7. Banyu Indraningrat

ابدأ من البداية
                                    

Anehnya saat nyawaku di ujung, Yaswanta meneriaki namaku dengan amarah, kekhawatiran bercampur penyesalan. Pertanyaan di kepalaku membumbung. Mengapa dia membunuhku kalau begitu?

Air mata telah berkubang di pelupuk mata, ini saatnya masuk ke adegan.

"Lepaskan aku, Bar..." rasa pedih menyeruak sampai wajahku memerah. Pandanganku beriak ketika bertatapan dengan mata gelap Barry yang selalu berhasil menghipnotis. Begini rasanya cinta tapi tak bisa menjakaunya?

"Jangan menghindar lagi, dengar penjelasanku Tisya sayang..." Barry mendekatkan wajahnya pelan dan penuh penghayatan. Matanya yang kelam membuat siapapun tenggelam karena caranya menatap.

Aku bertahan agar tak berpaling apalagi menarik kepala menjauh. Ku tutup mataku, ini adegan yang benar tapi sebenarnya adalah efek menahan jijik pada Samuel.

"Aku hanya mencintai kamu. Aku dan Candy telah berakhir, percayalah..." Ku rasakan nafas Barry makin dekat lagi, tangannya membelai pipiku dengan lembut, turun ke rahang hingga leher.

Dia memang gila! Dalam naskah asli, hanya membelai pipi. Kenapa tangannya sejauh itu. Maka saatnya membuka mata. Smirk yang terbit di bibir Samuel membuat rasa waspada, mataku pun membola.

Dari kamera, akan terlihat punggung lebar Samuel. Efek kamera juga menyebabkan adegan ini seperti dua orang yang tengah berciuman. Sedetik, dua detik, tiga detik, empat detik, ah lama sekali.

Lalu tanpa nyana tanpa duga, si brengseek itu mencuri ciuman di sudut bibirku. Sialan! Ingin sekali aku berteriak pada pria cabul ini, tapi...

"Cut, good job! Kalian sempurna. Break makan malam dulu ya, sebelum take adegan lagi." Suara sutradara mencegah emosiku meledak. Hari memang telah berganti menjadi malam.

"Brengsek!" Umpatku yang ku pastikan hanya di dengar Samuel. Lelaki itu berhenti melangkah, dia berbalik lalu menyeringai.

"Sebentar lagi kau akan memohon pada pria brengsek ini, sayang. Tunggu saja."

Mataku memandang nyalang, kekehan dari bibirku bukan karena ada yang lucu. Hanya merasa miris, pria dewasa berbadan besar seperti dia ternyata sungguh kekanakan. Tapi aku berlalu, enggan menanggapinya yang emosinya lebih mirip bocah belum khitan itu.

"Aku memutuskan agar kamu jangan membuat masalah dengannya, Nin. Berurusan dengannya memang membuat namamu naik di pencarian, tapi latar belakangnya bukan yang bisa kita lawan. Bahkan agensinya bukan tandingan kita. Biarkan saja dia mau apa, kalau kamu ingin selamat di industri ini." Mbak Dahlia memperingatkan dengan mimik sangat serius.

"Memangnya siapa di belakangnya?"

"Dia dari Gunadigital, dia sepupu Tamawijaya Wiguna, tentu saja Tamawijaya adalah orang di belakang Samuel, siapa lagi?"

Aku termangu beberapa detik, Tamawijaya? Ada apa dengan takdir, kenapa di kehidupan ini dia terus berputar di sekitarku? Kenapa juga Tamawijaya mengisyaratkan aku mengenalnya. Padahal berkali-kali menggali memori Ninda, tidak ada sama sekali nama Tamawijaya. Apakah ada yang Ninda sembunyikan dariku?

"Mbak, apa yang kamu sembunyikan dariku?"

"Aku? Kenapa jadi aku. Aku nyebunyiin apa sih, Nin?" Mbak Dahlia mengernyit heran pada peralihan topik pembicaraan ku.

"Siapa pemilik baru Multi Art?"

"Ah, kamu udah dengar ya?"

Aku diam, menunggu jawaban yang ku inginkan dari mulut manajerku itu.

"Itu adalah seseorang yang akan sanggup menyaingi ketenaran Boss Gunadigital. Pak Herman Mulyana menjual Multi Art pada pengusaha perhotelan, keluarga Indraningrat. Dengan kata lain Bos Dita dan semua orang di bawah Bos Dita kini ada di bawah Banyu Indraningrat. "

"Banyu Indraningrat?" Nyeri menyusup ke dalam jantung saat aku mengeja nama itu. Aku yakin rasa sakit ini bukan punyaku, karena dalam mataku sekarang, kemesraan dan pengkhianat Banyu Indraningrat pada pemilik tubuh asli berhasil membentangkan luka sedalam lautan.

Kini aku jadi paham mengapa kini Mbak Dahlia dan Bos Dita bersikap lunak. Bibirku tak bisa menahan tawa menyedihkan, ternyata penderitaan Ninda dimulai oleh pria ini.

"Makan malam datang, silahkan semua. Ini dari agensi Samuel dan Kristal. Bos Gunadigital memang sungguh perhatian. Ayo, ayo, makan, makan...!" Om Tio melambai-lambaikan tangannya pada semua orang, menyilahkan untuk menyantap makan malam.

"Dengan penawaran baru dari agensi kita, seharusnya kamu tidak tertarik dengan pendekatan Gunadigital." Mbak Dahlia yang duduk dengan tenang, meneliti mataku menyelidik.

Apa dia tahu, kalau Gunadigital telah memberiku penawaran juga?

"Aku mendengar langsung dari Bos Dita, kalau Bos baru kita ingin menaikkan levelmu. Jangan pura-pura lupa deh, Nin. Kamu pernah satu kampus dengan Bos Banyu kan?"

Inilah yang disebut netizen itu, pikirku pada rasa ingin tahu Mbah Dahlia.

Nyalakan bintang yess🙏

Tunangan Misterius Presdirحيث تعيش القصص. اكتشف الآن