"I miss you too, My Wife."

Lalu dua bibir itu bertemu, saling melumat sampai Jecelyn tidak sadar bahwa Jeffrian membawanya ke tempat tidur. Mengajaknya melakukan hal yang sangat menyenangkan.

Jecelyn terlelap karena lelah, Jeffrian mengelus surai halus istrinya dan mengecupinya beberapa kali. Tubuh dan pikirannya lelah, tapi Jeffrian masih tak bisa memejamkan matanya.

Teringat kebohongan juga tindakannya pada Jecelyn tidaklah benar. Tadi pagi, setelah meninggalkan istrinya yang masih terlelap, Jeffrian turun dari mobil dengan tergesa. Berlari seperti orang kesetanan di lorong rumah sakit.

Benar, rumah sakit bukan kantor.

Jantungnya hampir berhenti begitu sampai ruang ICU yang tertutup. Kewarasaanya hampir terenggut melihat seorang wanita yang dirindunya justru terbujur kaku di sana.

"Jeff..." panggil seseorang dari belakang. Lalu wanita paruh baya tersebut memeluknya, menumpahkan air matanya lagi. Bahkan pipi yang masih basah itu kian menggenang oleh luapan tangis.

"Tante tidak siap Jeff, jangan biarkan Raline meninggalkan kita."

Jeffrian itu ikut menangis. Dia juga tidak bisa merelakannya begitu saja.

Ini bukan kali pertama Jeffrian mendapat kabar bahwa Raline kritis, dan jantungnya selalu hampir berhenti berdetak. Walau wanita itu bisa melalui masa kritisnya, namun tetap saja, kematian bisa datang kapan saja. Dan Jeffrian tidak pernah siap untuk kehilangannya.

"Apa yang harus kita lakukan jika Raline benar-benar meninggalkan kita?" kata wanita paruh baya yang tak lain ibunda Raline itu.

"Itu tidak akan terjadi Tante."

"Raline harus tetap bersama kita, Daisy membutuhkan Mamanya."

Jeffrian memejamkan mata, tak sanggup menatap balita yang tertidur pulas di atas stroller itu.

Dengan langkah yang lemas pria itu menghampiri ranjang tempat Raline berbaring.

Menggenggam tangan kurus itu, meremat jemarinya. Menatap dengan hampa cincin berlian yang melingkar di jari manis. Cincin yang ia sematkan tiga tahun lalu ketika melamar Raline.


"Maaf, maafkan aku. Hukum aku saja, jangan dirimu," air mata itu tumpah ruah, mengalir begitu saja. Dadanya begitu sesak. Berbagai penyesalan dan rasa bersalah menghimpitnya. Mencekiknya tanpa ampun. Seandainya dia tak serakah, mungkin semua hal ini tidak akan terjadi. Seandainya dia berjuang sedikit saja, mungkin Raline tidak akan menjadi korbannya.

Setiap manusia di dunia ini pasti memiliki satu rahasia yang ingin disimpannya rapat-rapat. Begitupun dengan Jeffrian. Dia memang memiliki segalanya, hidupnya sempurna. Maka dari itu ia tak bisa mengungkapkan dengan gamblang tentang apa yang ia sembunyikan selama ini. Bahkan kesempurnaan itu sendiri yang membuatnya semakin memendam segalanya, takut kehilangan apa yang sudah ia miliki.

Takut Jecelyn, istri tercintanya akan pergi jika tahu bahwa ia memiliki buah hati dari perempuan lain.

Raline Hanggara, adalah satu sosok yang tidak bisa ia lupa. Cinta masa muda yang begitu menggebu, rasa penasaran dan ketidakdewasaan membuat mereka tenggelam dalam jurang kesalahan.

"Dokter Yola bilang, sangat mustahil bagi Raline untuk bertahan. Dia harus segera mendapatkan donor jantung," ibu Raline kembali menjelaskan.

Jeffrian memejamkan matanya. Jika bisa, ia sendiri yang ingin memberikan jantungnya pada Raline untuk menebus semua kesalahannya. Sayangnya itu mustahil.

"Jika Raline tak kunjung mendapatkannya, apakah artinya kita harus merelakan Raline, Jeffrian?" sambung wanita itu dengan menangis tersedu-sedu.

"Raline akan bertahan Tante. Dia adalah wanita yang kuat."

Jeffrian percaya wanita yang telah melahirkan buah hatinya itu adalah sosok yang tak mudah menyerah. Raline tak akan pergi begitu saja.

"Kumohon, bangunlah. Putri kita membutuhkanmu," bisiknya dan tak henti merapalkan doa. Barangkali esok wanita itu benar-benar membuka mata dan kembali memberinya senyuman serta pelukan hangat.

"I miss you, please buka matamu, Ralineku."









***


"Ralineku" fak kata gue mah Jeff😭

Yang mau memberi kata-kata mutiara untuk Jeffrian sangat dipersilakan ya

Night In BaliWhere stories live. Discover now