4

2K 218 42
                                    

Katanya puncak dalam mencintai seseorang adalah mengikhlaskan? Benarkah begitu?

Tapi kenapa, kenapa gue gak bisa. Walaupun gue mau mengikhlaskan?

Selalu saja, rasa sayang gue lebih dominan buat Jeno. Gue benar-benar gak pernah berharap kalau suatu hari gue berada di kondisi seperti ini. Mencintai sababat gue seorang diri dalam diam.

Tapiii.. Gak bisaaa, gue udah terlanjur jatuh dalam pesona Jeno Lee. Sahabat gue sendiri.

Seberapa kali pun gue yakinin diri gue sendiri untuk berhenti berharap dan juga mencoba ikhlas kalau Jeno sekarang bukan lagi milik gue. Tapi berkali-kali juga gue malah semakin tersiksa dengan perasaan yang emang gue ciptain sendiri.

"DONGHYUCK BEGO!"

Teriak gue dari sudut kamar. Iya, gue lagi duduk sambil memandang langit malam yang tampak lebih gelap dari biasanya.

Setelah melihat adegan yang paling gue hindarin, gue langsung lari begitu saja.

Menghindar..

Satu hal yang selalu gue lakuin jika menyangkut Jeno dan pacarnya—Jaemin.

Gue emang pengecut, lo boleh ngatain gue.

CTAARRRRR....!

Suara kilat menggelegar membuat tubuh gue terlonjak kaget, lalu dalam sekejap tetesan air mulai turun membasahi kota. Sialan, hujan!

gue gak suka hujan! Sebab hujan buat kenangan buruk gue keputar lagi, bahkan tanpa sadar tubuh gue sudah gemetaran hebat.

Gue butuh Jeno! Hanya dia yang bisa buat gue tenang..

Tapi,, gue gak bisa!

Jeno pasti sedang bersama Jaemin, dan gue gak boleh ganggu mereka.

Karena gue bukan.... Prioritas jeno lagi.

JDAAARRRR!

Kali ini disusul dengan suara gemuruh guntur yang sangat gue benci, shitttt!

Jantung gue bahkan berdetak dengan tak wajar, sangat menyakitkan dan menyiksa. Seperti saat melihat Jeno bersama orang lain,

"Jennn.... Gue butuh loh!"

Kata gue tanpa sadar ketika ketakutan gue makin menjadi, dan badan gue yang tambah gemetar hebat.

Gigi gue bergeletukan. Selain rasa takut, gue juga kedinginan. Udara di luar dingin sekali memasuki sela-sela Jendela yang terbuka.

Kini gue sudah berjongkok dan memeluk erat kaki gue, menelungkupkan kepala di lutut.

Brakk!

Suara debaman pintu terdengar keras, tiba-tiba langkah kaki seseorang masuk kedalam dengan kesetanan.

"Hyuck! Sorry, gue terlambat!"

JENO!

Itu suara Jeno yang terdengar panik, dengan perlahan gue mengangkat wajah gue yang berantakan lalu melihat Jeno yang terlihat begitu panik.

Malam itu.. Jeno benar-benar seperti malaikat penyelamat gue.

Mata gue melotot ketika dengan cepat Jeno malah memeluk badan gue, dan mengelus pundak gue bermaksud menenangkan.

"Sekarang lo gak papa, gue disini. Lo aman"

Dia mencium pucuk kepala gue, bahkan tanpa sadar air mata gue turun lagi.

Sial, kenapa kalau menyangkut Jeno. Gue selalu cengeng sih!

Malu-maluin ajaaaaa.... Arghhhhh...!

Friend(shit) /Nohyuck (End) Where stories live. Discover now