Saat waktu bergulir dan memberiku perih yang dingin di hati, aku beberapa kali mengatakan pada diri sendiri bahwa ini hanya ilusi, bahwa ini bukan cinta, bahwa dia bukan seseorang yang kisahku akan berakhir dengannya, karena hanya kesedihan dan rasa sepi yang dia tinggalkan. Tetapi saat aku tahu ini, aku masih tetap serakah.

Aku menginginkannya.
Aku sangat merindukan segalanya tentang dia. Rasanya cukup sulit dan menyakitkan, hingga aku berharap bahwa dia tak pernah ada, dan tak pernah menjadi cintaku.

Tetapi takdir berkata lain.

Nyatanya itu telah terjadi, dan aku tak bisa menghindari, bahwa itu akan tetap dirinya.

Selalu dia.

Wu Xie ~~

Cinta pertamaku.

Summertime Tea House

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Summertime Tea House

Musim semi datang lebih awal tahun itu, dengan hujan deras yang hangat dan bunga persik merah muda yang tiba-tiba mekar serentak bagaikan buih, kabut melebur dalam kehangatan yang sebelumnya terjerat erat pada ranting dan pucuk tanaman teh di sepanjang jalanan Hangzhou dan perbukitan nun jauh menyalakan warna hijaunya yang cerah.

Summertime Tea House sebenarnya adalah salah satu rumah teh dari sekian banyak rumah teh di kawasan kaki perbukitan teh Hangzhou di mana banyak pengunjung sengaja datang dari jauh untuk menikmati hawa sejuk perbukitan dan hamparan perkebunan teh menghijau.

Banyak dari pengunjung itu merupakan sepasang kekasih yang sengaja mundur beberapa saat dari hiruk pikuk kesibukan kota untuk menemukan kembali sisi romantisme yang kian memudar bersama terbangnya debu jalanan.

Siang itu, Tifanny datang bersama tunangannya. Keduanya menikmati makan siang yang terlambat, sekitar pukul dua lebih tiga puluh. Setelah menghabiskan menu nasi goreng barbeque, mereka disuguhi dua cangkir teh melati hangat ditambah lemon dan madu, mengepulkan uap beraroma menakjubkan. Sewaktu Tiffany berdiri dan pamit pada tunangannya untuk pergi ke toilet, dia tidak menyadari bahwa seseorang mengawasinya dari salah satu kursi di sudut kedai teh.

Untuk menuju toilet wanita, semua pengunjung harus melewati patio di mana sebuah kolam berbentuk lingkaran dengan air mancur mini di tengahnya menyembur diringi suara desisan. Tiffany melewati patio sepi, memasuki toilet dan keluar lima menit kemudian. Saat itulah ia melihat seseorang berdiri di tepi kolam yang sebelumnya tidak berada di sana.

Dia adalah seorang pemuda, mungkin sekitar dua puluhan, tubuhnya tinggi menjulang, bahu yang tegap namun anggun dalam balutan jaket hitam berhoodie. Tetapi dia tidak mengenakan hoodie itu sehingga Tiffany bisa melihat paras wajahnya yang menawan dari samping.

Sewaktu Tiffany melewatinya, pemuda itu berkata tanpa diduga, dengan suaranya yang dingin dan tegas.
"Seseorang mengawasimu di sudut kafe. Pria berjas abu. Dia yang akan menjadi pasanganmu."

Tiffany menghentikan langkah dan berbalik.
"Kau bicara padaku?"

Pemuda itu kali ini berpaling, mengangguk samar padanya. Mata gelapnya berkilau cemerlang, penuh misteri.

𝐅𝐢𝐫𝐬𝐭 𝐋𝐨𝐯𝐞 (𝐏𝐢𝐧𝐠𝐱𝐢𝐞) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant