Utarakan, Lalu Simpan

7 3 0
                                    

#Event_cerpen_WWC_songlit_Dewi_Sisca_Rahimah

Judul : Utarakan, lalu simpan.

Karya : Dewi Siska Rahimah (Fb : Dewi Sisca Rahimah)

Isi :

"Nu, gue boleh egois 'kan?"

Pemuda bername tag Banu itu lantas menoleh ke arah Kara yang tampak tenang di sampingnya. Wajah ayu Kara yang tak terbaca membuat perasaan Banu kian was-was. Meski baru setahun berteman akrab, Banu cukup hafal dengan tingkah laku Karanaya ketika dirundung banyak pikiran. Gadis itu akan banyak diam sambil melamunkan sesuatu yang mengusik ketenangannya.

Pertanyaan random seperti ini bukan kali pertama yang Banu dengar. Dan biasanya Kara mendadak mengambil keputusan sepihak, lalu benar-benar mengikuti naluri hatinya. Meski terkadang keputusannya kontra dengan orang-orang sekitar.

Banu berusaha tampak biasa saja. Ia menampilkan raut yang tak kalah tenangnya di depan Kara. Seolah sama sekali tidak terganggu dengan pertanyaan tersebut. Padahal sejujurnya ia merasa takut dengan apa yang akan keluar dari mulut teman satu mejanya itu.

"Maksudnya?" Banu memilih bertanya balik. Kemudian laki-laki jangkung itu kembali meneruskan kegiatannya. Jemari Banu lincah bergerak di atas keyboard sembari menatap serius pada layar laptop. Mereka sedang mengerjakan tugas kelompok di perpustakaan sekolah. Namun karena waktu istirahat sudah tiba dan tugas ini harus segera dipresentasikan, maka mereka berdua memilih untuk menyelesaikannya.

Sementara teman kelompok yang lain tengah mengisi perut di kantin, Banu dan Kara sepakat menahan lapar. Gadis yang benci menunda-nunda pekerjaan seperti Kara memang semenyebalkan itu bagi Banu. Untung saja Banu memiliki banyak stok sabar di dalam tasnya.

Seharusnya Kara bersikap kooperatif sekarang. Semacam membantu Banu mencari buku yang berkenaan dengan tugas mereka, atau setidak-tidaknya menggantikan laki-laki itu untuk mengetik materi mereka. Tentunya hal tersebut lebih bermanfaat dari sekadar menanyakan boleh tidaknya Kara bersikap egois.

Yang ditanya balik malah mengambil jarak dari Banu, membuat pemuda itu gagal fokus dengan deretan kata di hadapannya. Alhasil Banu beralih menatap Kara dengan dahi mengernyit. "Kar? Lo kenapa?"

Kara menggeleng. Sejenak perempuan itu terdiam guna mengumpulkan keberanian. Ia tahu betul apa yang akan dikatakannya ini dapat merubah perlakuan Banu terhadapnya. Lagi pula cepat atau lambat Banu pasti akan mengetahuinya juga.

Jernihnya mata Banu berhasil menenggelamkan Kara. Tenang tetapi menyesakkan. Persis Banu yang bersikap manis dan penuh perhatian, namun hubungan mereka hanya sebatas pertemanan.

Usai menghela napas, Kara berujar lugas, "Maaf, tapi gue mau jujur, Nu. Gue suka sama lo. Gue nyaman setiap ada di deket lo. Dan gue mau kita bisa lebih dari sekedar teman semeja. Lo mau 'kan pacaran sama gue?"

Mata Banu melebar tak percaya. Bibirnya terkatup rapat usai mendengarkan kata-kata yang terlontar dari mulut Kara. Ia kaget sekaligus takjub dengan keberanian Kara. Namun Banu memilih tak bersuara.

Hening cukup lama. Baik Banu maupun Kara masih enggan memulai lebih dulu. Khususnya Kara, perempuan itu tengah sibuk menetralkan degub jantungnya yang kehilangan ritme. Sadar jika ia terlalu frontal, Kara berniat meluruskan.

"Ma-maksud gue ...."

Gagal. Ucapan Kara justru langsung dipotong oleh Banu. Dengan ekspresi menyesal yang kentara, Banu berkata, "Gue juga mau minta maaf, Kar. Maaf ... gue nggak bisa pacaran sama lo."

Kini gantian Kara yang terbelalak. Ia sama sekali tidak menyangka Banu menolak ajakannya. Sewajarnya sebagai teman yang terlampau dekat, hubungan mereka bisa saja naik ke tingkat pacaran. Teman-teman mereka yang lain pun turut mendukung. Tapi ternyata kenyataan berkata lain. Banu justru menolaknya.

Sepintas Kara merasa rendah diri. Gadis itu mencari-cari kekurangannya, berpikir bahwa Banu mungkin saja tidak menyukai salah satu sifatnya. Atau mungkin sejak awal Banu memang tidak menyukai dirinya.

"Dengerin gue, Kar. Gue nggak bisa karena sebenarnya dua minggu yang lalu gue juga nembak Saras. Dan ya, kita udah resmi jadian sejak hari itu."

Tanpa sadar kedua tangan Kara mengepal kuat. Buku-buku jarinya bahkan sampai memutih dalam genggaman. Gadis itu tak peduli jika kuku panjangnya dapat melukai telapak tangan. Kara hanya ingin melampiaskan sakit hatinya saja.

Tak bisa menahan diri lebih lama, Kara buru-buru menutup seluruh wajahnya menggunakan kedua telapak tangan yang terasa perih. Dalam hening Kara menekan bibir bawahnya kuat-kuat. Mencoba menahan isak tangis yang mungkin saja dapat membuat Banu kian merasa bersalah.

Berhenti, Kara! Ini bukan salah Banu. Bukannya kamu sendiri yang menyimpan luka ini? batin Kara menginterupsi.

Kini Kara sadar. Dirinya tak boleh tenggelam terlalu dalam akan pesona Banu. Sesegera mungkin Kara harus naik ke permukaan supaya tidak terjebak dalam sesak yang kian menghimpit dadanya. Memiliki Banu laksana menggenggam air. Mustahil.

Di tempatnya, Banu masih menatap Kara cemas. Ingin sekali dirinya memeluk Kara seperti yang selama ini ia lakukan untuk menenangkan temannya itu. Namun melihat Kara seperti ini, Banu menjadi sadar. Dirinyalah sumber luka Kara.

Sementara Kara berupaya menenangkan diri, Banu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Memastikan tak ada yang akan mendengar perbincangan mereka. Apalagi sampai berniat mengusir dirinya dan Kara sebab tertuduh berbuat rusuh.

Perlahan telapak tangan Kara menyingkir dari wajahnya yang memerah. Cekatan gadis berambut gelombang itu mengusap kasar jejak air di kedua sudut netranya. Kara tersenyum, mencoba menunjukkan pada laki-laki di depannya kalau dirinya baik-baik saja. Banu tak perlu khawatir padanya.

"Selamat ya, Nu. Gue ikut seneng dengernya. Akhirnya seorang Bagas Nugraha punya pacar juga." Suara sengau Kara semakin membuat Banu tak enak hati. Pemuda itu kini tampak seperti penjahat yang berhasil diringkus. Pasrah, tak bisa berbuat apa-apa.

Rasanya ingin memutar kembali waktu. Andai Banu bisa melihat Kara sebagai sosok perempuan manis peraih rangking tiap tahunnya, bukan sebagai perempuan absurd yang duduk di sebelahnya, pasti dirinya akan lebih mudah jatuh cinta.

Banu balas tersenyum. Membiarkan kedua matanya berlama-lama memandangi wajah teduh Karanaya. Diam-diam batinnya mengagumi keelokan paras gadis itu. Kara memiliki tulang hidung tinggi, pipinya sedikit chubby, juga dilengkapi dengan bibir tipis berwarna pink pucat. Ia cantik dengan menjadi dirinya sendiri. Lalu kenapa Banu baru menyadarinya?

Tatapan Banu jatuh pada telapak tangan Kara yang sedikit terbuka. Dari tempatnya duduk, Banu dapat melihat dengan jelas ada noda darah kering disana. Agaknya Kara terluka akibat kukunya sendiri.

"Astaga, kenapa lo bisa ceroboh, Kar! Liat ini telapak tangan lo berdarah!" protes Banu tiba-tiba. Kara sedikit tersentak mendapati respon laki-laki itu yang diluar dugaannya. Perempuan muda itu pikir Banu akan memintanya untuk menjauh, namun lihatlah apa yang Banu lakukan. Pemuda itu malah mengkhawatirkan dirinya.

"'Kan gue udah pernah minta lo buat potong kuku. Kenapa nggak lo potong juga? Lo susah banget dibilangin, Kar." Banu terus mengomel seraya membasahi selembar tisu dengan air mineral miliknya. Pelan-pelan ia menarik tangan Kara, kemudian berinisiatif membersihkan luka gores tersebut hingga benar-benar bersih dari noda.

Tidak sadarkah Banu jika tindakannya ini justru semakin menenggelamkan Kara? Menariknya ke dalam harapan-harapan semu yang diciptakan imajinasi perempuan itu?

"Ayo gue anter ke UKS. Biar nanti gue sendiri aja yang lanjutin tugasnya," tutup pemuda itu sebelum bangkit berdiri. Dituntunnya Kara penuh hati-hati, meninggalkan tumpukan buku serta laptopnya yang masih menyala di atas meja.

Kara tak dapat menahan lengkungan bibirnya lagi. Hatinya menghangat kala mendapati perlakuan manis Banu padanya. Dirinya tersenyum simpul ke arah Banu yang fokus mengamati sekitar.

Barangkali mereka memang ditakdirkan untuk tetap berteman. Namun siapa sangka jika di dalam hati Kara masih menyimpan rasa untuk Banu. Meski pada akhirnya ia hanya bisa memendam itu.

~ Maafkan Aku #Terlanjur Mencinta oleh Tiara Andini

Titimangsa : Tebing Tinggi, 24 Nov 2021

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 25, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Event! Where stories live. Discover now