Valias menoleh untuk melihat Alister yang sedang menundukkan kepala ke arahnya. Memberi senyum palsunya. "Mulai sekarang pelayan tua ini akan selalu mendampingi Tuan Muda Valias kemanapun dia pergi. Saya tidak menerima bantahan."

Valias mengerjap.

Aku tidak menyangka orang tua ini akan mengatakan itu.

Frey di bangkunya menontoni aksi saling menatap di depannya itu. Mengangguk-angguk kepada dirinya sendiri. "Pelayanmu benar. Kau harus selalu memiliki orang di sampingmu. Aku merasa jika tidak begitu maka aku hanya akan mempunyai gangguan kecemasan setiap kali kau keluar dari tempat tinggalmu."

Melihat Valias Frey tidak ingin apapun terjadi pada remaja itu. Dia sudah melihat Valias berdarah. Dia sudah melihat apa yang dilakukan laki-laki itu dalam membantunya. Frey tidak bisa tidak khawatir.

Bagi Frey, Valias adalah adiknya. Adiknya yang membutuhkan perhatian khusus.

Dia tiba-tiba teringat sesuatu. "Ah, benar," dia refleks menjentikkan kedua jarinya sebagai bagian dari kebiasaan. "Bunga-bunga di wilayahmu, aku sudah mengurusnya."

Valias terdiam. Baru teringat soal itu. "Bagaimana, Anda mengurusnya?"

"Aku belum melihat-lihat karena aku sedang punya banyak urusan di mejaku." Frey mengedikkan bahu. "Tapi kedua mage itu bilang kalau bunga itu memang bukanlah bunga yang seharusnya ada di Reiss, dan juga daratan lain yang mereka tau. Bunga itu mencurigakan. Mereka mengambil cara aman dengan mengambil semua bunga itu. Menyimpannya di ruang berangkas istana. Bunga-bunga itu aman. Tidak akan ada yang menyentuhnya, jika itu yang kau khawatirkan."

Valias kehilangan kemampuan berkata-kata.

Ah.

Bunga-bunga itu ... adalah pemberian Pralta. Meskipun dia melakukan hal yang tidak seharusnya dia lakukan Valias yakin bahwa elf perempuan itu memiliki niat yang baik.

Untuk mengambil bunga-bunga itu tanpa sepengetahuan sang elf, Valias merasa tidak enak.

Tapi sesuatu sudah terjadi. Tidak ada yang bisa dilakukan. Valias hanya akan meminta maaf pada elf perempuan itu. "Bunga-bunga itu adalah bunga yang Anda lihat empat hari lalu, Yang Mulia."

Frey menaikkan alisnya. "Empat hari lalu?"

Dia kemudian teringat. Matanya melebar dan mulutnya membuka.

"Bunga itu?!!"

Valias mengangguk. Frey langsung mengerti kenapa laki-laki di depannya bereaksi seperti tadi. Frey tidak tahu apa tujuan para elf menanam bunga yang mereka katakan sebagai bunga rahasia itu di wilayah Bardev. Tapi melihat apa yang bisa dilakukan bunga sihir itu, dia tau pasti mereka bukan bermaksud buruk.

"Haruskah aku meminta mereka mengembalikan bunga-bunga itu?" dia menggerutu.

Valias menimbang-nimbang. Menggeleng.

Jika bunga itu memang seharusnya dirahasiakan, maka lebih baik mereka disimpan di istana seperti yang sudah dilakukan.

Frey melihat gelengan Valias dan mengangguk. Sudah yakin pasti pemuda itu sudah membuat pertimbangannya.

Tok tok.

"Nona Vetra datang, Yang Mulia."

Suara ketukan di pintu merebut atensi ketiga orang yang ada di ruangan. Disambut dengan suara seseorang yang menyampaikan tujuan dari kedatangannya, Frey meresponsnya.

"Biarkan dia masuk."

Vetra masuk dengan tongkat pendek miliknya. Membuat bungkukan hormat ke arah Frey.

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Where stories live. Discover now