5. Sebuah Kesepakatan

66 11 0
                                    


Happy reading

🌷🌷🌷

"Aku ingin kita terikat akad dengan perjanjian," tegas Aisyah.

"Gila kamu, Ai. Pernikahan bukanlah sebuah bisnis dan permainan." Alif tidak bisa menyembunyikan kekesalannya.

"Tapi Mas—"

"Kita berdua yang akan bilang sama Ayah dan Bunda." Alif menyorot tajam gadis di hadapannya yang tampak gelisah.

"Jangan ... Ayah pasti tidak akan mengijinkan Ai ke Jepang," lirih Aisyah. "Aku butuh pertolongan, Mas.  Aku janji tidak akan mengganggumu. Kita bebas melakukan apa pun di sana." Gadis berlesung pipi satu itu menatap sendu pria di hadapannya. ia kemudian berpaling dan menunduk, tangannya terulur ke bawah. Membiarkan arus sungai berjalan melewatinya. Matanya terasa panas. "Aku tahu Mas gak cinta Ai. Bahkan, Mas mungkin sudah punya kekasih."

Perkataan Aisyah menyentil rasa bersalah di dada Alif. Ingatannya melayang pada janji yang dibuatnya kepada Harumi. Namun perkataan Ayah Virdi tadi pagi seakan-akan mengunci semua langkahnya untuk bergerak. Dilema.

"Aaarghh."

Alif merasa lebih lapang. Memang benar, jika kita meluapkan emosi dengan berteriak di alam terbuka itu seakan mengangkat separuh beban di dada.

"Perjanjian macam apa yang kamu inginkan?"

Selarik senyum terbit dari bibir Aisyah. Ia pun menerangkan rencananya. Alif menyimak dengan kening berkerut.

"Satu tahun. Hanya satu tahun saja." pinta Aisyah. "Setelah itu aku yang akan bilang sama Ayah, tanpa merugikan nama baikmu." Gadis itu tersenyum lembut.

Tawaran Ai sangat menggiurkan. Alif merasa dengan itu Alif bisa memenuhi amanat Ayah Virdi tanpa kehilangan Harumi. Bukankah mereka sepakat untuk tidak mengganggu kehidupan pribadi masing-masing?

"Deal."

"Deal."

Dengan jari kelingking yang terangkat di udara Alif dan Aisyah mengikat janji, dan tawa mereka pun pecah bersamaan. Alif dan Ai tidak pernah tahu bahwa perjanjian itu awal mula drama yang membuat mereka terjebak rasa cinta segiempat.

"Oke, demi menjalankan misi kita harus saling mengenal kembali," ujar Aisyah dengan tersenyum.

"Kita mulai dengan nama panggilan. Ai akan panggil Mas, gimana?"

"Kakak," sergah Alif cepat.

"Nggak mau. Ai maunya manggil Mas Alif." Aisyah menjulurkan lidahnya dan  beranjak pergi meninggalkan Alif.

Sesaat Alif merasa dejavu. Kenangan masa silam kembali menghampiri. Alif segera menyusul Aisyah yang mendekati air terjun.

"Ai hati-hati." Alif segera mempercepat langkah begitu melihat gadis itu sedikit terhuyung dan hampir jatuh ke sungai.

"Ayo, Mas, sini!" seru Aisyah melambaikan tangan ke arah Alif. Ia sudah berdiri begitu dekat dengan air terjun dan tidak mempedulikan bajunya yang basah terkena air.

"Dasar gadis ceroboh," gerutu Alif. Pria itu segera menarik Ai dari bawah air terjun. Ia buru-buru melepas jaket yang dikenakannya, dan mengangsurkan kepada Ai.

Ai yang sempat menolak, dihadiahi delikan dari Alif. "Lihat tubuhmu!" Nada Alif sedikit meninggi, matanya memindai lekuk tubuh Ai dengan baju basah yang melekat.

Jaket berwarna hitam itu terlihat kebesaran di tubuh Aisyah yang mungil. Giginya mulai bergemeletuk. Hawa dingin mulai menjalari tubuh gadis itu.

"Ayo kita pulang." Dari balik kemudi Alif melirik Ai yang sedang memeluk dirinya sendiri guna meredam dingin. Alif langsung membelokkan mobil menuju toserba yang pertama kali dilihatnya. Pria itu masuk ke dalam toko, tidak sampai lima belas menit ia sudah duduk di belakang kemudi.

Alif kembali melajukan mobil dan berhenti di sebuah rumah makan terdekat. Ia mengangsurkan sebuah kantong plastik ke arah gadis itu. "Cepat ganti baju. Bibirmu sudah biru." Alif memberi kode dengan dagu agar gadis bertubuh mungil itu segera ke toilet.

Aisyah mengeluarkan  satu stel pakaian: celana cargo, tunik selutut dan pasmina senada dari kantong plastik berlogo nama toserba, berserta sepasang pakaian dalam. Ada yang menghangat di dada Ai mendapat perlakuan manis dari seorang pria.

Pandangan Ai mengedar ke seluruh restoran. Tampak Alif duduk di salah satu meja tak jauh dari tempatnya berdiri.  Aisyah mengayunkan langkah sembari mengamati restoran yang berbentuk joglo. Terdapat juga area coffee shop yang berbentuk industrial modern. Sungguh perpaduan arsitektur yang menarik. Sebagai sarjana Arsitektur, Aisyah sangat menyukai konsep arsitektur perpaduan tradisional-modern yang selaras dengan alam.

Aisyah menarik sebuah kursi dan langsung mendaratkan pantatnya. Ternyata Alif sudah memesan seporsi sop buntu untuknya.

"Minumlah ....agar tubuhmu hangat." Alif meletakkan wedang secang yang masih mengepul di hadapannya.

Perlahan cairan berwarna merah itu melewati tenggorokan dan memberikan sensasi hangat di tubuhnya. Aisyah juga menghabiskan satu mangkok sop buntut sampai tandas. Memenuhi tuntutan cacing-cacing di perutnya yang berdemo sejak tadi.

"Makasih, Mas," ucap Ai tulus. "Wisata alam dan kuliner memang teope begete." Gadis itu meringis sambil mengacungkan ibu jarinya.

"Apa itu?" tanya Alif dengan wajah serius.

"Top bangeeet! Haduh, ternyata Mas Alif kudet banget. Kelamaan di Jepang sih. Serius banget bawaannya." Gadis itu kembali terkekeh.

"Kamu—" Alif melebarkan matanya. Sedetik kemudian tawanya pun pecah. Rasanya lama sekali dia tidak tertawa seperti ini.l

"Jadi kalo boleh tahu, kenapa pilih Jepang dan kenapa Sendai?" Alif memberi kode kepada pelayan agar membersihkan meja dan memesan beberapa kudapan. Pria itu ingin berbincang banyak hal dengan adik angkatnya.

"Sejak lama Jepang terkenal akan arsitektur yang memadukan tradisional, alam dengan teknologi modern. Sama seperti impian Ai." Perkataan Ai terjeda oleh pelayan yang datang membawa beberapa kudapan. "Sebenarnya Tokyo University of Arts lebih bagus. Tapi Ai terlanjur jatuh cinta dengan Sendai, kotanya Asri dan banyak jejak sejarah di kota itu. Lagian, departemen Arsitektur di Universitas Tohoku juga gak kalah bagus. Mereka terkenal dengan riset dan penelitian." Binar mata Ai berpendar tiap kali bercerita tentang impiannya.

"Oiya, satu lagi. Ini masih rahasia. Ai ingin ikut membesarkan perusahaan Ayah dan mengaplikasikan semua ilmu Ai di HAFA. Ai ingin semua proyek yang dikerjakan mengusung tiga konsep itu." Tak lama Ai dan Alif terlibat dalam perbincangan yang seru. Tanpa sadar sudah hampir dua jam waktu berlalu dengan cepat.

Alif merasa takjub dengan gadis di hadapannya. Bayangan Ai yang dulu sangat manja dan pemalas hilang sudah. Ai telah bertransformasi menjadi sosok baru. Sosok yang dengan binar matanya saja seakan mampu menyedot logika berpikirnya.

Tiba-tiba dering ponsel Alif menarik kembali pria itu dalam arus kesadaran. Alif segera mengambil jarak dengan Ai dan menerima panggilan yang masuk.

"Mataatode. Aishitemashu¹."

Aisyah tersenyum manis dan menatap pria di hadapannya menutup pembicaraan. Ai mengetahui isi pembicaraan pria di hadapannya dengan kekasihnya.

"Sebaiknya jujur dengan pacar Mas tentang rencana pernikahan kita. Ai tidak mau ada salah paham," tutur Ai lembut tetapi menyiratkan ketegasan.

"Ehm ... Harumi ... sudah tahu." Sesaat Alif merasa gugup dengan tatapan Ai yang menyorot penuh arti.

***

¹Mataatode. Aishitemashu: sampai jumpa. Aku mencintaimu.

Yuk, komen, yuk 😍😍

Terikat Akad (Spin Off Injury Love -sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang