Love Will Find Its Way

Start from the beginning
                                    

"Pedes tuh mata kalo lo nggak ngedip," seloroh Arvin.

Luna mencibir malas. Ia menegakkan tubuhnya dan mengisyaratkan Arvin untuk mempercepat mengeluarkan motornya.

Namun ternyata, tidak cukup Juna dan Diandra, ternyata Adrian dan Sasha juga baru akan pulang. Fakta bahwa mereka pulang bersama lebih dari sekali cukup menohoknya. Hatinya mencelos. Ada gejolak emosi yang sarat akan kekecewaan di kilatan-kilatan matanya.

"Yuk," ajak Arvin sambil mengedik pada jok belakang motornya.

"Udah jangan diliatin ter--"

"Pada akhirnya, Vin, lo akan dikecewain sama apa yang lo percayai. Nggak ada alasan lagi buat percaya."

Juna. Adrian. Papa.

*****


Batu itu memantul dari tepian kolam dan akhirnya tenggelam. Sekali lagi, ia melempar batu-batu di sekitarnya ke arah yang sama. Matanya menerawang jauh ke masa-masa SMP. Masa-masa yang baginya sudah begitu sulit, dan ternyata kesulitan itu semakin menjadi.

"Tadi Sasha ke sini, nitip oleh-oleh dari Mamanya," ujar seseorang yang kini duduk di sebelahnya.

"Katanya dia tinggal sama Tantenya sekarang--"

"Udah tau," potong Adrian cepat sambil melirik Audrey dengan jengah.

"Lo yakin cuma sahabatan sama Sasha?"

Adrian melempar batu-batu lagi hingga ikan-ikan hias tak lagi menampakkan diri di permukaan.

"Diem?"

"Apaan, sih?" Adrian mengernyit risih.

"Nggak segampang yang lo pikir, kan? Udahlah nyerah. Move on. Lo lebih cocok sama Sasha daripada Luna."

"Itu karena lo udah kenal deket sama Sasha--"

Audrey menatap tajam, membuat Adrian memelankan suaranya hingga berhenti.

"Oke, gue mundur. Buat kebaikan dia. Kalo ke depan dia nggak baik-baik aja," Adrian membuang napas berat, "jangan salahin gue kalo gue milih buat tetep sama dia."

*****


Lapangan basket outdoor masih tampak sepi. Pagi ini Juna memilih untuk berangkat awal dan menghabiskan paginya di lapangan basket. Sesekali bola oranye itu masuk ke ring, bersamaan dengan pikiran-pikiran yang ikut tercetuskan.

Laki-laki, yang bisa dipegang itu janjinya.

Bola itu memantul lagi.

Jangan memberi janji kalau tidak bisa dipegang.

Ia men-dribble bola memutari lapangan.

Laki-laki memang bukan kaum setia. Tapi, selama ini Diandra hanya mengenal satu laki-laki. Yang sangat setia.

Masuk!

Juna membiarkan bola itu menggelinding sementara ia duduk dengan tangan yang menjadi tumpuan.  Ia tahu laki-laki yang dimaksud adalah ayah cewek itu.

Percakapan dengan ayahnya sewaktu mengantarkan Diandra tempo hari kian terngiang. Ayahnya dengan senyum dan kebijakan yang luar biasa mampu menohoknya dengan kalimat yang diucapkan dengan tutur kata yang halus.

Juna terkekeh pelan. Masa bodoh dengan perasaannya. Ia sudah diberi tanggung jawab. Paling tidak, dengan begini, ia tidak akan menjadikan Diandra hanya sebagai pelarian saja. Itu, akan membuktikan pada Arvin nantinya.

Kalau kamu datang untuk pergi, pergilah ketika kalian telah lulus SMA nanti. Pada saat itu, Diandra sudah cukup dewasa untuk kehilangan, sekali lagi.


*****


"Kania, Sheila, sama Rian kok nggak keliatan?"

Luna memasukkan semua buku-bukunya ke dalam tas. Ia melirik Arvin yang bersandar pada kusen pintu kelasnya. Cowok itu masuk dan duduk di meja deretan pertama.

"AC kelas lo error, ya? Panas bener," ujar Arvin sambil menarik-narik kerah kemeja dan melonggarkan dasinya.

"Tau, tuh!"

Mereka menyusuri koridor kelas XI IPA dan menuruni anak tangga menuju koridor kelas XII. Sekolah sudah cukup sepi. Latihan basket dan cheers selesai lebih sore pada hari Sabtu.

"Minggu depan jangan lupa, jadwal seragamnya baru," ujar Arvin mengingatkan.

Namun, pandangan Luna sedang fokus pada Adrian yang sedang berjalan ke arahnya. Bukan, bukan ke arahnya. Tetapi berlawanan arah dengannya.

"Lun, baru pulang?"

Luna mengangguk singkat dan setengah menyeret lengan Arvin untuk pergi dari hadapan Adrian.

"Lo marahan sama Adrian?"

Luna tidak menjawab. Ia hanya terus berjalan hingga tanpa sadar ia telah menyeret Arvin sampai ke parkiran.

"Lo ngehindarin Adrian?"

Luna hanya menelan ludah sambil mengalihkan pandangan.

"Gue bukan cewek baik-baik, tapi gue bukan perusak hubungan orang," jawabnya.

Jawaban yang membuat Arvin terkekeh dengan alis terangkat.

"Sasha? Yaampun! Sasha sama Adrian itu udah kaya kakak adek dari SMP. Masa lo--"

"Kalo gue harus terlibat sama cinta segitiga, mending gue mundur duluan. Ngerepotin."

*****

Luna sama Arvin aja kali yaa. Yang dua ngecewain :'
Hope you like it!

The Ex [Completed]Where stories live. Discover now