Alhasil, kini Batari berdiri menyampingi kolam tersebut. Memalingkan wajahnya dari dua manusia yang tengah bercengkrama santai didalamnya.

Puluhan menit telah berlalu, dan entah sudah berapa lama Batari berdiam diri dengan posisi didekat dinding berhias batu alam. Dia berani sumpah ini sudah hampir satu jam. Ah, sial. Kini kedua kakinya terasa kesemutan.

Batari heran. Sampai kapan dua laki-laki itu akan berada didalam kolam? Berapa lama lagi dia harus menunggu dua pangeran terhormat itu untuk berendam? Memangnya kulit mereka tidak akan keriput apa dalam air begitu? Heran.

"Gila, mandi aja seabad!" Desis Batari, sambil menghentakkan kakinya pelan.

*****

Sampurasun untuk semua wargi Saniskalaaa!!!

Jangan sungkan ya kalau ada yang mau ghibah disini, hahahaha.

Hehh!!

*****

reginanurfa
-02012022-

SANISKALA [ON GOING] [REST]Where stories live. Discover now