Rasanya seperti hari kemarin. Kita berdua berjalan bersama.

"Merasuk ke dalam jiwa. Tuhan, tolonglah diriku."

Duduk berdua di hamparan bukit. Memandang langit yang sama.

"Entah dimana dirimu berada..."

Di saat aku kembali lagi ke tempat pertama kali kita bertemu. Hatiku berulang kali memanggil namanya.

"Hampa terasa hidupku tanpa dirimu..."

Dia tidak disini. Hanya ada aku dan bayangku. Semuanya tidak lagi sama.

"Apakah disana kau rindukan aku..."

"Ran. Apa kamu pernah merindukanku?" Aku bertanya pada bintang.

"Seperti diriku yang selalu merindukanmu..."

"Aku tau, ini terdengar bodoh. Tapi aku..."

"Selalu merindukanmu..."





"Tak bisa aku ingkari... Engkaulah satu-satunya."

Dia yang pertama.

"Yang membuat jiwaku... yang pernah mati menjadi berarti."

Membuat aku merasakan hidup sekaligus mengajarkan rasa sakit.

"Namun kini kau menghilang...
Bagaikan ditelan bumi."

Berulang kali aku mencoba menghubunginya. Semua berakhir dengan suara voice mail.

Dia tidak pernah sekalipun membalas pesan-pesanku. Seperti memutuskan semua kontak.

"Tak pernahkah kau sadari... Arti cintamu untukku."

Hari-hari berlalu, ada kehampaan di hatiku yang tidak pernah bisa diisi siapapun.

Ada hari di mana aku dapat mengingat wangi tubuhnya, perkataaannya, suaranya, hal-hal yang biasa dia lakukan. Begitu menghantui.

Saat malam, semuanya terasa semakin memburuk. Aku menginginkan kehadirannya. Berharap waktu bisa berputar kembali.

"Entah dimana dirimu berada..." Jemariku berpindah chord dari C ke Am, Dm, dan G. Tangan kananku berayun down, down, down, up, up, down.

Pengunjung di hadapanku ikut bernyanyi bersama. Ada yang bertepuk tangan dan melambaikan tangannya. Aku menebar eye-contact ke arah mereka dan tersenyum. Berusaha membawa mereka masuk ke lagu ini.

"Hampa terasa hidupku tanpa dirimu..." Jariku menekan senar chord E lalu berpindah ke Am, Dm, dan G.

"Apakah di sana kau rindukan aku..."

Aku menoleh ke arah Denki. Beradu pandang dengan lelaki berambut pirang itu. Dia tersenyum.

"Seperti diriku yang selalu merindukanmu...

Menegok ke arah kiri dan menangkap fokus Fumikage. Dia mengangguk.

"Selalu merindukanmu."





"Entah dimana... dirimu berada."

Aku terbangun dengan cardigan berwarna lilac di sisimu. Aku tahu itu miliknya.

"Hampa terasa hidupku tanpa dirimu."

Tempat kosong di sisiku, begitu dingin. Seakan dia tidak pernah ada. Air mata mengalir deras di wajah. Sebuah nama yang terus ku ucapkan.

"Apakah di sana kau rindukan aku..."

Kedua tanganku memeluk erat cardigan lilac itu, mencium wangi tubuh yang masih tersisa.

"Seperti diriku yang selalu merindukanmu..."

Di saat itulah aku tahu...

"Selalu merindukanmu."

... dia tidak pernah kembali.

Memasuki Outro, aku memejamkan mata sesaat. Air mata yang sedikit demi sedikit menumpuk. Aku mencoba mengatur napas perlahan.

Meski pun masih terbawa rasa, sekarang aku sudah merasa lebih tenang.

Menatap audience lagi, kepalaku bergerak mengikuti irama musik. Aku menikmati ending perpaduan Denki, Fumikage, dan Bakugo yang menutup lagu Hampa - Ari Lasso.

Kami tersenyum kepada penonton yang bertepuk tangan. Lagu pertama berhasil!

"Lagi!"

"Lagi!! Lagii!!!"

Penonton seisi Cafe & Bar bersorak dengan semangat.

"Oke, kita lanjut lagi ya..." Aku memjawab di mikrofon.

"... lagu berikutnya-"





Ran. I hope you're doing well,
Wherever you are.

101 Songs About Ran HaitaniWhere stories live. Discover now