Bab 8

1K 74 2
                                    

Hancur Karena Notifikasi M-banking
Part 8

**

"Mas, berapa kamu transfer ke Linda lagi setelah semalam kamu sudah transfer sebanyak delapan ratus ribu?"

Mas Bayu tertegun, sepertinya ia tak menyadari bahwa aku bisa tahu tentang semua gerak geriknya melalui ponselnya.

"K-kamu tahu?" tanyanya tergagap.

Aku melengos, lalu menyandarkan tubuhku di dinding samping tempatnya duduk bersantai. Ternyata kebersamaanku selama ini tak ada artinya untuk Mas Bayu. Rupanya ia sangat pandai berbohong kepadaku. Entah kenapa, semenjak kehadiran Linda di keluarga Pradipta, Mas Bayu terlihat sedikit aneh. Terlebih ketika Rio lahir.

"Katakan saja,"

Mas Bayu menghela nafas panjang, lalu berdiri di hadapanku. Raut mukanya berubah menjadi pias. Mungkin ia takut karena kebohongannya terbongkar lagi.

"Dek, aku transfer ke Linda itu kan juga demi Rio, keponakan kita. Masa kita itung-itungan, sih?"

"Itung-itungan kamu bilang? Memangnya kamu bapaknya Rio? Sampai seperhatian itu sama dia?" cecarku.

Ia mengusap rambut kasar, lalu memegang kedua bahuku.

"Jangan pegang-pegang. Aku nggak mau di sentuh sama orang yang udah bohongin aku berkali-kali,

"Dek. Kamu apa-apaan, sih. Kok ngomongnya gitu. Rio jelas anak Arfan, aku tidak sehina itu,"

"Lalu? Apa menafkahi istri orang lain itu tidak hina?" Segala macam isi hatiku kuluapkan begitu saja, aku ingin dia tahu bahwa hatiku kini sedang terluka.

"Dek. Hentikan!" hardiknya, membuatku sedikit terperanjat dengan sikapnya. "Jangan melarangku untuk memberikan uang pada Linda. Tolong," ucapnya merendah, membuatku semakin muak.

"Itu semua demi Rio, Dek. Tidak ada maksud lain, aku hanya ingin berbuat baik pada keponakanku. Karena sejujurnya, aku sangat mendambakan seorang anak di dalam rumah tangga kita,"

Degh.

Perkataan Mas Bayu seakan menusuk hingga ke ulu hati. Pelan tapi mampu meluluh lantahkan isi hatiku. Andai aku bisa meminta, aku pun juga ingin ada tawa dan tangis bayi dalam rumah tanggaku bersamanya. Tapi jika Tuhan belum berkehendak, aku bisa apa?

"Capek, Mas, ngomong sama kamu."

Aku melangkah meninggalkannya dengan lelehan air mata yang mulai membasahi pipi. Dalam hal apapun mungkin aku bisa kuat, tapi tidak jika telah berhubungan dengan hal ini. Hatiku sangat rapuh.

Kurebahkan tubuhku di atas ranjang. Adzan Maghrib sebentar lagi akan berkumandang, tapi kedua mataku serasa sangat berat. Terpaksa aku memejamkan mata sebentar untuk melepas semua kegundahan dalam hatiku.

Tak lama berselang, kedua mataku mengerjap. Tepat saat Adzan Maghrib selesai dikumandangkan. Aku lantas beranjak dan masuk ke dalam kamar mandi untuk mengguyur tubuhku dengan air hangat agar rasa kecewa dalam hatiku ikut mencair.

Mas Bayu masih dalam posisi yang sama. Masih duduk di teras dengan satu batang rokok terpasang di sela-sela jarinya. Aku tidak berminat mengajaknya berbicara setelah kejadian beberapa saat yang lalu. Biarlah dia berfikir dengan sendirinya, bahwa tindakannya itu merupakan sebuah kesalahan yang besar.

Kutunaikan kewajibanku bersujud tiga rakaat, lalu berdoa kepada Tuhan agar rumah tanggaku selalu diliputi kedamaian dan ketenangan.

Malam ini aku sengaja tidak masak, hanya pesan makanan. Suasana hatiku sangat tidak memungkinkan untuk memasak, karena biasanya masak dalam keadaan hati yang tidak baik rasanya pun akan tidak enak.

Setelah selesai pesan makanan melalui ojek online, aku duduk dengan membuka pesan di grup yang belum sempat kubaca seluruhnya.

Ternyata Sekar pun juga tak luput dari minta jatah dari Mas Bayu, tapi untuknya aku tidak masalah karena ia masih adik kandung Mas Bayu dan belum berkeluarga.

Sekar : [Kok cuma Mbak Linda yang dapet transferan, Mas. Aku juga mau dong]

Linda : [Sekar, kamu apa-apaan minta segala ke Mas Bayu? Kamu kan belum punya anak]

Arfan : [Astaghfirullah, Dek. Kamu minta uang sama Mas Bayu?]

Aku tersenyum miring, akhirnya Arfan sadar juga kalau selama ini istrinya tidak benar.

Linda : [Aku nggak minta, Mas. Mas Bayu sendiri yang ngirimin]

Arfan : [Kembalikan saja. Mas Bayu kan juga butuh uang untuk istrinya, lagi pula aku masih sanggup kok biayain Rio di rumah sakit]

Linda : [Sudah, kamu fokus kerja aja. Jangan mikirin Rio yang sedang ada di rumah sakit. Kamu hati-hati. Kalau udah sampai kabarin, besok lusa cepat pulang, ya]

Loh, memangnya Arfan kemana? Bukannya tadi sore ia masih bersama Linda ke rumah sakit?

Sekar : [Emang Mas Arfan kemana?]

Arfan : [Keluar kota, Dek. Bosku tiba-tiba ngabarin kalau beliau kecelakaan, terus minta aku datang kesana mengurus rapatnya besok]

Mas Bayu : [Sama-sama, Linda. Nggak papa, buat Rio. Semoga cepet sembuh]

Dengan geram, aku mengetik sebuah pesan balasan untuk mereka semua.

Aku : [Wah, enak, ya. Main transfer berkali-kali tanpa ijin istri]

Arfan : [Maksud Mbak Nurma apa?]

Aku : [Ah, enggak. Tanya saja sama istri dan kakakmu]

Aku sungguh tidak perduli lagi meskipun di dalam grup itu ada Ibu dan Bapak mertuaku. Rasanya emosiku sudah tidak bisa kubendung lagi.

Setelah beberapa saat, kulihat Mas Bayu berjalan menghampiriku. Sepertinya ia ingin membicarakan tentang balasanku di grup tadi.

"Dek, kamu apa-apaan, sih. Kok ngomong gitu di grup. Kan jadinya nggak enak," ucap Mas Bayu tanpa basa-basi.

"Lah, memang benar, kan? Memangnya aku bicara bohong? Malahan kamu yang bohong,"

"Tapi nggak gitu juga caranya, Dek."

Aku menatap nanar Mas Bayu. Sebegitunya ia membela iparnya. Sebenarnya ada apa ini? Apa Linda jauh lebih berharga daripada aku?

"Mas. Kamu sadar nggak, sih. Sudah nyakitin aku? Apa kamu menganggap bahwa kamu terlalu kaya? Hingga dengan mudahnya transfer berulang kali ke Linda. Inget, Mas. Gajimu itu hanya separuh gaji Arfan. Jadi nggak usah kaya gitu, Arfan pun pasti sudah sangat mampu menafkahi anak dan istrinya," tandasku membuatnya pias.

Berbicara dengan Mas Bayu memang butuh tenaga ekstra. Jika dengan kelembutan terus menerus, maka aku lah yang akan mati berdiri nantinya. Apalagi kalau sampai  kejadian seperti ini dilakukan berulang kali olehnya. Mau jadi apa rumah tanggaku.

"Tapi kamu 'kan kerja, Linda nggak kerja. Jangan kaya gitu dong, Dek. Mereka itu adikmu juga, Loh," ucap Mas Bayu mencari pembelaan.

"Yaudah, kalau gitu nikah aja sana sama iparmu itu!" Kuberikan pukulan telak padanya hingga akhirnya ia mengacak rambut kasar dan pergi meninggalkanku.

Tak lama berselang, ponselku berdering. Memunculkan nama ipar benalu itu di layar utama. Dahiku mengernyit, untuk apa ia meneleponku?

"Hallo," ucapku datar setelah mengusap tombol hijau di layar.

"Mbak, kamu jahat, ya. Nggak punya hati,"

Lagi-lagi dahiku mengernyit. Aku jahat? Nggak punya hati? Memangnya apa yang sudah aku lakukan? Bukannya terbalik?

##
Hallo
Cerita ini sudah ada versi ebook ya di google play store. Dengan judul yang sama 🥰

Hancur Karena Notifikasi M-bankingWhere stories live. Discover now