Part 1

966 50 2
                                        

Emily berada di balkon kamar, ia sedang membaca buku. Emily adalah anak yang cerdas hanya saja ia tidak pernah masuk ke sekolah umum. Emily hanya bisa di rumah dan tidak pernah keluar rumah selain keluar dari kamar dan juga pergi ke halaman rumah.

Emily memang memiliki keluarga kaya raya. Tetapi kekayaan tersebut tidak membuat Emily senang dan bahagia justru malah membuatnya merasa terkurung. Emily adalah anak perempuan dan juga cucu satu-satunya di keluarga.

Bukan berarti ketika Emily menjadi cucu dan anak perempuan satu-satunya hidup nya akan berjalan layaknya seorang Princess.

Menurut keluarga Emily, Emily adalah aib bukan karena ia lahir sebelum pernikahan atau apa, karena dia lahir sebagai seorang perempuan. Keluarganya tidak ingin memiliki keturunan perempuan.

"Nona Emily?" Emily mendengar namanya dipanggil ia masuk kedalam kamarnya.

"iya bi? Emily di sini." Emily tersnyum ke arah Bi sara.

"Nona dipanggil Tuan Abraham." Ketika mendengar nama Abraham disebut, Emily langsung mengubah raut wajahnya.

"kenapa Bi? Emily di panggil?" Emily bertanya.

"Saya tidak mengerti nona."

"Oh baiklah Bi terimakasih, aku akan segara turun." Emily menaruh bukunya di meja dan bergegas turun.

Jantung Emily berdegup kencang, ia ketakutan jika ayahnya memanggilnya untuk menemuinya.

"Iya, ayah ada apa?" Emily tertunduk.

"Ayah, ibu, nenek dan juga kakek telah sepakat akan mengeluarkan mu dari rumah ini secepatnya." Emily mendengar perkataan tersebut terlonjak kaget.

"Tapi ayah—"

"Jangan membantah." Emily tertunduk menahan agar air matanya tidak turun begitu saja.

"Baik ayah."

"Kau boleh kembali ke kamarmu sebentar lagi akan ada tamu jangan keluar dari kamarmu. Paham?!" Emily mengangguk.

Emily meneteskan air matanya. Ia tak kuasa menahan air matanya.

Kriek.....

Pintu terbuka, Emily mengusap air matanya. Ia melihat ke arah pintu dan itu adalah Kakaknya.

"Rasain." Dillon menjambak rambut Emily dengan keras.

"Sebentar lagi kamu akan keluar dari rumah ini dan di buang." Dillon tersenyum miring.

"Kak sakit....." lirih Emily memegangi rambutnya.

Dillon melepaskan jambakan tersebut dengan kasar sehingga membuat Emily terjatuh.

"Udah sana siap-siapin barang yang bakal kamu bawa nanti. Jadi di kamar ini sudah tidak ada barang mu." Dillon pergi meninggalkan Emily sendiri di kamar.

Segala keputusan yang telah dibuat oleh keluarganya mutlak tidak akan bisa diubah.

Emily terus menangis, ia berharap untuk bisa diterima di keluarganya. Hanya itu yang ia mau. Bahkan ia juga tak tau bagaimana dunia luar. Bagaimana kerasnya dunia luar.

"Mereka akan mengeluarkan ku kemana?"

"Mengapa mereka mengeluarkanku?" Emily menangis.

"Aku tak ingin pergi dari sini."


🖤

"Aku akan mengurus berkas-berkas untuk Emily. Agar dia bisa cepat keluar dari rumah ini." Abraham mengurus berkas-berkas milik Emily di ruangan kerjanya.

"Kemana kau akan membuang Emily?" Ucap Anderson yang merupakan ayah dari Abraham.

"Aku tidak tau.....yang jelas aku akan mengeluarkan dia dari rumah ini secepatnya yah."

"Aku tidak mau cepat keluarkan anakmu itu dari sini. Agar kita bisa bebas." Anderson meninggalkan Abraham dari ruang kerja.

Tok....tok...

"masuk!"

"Tuan rekan kerja anda sudah sampai."

"Sebentar lagi aku akan kesana." Abraham bersiap-siap untuk menyambut kedatangan tamunya itu.

"Selamat datang Tuan Smith !" Sambut Abraham kepada kerabatnya itu.

"Terimakasih Tuan Abraham." Mereka berjabat tangan.

"Mari kita mulai makan malamnya."

Mereka semua melakukan makan malam dan juga berbincang-bincang soal pernikahan dari Dillon dan juga Carissa. Tidak dengan Emily yang di kurung dalam kamar, dan tidak boleh keluar.

🖤











(Lanjut ga nih??)




Jangan lupa vote dan komen dlu.
Ramein jangan lupa babay!!

7/12/2021

• she's mine. •Where stories live. Discover now