0.08

41 2 0
                                    

Sebelum Robin bisa membawa Hyunjin keluar dari kediaman Shin, pria itu telah menyadari gerakkannya. Hanya dalam hitungan menit, puluhan pria berpakaian hitam tampak mengelilingi Robin yang saat ini tengah menggendong Hyunjin yang tak sadarkan diri.

Ekspresi Robin tetap datar saat ia menatap sekeliling.

"Siapa kau?" Shin yang muncul dari arah pintu kamar langsung memberikan pertanyaan. Pria itu juga menambahkan pertanyaan lain. "Apa kau temannya?"

Ekspresi Shin terlihat biasa tapi jelas terselip nada meremehkan saat pria itu membuka mulutnya.

Sejujurnya Shin paling tidak menyukai jika ada orang lain yang menyentuh barang-barang miliknya. Itu juga berlaku untuk Hyunjin. Saat melihat ada orang lain yang menyentuh Hyunjin itu membuatnya sangat marah.

Saat ini, Shin bisa saja menghancurkan Robin dan membuat tubuhnya hingga tak berbentuk lagi karena pria itu telah dengan berani-beraninya menyentuh Hyunjin-nya di depannya.

Di sisi lain, Robin sama sekali tak peduli pada Shin. Saat ini pikirannya sedang bekerja untuk mencari jalan bagaimana ia bisa keluar dengan membawa Hyunjin yang tak sadarkan diri.

Jika Robin berusaha melarikan diri sendiri itu jelas bukan hal yang mustahil karena kemampuan beladirinya masih cukup untuk mengalahkan mereka semua. Hanya saja saat ini Robin memiliki tanggung jawab lain bersamanya. Ia sudah berjanji pada Woori bahwa ia akan menjaga Hyunjin dan membawa pemuda itu kembali pada sang majikan. Ia jelas adalah orang yang selalu berusaha menepati janjinya jadi, tak mungkin ia akan meninggalkan Hyunjin dan melarikan diri seorang diri.

"Apa kau mengabaikanku?" Shin menatap tak percaya pada Robin yang jelas-jelas mengabaikan keberadaannya.

Melihat Robin yang masih diam dan tak merespon apa pun, Shin sedikit pasrah. "Baiklah. Terserah. Aku tidak tahu bagaimana caramu bisa memasuki kediaman ini tapi percayalah, tempat ini bukan sesuatu yang bisa kau datangi hanya karena ingin. Kau tidak bisa masuk dan keluar dengan sesuka hatimu." Sedikit jeda, Shin melihat Robin yang masih diam tapi setidaknya pandangan pria yang lebih muda itu sudah tertuju padanya. "Aku tahu kau bisa pergi dengan mudah jika seorang diri. Jadi, pergilah dan aku akan menganggap tak pernah melihatmu di kediaman ini."

Itu berarti Shin akan memaafkan kesalahan Robin yang telah menerobos masuk tempat tinggalnya.

Shin jelas bukan orang yang murah hati, ia hanya orang yang jauh lebih peduli pada hal-hal yang penting baginya daripada hal lain.

Sedari awal memasuki ruangan, tatapan pria itu tak pernah lepas dari sosok Hyunjin yang berada di gendongan Robin. Sebelumnya ia telah menyuntikkan obat penghambat pada pemuda itu.

Obat penghambat akan membuat Hyunjin kehilangan segala kemampuannya termasuk untuk membuka mata sekali pun dalam jangka waktu setengah jam. Dalam satu jam ke depan, Shin harus sudah menyuntikan kembali obat penawarnya atau jika tidak, efek obat penghambat akan membuat Hyunjin kesulitan selamanya.

Shin mungkin telah melakukan hal yang beresiko tapi itu adalah pilihan atas keinginannya. Ia ingin membuat Hyunjin melupakan semua memori di masa lalunya.

Semakin sering seseorang diberi obat penghambat maka kemampuan mengingat orang itu akan menurun. Shin hanya perlu memberi Hyunjin obat penghambat secara rutin kemudian memberikan obat penawarnya, jika itu dilakukan terus menerus lama kelamaan Hyunjin akan kehilangan semua memorinya dan Shin, ia percaya jika Hyunjin kehilangan semua memorinya maka pemuda itu akan kembali bergantung kepadanya seperti dulu.

Sungguh masa depan yang indah untuk dibayangkan. Shin tak sabar menunggu waktu Hyunjin-nya kembali. Alih-alih menjelma sebagai kucing liar, Shin lebih menyukai kucing rumahan yang manis dan penurut.

"Terima kasih." Robin bersiap untuk pergi, kaki kanannya terangkat dan terayun ke depan. Ia siap untuk meninggalkan tempat itu saat pria berpakaian hitam justru menghadangnya.

Ia menatap datar pria yang tampaknya hanya beberapa tahun lebih tua darinya itu. Postur tubuhnya tak buruk tapi wajahnya tak bisa dikatakan baik. Ada beberapa goresan bekas luka permanen diwajahnya.

Shin yang melihat Robin akan pergi dengan masih membawa Hyunjin digendongannya hanya bisa menahan gemeletuk kemarahan di giginya. "Apa kau sungguh tidak mengerti apa yang baru saja kukatakan atau hanya berpura-pura tak mengerti?" Ia berucap sarkas. Walau pun ia merupakan seorang pria paruh baya tapi karena memiliki banyak harta dan kekuatan membuat aura mendominasinya tak main-main saat sepasang matanya yang menyerupai singa lapar menatap tajam punggung lebar Robin yang membelakanginya.

Robin jelas tak memiliki niat untuk berbalik dan dia juga tak berniat untuk meladeni ucapan Shin. Ia hanya berkata, "Sekarang."

Sebuah perintah yang tersalurkan lewat alat komunikasi yang terpasang di pin jasnya.

Beruntung Robin selalu memilikinya.

Beberapa menit kemudian, tempat itu bertambah ramai. Ada ratusan orang yang mengelilingi Diamond Villa, beberapa di antaranya mulai bergabung di kerumunan yang awalnya disebabkan oleh Shin.

Suasana tegang itu bertambah tegang.

Salah satu pria di antara mereka mendekati Robin. "Nona mengatakan jika perlu, tempat ini bisa kita hancurkan." Lapornya.

Robin hanya mengangguk.

"Sungguh keterlaluan." Shin yang diam setelah orang-orangnya terkepung secara tak terduga kembali membuka suaranya. Ia sungguh tak pernah berpikir jika akan ada saat di mana ia terkepung oleh orang lain di kediamannya sendiri.

Sangat lucu.

Sayangnya, ia tak menyukainya.

Tbc

DIAMONDWhere stories live. Discover now