Chapter 5

2 0 0
                                    

      Avi dan Deva akhirnya sampai di rumah orang tua Deva sebelum adzan maghrib berkumandang. Avi segera membersihkan diri dan menyiapkan baju ganti untuk suaminya yang mengejar waktu untuk salat berjamaah di masjid. Setelah memastikan keperluan suaminya sudah tersedia semua, Avi segera menemui putranya yang pasti sedang ada di kamarnya sekarang.

"Ibu tadi jalan-jalan sama Ayah ya? Ayah gamau ajak Abang ya Bu?" Avi yang baru saja masuk ke kamar putranya itu tersenyum kecil mendengar sapaan yang berhias nada cemburu dari putranya itu.

"Ayah tadi ngga ajak Ibu jalan-jalan kok, Ayah tadi cuma ajak Ibu ke tempat yang nyaman banget. Ayah nanti pasti ajak Abang juga buat ke sana, tapi Abang harus sabar dulu ya karna tempat itu masih belum selesai direnovasi."

"Tempat apa itu? Masjid ya? Ibu kan bilang tempat yang nyaman itu salah satunya masjid." Avi tersenyum semakin lebar mendengar tanggapan putranya yang di luar dugaan itu. Abim dan segala pemikirannya memang ajaib luar biasa.

Tok tok tok

"Abim, ayo ikut ke masjid sama Ayah." Avi terpaku sepersekian detik mendengar suara yang familiar itu. Suara suaminya.

"Bener ya Bu tadi Ayah ajak Ibu ke masjid? Buktinya sekarang Ayah beneran ajak Abang." Abim seakan yakin bahwa Ayahnya tadi mengajak Ibunya ke masjid, karena sekarang ayahnya juga mengajaknya ke masjid.

"Eh?" Avi yang masih terpana karna suaminya mengajak putra mereka ke masjid bersama itu tersenyum kecil mendengar kalimat dari putranya barusan.

"Sebentar Yah, Abang ganti baju dulu." Abim menjawab ajakan ayahnya yang pasti masih menunggunya di depan pintu.

"Ibu, sarung Abang di mana ya?"
Avi langsung bergegas membantu putranya mencari sarung lain di lemarinya karna sarung yang biasanya dipakai sedang dicuci dan belum disetrika.

"Abang pake yang ini gapapa ya? Kayanya masih di tempat setrika sarungnya Abang yang biasanya." Avi memberikan sarung berwarna hijau lumut tanpa motif yang diberikan oleh ayah Avi ketika berkunjung belum lama ini.

"Iya Bu ga apa-apa."

Avi langsung saja membuka pintu kamar Abim begitu selesai membantu Abim memakai baju koko dan sarungnya. Putranya itu terlihat semakin tampan dengan outfit ke masjidnya itu. Gen Ayahnya memang sangat dominan menurun pada Abim.

"Tolong buatin teh hijau tanpa gula ya? Nanti taruh di meja kerja saya aja."

Deva dan beragam sifat ajaibnya hari ini benar-benar membingungkan Avi. Rasanya ini kali pertama Deva meminta sesuatu padanya tanpa Avi menawarkan. Bukankah ini kemajuan lagi?

"Oh oke mas nanti Avi buatin." Avi menjawab permintaan suaminya disertai anggukan kecil.

"Ayo, Bim."

Oh Ya Allah! Kejutan apalagi ini? Suaminya yang minim ekspresi itu merangkul putranya? Catat, bukan putranya yang meminta, tapi suaminya yang ajaib itu yang merangkul putranya lebih dulu. Avi sekali lagi terpaku sepersekian detik di tempatnya.

Setelah menunaikan kewajibannya, Avi yang masih memakai setelan mukenanya itu lagi-lagi melamun karna hal-hal ajaib yang terjadi hari ini. Entah ada apa dan kenapa suaminya hari ini. Yang jelas, Avi justru bingung bercampur takut. Takut jika ini semua hanya mimpi siang bolong.

"Vi, bikin apa?" Bunda mertuanya yang baru memasuki dapur itu menyapa Avi yang sedang membuat 'pesanan' suaminya tadi.

"Ini Bun, Mas Deva minta teh hijau tadi."

"Ha? Deva?! Bener, Vi? Nggak salah?" Lihat, bahkan Bunda mertuanya saja terpana dan terkejut lebih tepatnya. Sungguh Avi bingung hari apa ini. Apa tanggal 1 April? Rasanya saat ini masih bulan Februari.

(Un)Happy Wedding Where stories live. Discover now