Chef 19

483 100 32
                                    

💜💜💜💜

"Kim Yewon...," ucap Yewon ketika ia berjabatan tangan dengan seorang pria yang mengenakan jas hitam, dengan kemeja berwarna biru tua.

"Aku tahu namamu. Ayahmu selalu menyebutnya. Ah, kau pasti sudah tahu namaku, kan?" Vernon tersenyum kala Yewon menerima uluran tangannya.

"Ya, begitulah," sahut Yewon yang juga ikut tersenyum.

Sembari menunggu makanan tiba, tuan Kim dan Vernon membicarakan masalah pekerjaan, sedangkan Yewon terkadang ikut menimpali, atau hanya sekadar menyimak.

"Oh ya, Yewon..., sebelumnya kau bekerja di restoran kan?" tanya Vernon ramah. Semua yang kakaknya katakan tentang Vernon, berbeda. Pria itu terlihat lebih hangat dan banyak mengajaknya mengobrol.

"Ya, betul. Aku hanya sebagai asisten koki. Tapi, aku senang bekerja di sana. Banyak pengalaman baru yang aku dapatkan," Yewon bercerita dengan semangat. Ia juga bercerita, bagaimana cepatnya seorang koki dalam memasak, lalu menggunakan teknik-teknik yang sangat memanjakan mata. Selain itu, Yewon juga bercerita, kalau ia sudah memiliki posisi khusus di dapur, yang tidak hanya membantu dalam hal memasak.

"Wah... dari caramu bercerita, kau terlihat menikmati bekerja di sana. Kenapa tidak tetap di sana saja?"

Mendengar pertanyaan Vernon, Yewon langsung menatap kesal ke arah ayahnya. "Ayah yang terus membujukku ke sini," adu Yewon.

"Hey, Ayah kan memberikan pilihan yang baik. Jika kau ingin tetap di sana, ayah tidak masalah," Tuan Kim membela diri, ia tak ingin di salahkan oleh putrinya yang manja.

"Chef bilang, aku boleh kapan pun datang, jika ingin. Jadi, ayah harus bersikap baik jika ingin aku tetap di kantor ayah," ancam Yewon. Hal itu membuat Tuan Kim terkekeh.

"Kau ini... gaji dari ayah pasti lebih besar daripada di restoran."

Yewon mencebikkan bibirnya. "Tapi di sana menyenangkan. Tidak ada tumpukan kertas."

"Berarti, kau bisa memasak makanan restoran?" Vernon bertanya, agar adu mulut antara ayah dan anak itu berhenti.

"Ya, beberapa. Aku diajari langsung oleh Chef restoran," jelas Yewon. Baru satu hari keluar dari restoran, Yewon sudah merindukan suasana di dapur. Dia juga merindukan mulut pedas Yoongi. Yewon tersenyum mengingat umpatan Yoongi ketika ia melakukan kesalahan.

"Kenapa tersenyum?" Tuan Kim bertanya.

"Tidak apa-apa," sahut Yewon ketus. Ayahnya sangat usil, selalu ingin tahu.

"Sepertinya banyak hal menyenangkan di restoran, makanya Yewon tersenyum," ucapan Vernon mendapat anggukan setuju dari Yewon.

****

"Ayah curang. Kakak saja boleh tinggal di apartemen, kenapa aku tidak?" protes Yewon saat ia ingin kembali tinggal di apartemen. Sejak bekerja di kantor ayahnya, Yewon kembali tinggal di rumah.

"Kakakmu kan dokter. Apartemennya dekat dengan kliniknya. Akan sangat jauh jika ia tinggal di rumah," jelas Tuan Kim.

"Lagi pula,  lebih baik kau tinggal di rumah. Berangkat kerja juga bisa sama Ayah," Yewon mengerucutkan bibirnya, ketika Ibunya juga mendukung ayahnya.

"Aaah tidak adil," rengek Yewon. "Waktu itu ayah izinkan aku tinggal di apartemen karena bekerja di restoran, kenapa sekarang tidak?"

"Karena apartemenmu dekat dengan tempat kerjamu. Kalau sekarang, kau bekerja di kantor ayah, jadi kau juga tidak perlu memikirkan angkutan umum, karena akan berangkat kerja bersama ayahmu, sayang," jelas Tuan Kim.

ChefWhere stories live. Discover now