2

794 125 49
                                    

Haevanya Characella Putri atau yang lebih akrab disapa Caca, gadis cantik berkulit senada madu itu kembali melirik jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, hingga suara sang Ayah memanggilnya.

"Dek, ayo kita berangkat, nanti telat loh." Joni Soedrajat, sang Ayah kini menatapnya dari bibir pintu, sudah rapih dengan setelan kemeja batiknya.

Menghela napas adalah hal yang dilakukan Caca pertama kali, sebelum menatap Ayahnya memelas. "Kak Mark belum dateng, Yah. Gimana dong?"

"Udah ditelepon orangnya? Ini kita ga bisa dateng telat loh, Dek. Ga enak sama Tante kamu, nanti dia ngambek sama Ayah."

"Ga bisa dihubungin, Yah. Chat-nya juga ceklis satu. Tapi tunggu bentar lagi, ya. Sepuluh menit aja, siapa tau kak Mark lagi di jalan."

Sang Ayah terlihat melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya, kemudian mendesah kecil. "Yaudah, sepuluh menit, ya. Kalo belum dateng juga, suruh nyusul aja. Ga enak sama Yerina, nanti acaranya berantakan gara-gara Ayah belum dateng, Ayah 'kan yang ngewakilin almarhum om Bagus."

Caca mengangguk, "iya, Yah. Maaf ya, Yah." Sesalnya, tak enak hati pada sang Ayah.

Caca mendudukkan dirinya di sofa, menatap jam dinding yang menempel di sana. Tanpa sadar kesepuluh jemarinya saling meremas, biasnya penuh cemas.

'Si bule Kanada ke mana, sih? Bikin khawatir aja.'

Kembali mencoba menghubungi pacarnya, namun suara sang operator lah yang kembali menyambutnya, menghasilkan desah resahnya.

Tak terasa sepuluh menit telah berlalu, sang Ayah kembali menyambangi. "Ayo, Dek. Suruh Mark nya nyusul aja. Udah siang banget ini. Tante kamu udah nelepon Ayah terus, soalnya keluarga pacarnya Yerina udah di jalan, masa Ayah belom dateng?"

Dengan berat hati akhirnya Caca mengangguk, mengambil handbag-nya, kemudian menyusul sang Ayah untuk masuk ke dalam mobil setelah mengunci pintu rumahnya.

Sepanjang perjalanan pun selama acara berlangsung, ia tak hentinya gelisah, menatap berkali-kali ponselnya yang tampak sepi. Namun, saat makan siang bersama, ia memutuskan untuk menyambangi rumah sang pacar.

"Mau ke mana, Dek?" Ibunya ---Tania Sukmawati--- menahan lengannya.

"Bu, adek mau ke rumah kak Mark boleh ga?" Izinnya, namun sang Ibu malah mendelik galak.

"Ini kita masih ada acara, loh. Kalo mba Yeri mu nyariin kamu gimana? Ga enak, ah. Nanti aja sore, Dek."

"Tapi, Bu.. Kak Mark sama sekali ga bisa dihubungin, aku nelepon kak Lukas juga katanya ga tau di dimana, nelepon si Jevano ---sepupunya--- juga ga tau, Bu. Caca cemas banget."

"Bismillah, mudah-mudahan ga ada apa-apa sama pacarmu, soalnya ga enak banget loh kalo kamu tiba-tiba ngilang padahal acara belum selesai." Caca hanya bisa menghela berat sebelum akhirnya mengangguk pasrah.

"Iya, Bu." Jawabnya lesu.

Caca terduduk lesu di kursinya, menatap nanar fotonya dengan sang pacar yang disetelnya sebagai wallpaper di ponselnya. Mengusap pelan wajah Mark di layarnya, kemudian menghela berat.

"Kenapa kamu gini terus, By? Terus-terusan kamu ingkar janji, aku capek, aku capek maafin kamu terus, nanti kamu ngulang lagi kesalahan yang sama. Aku harus gimana, Mark?" Gumamnya nanar, kemudian menengadahkan kepalanya saat merasakan matanya mulai memanas, bersiap meluncurkan air kepedihan.

Satu jam berlalu tanpa ia sadari, hanya termenung memikirkan kisah cintanya dengan sang kekasih. Duduk menyendiri, berteman sepi di tengah hiruk-pikuk acara pertunangan sang kakak sepupu.

Know Me Too Well (MarkHyuck GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang