Jacqueline memotret sampul depan buku nomor satu, lalu mengirimkannya ke Kana.

Jacqueline
Ini yang nomor satu, Na. Saya butuh yang nomor dua.

Kana
Buat apa, Mbak???

Jacqueline
Ya, buat dibaca. Kabari ya, kalau udah dibeli. Terima kasih.

Jacqueline rasa, instruksinya ke Kana sudah cukup jelas. Dia melanjutkan membaca komik Dear Boys hingga lupa waktu. Tiba-tiba saja hari sudah siang. Tepat pukul dua belas siang ada pesan masuk dari Marshall.

Marshall
Jacques! Udah makan belum?

Jacqueline sudah tidak lagi mengoreksi panggilan nama yang sembarangan dibuat Marshall. Jacques adalah nama laki-laki, tetapi kini Jacqueline sudah tidak peduli lagi dipanggil seperti itu. Entah karena sudah terbiasa atau sudah bodo amat. Dia membalas pesan Marshall dengan sangat singkat.

Jacqueline
Belum.

Marshall
I knew it. Kamu pasti keseruan baca Dear Boys sampai lupa pesan makanan, kan?

Bingo.

Marshall
Worry not, karena aku udah pesanin makanan buat kamu. Tulisannya sih kira-kira lima menit lagi sampai. Jangan telat makan. Kamu kan ada sakit maag.

Kedua mata Jacqueline melebar. Malah Marshall yang begitu peduli sementara dia saja tidak ingat untuk mengurus dirinya sendiri.

Jacqueline
Thanks. Kamu pesan apa buat—

Jacqueline berhenti mengetik. Untuk beberapa detik dia hanya memandangi kursornya yang berkedip sebelum melanjutkan.

Jacqueline
Thanks. Kamu pesan apa?

Marshall
Your favourite. Bakmi GM.

Jacqueline mengulum senyum.

Marshall
Apalagi makanan yang kamu suka? Nanti malam aku masakin buat kamu.

Jacqueline
Memangnya kamu bisa masak?

Marshall
Wah, kamu harus tarik tuh ucapanmu! Aku ini pernah sekolah masak lho di Amerika.

Jacqueline
Jadi itu penyebab kamu nggak lulus-lulus dari Stanford?

Marshall
Siapa yang bilang aku nggak lulus-lulus dari Stanford?

Jacqueline
I was just guessing.

Marshall
Then your guess is once again wrong.

Ting tong! Di tengah-tengah obrolannya dengan Marshall, bel pintu apartemen berbunyi. Jacqueline menggenggam ponselnya di ranjang dan berjalan keluar kamar. Jacqueline mengernyit. Layar intercom gelap. Lampunya pun tidak menyala.

Ting tong! Jacqueline berjalan mendekati pintu dan mengintip. Ada sosok satpam dengan bungkus makanan di tangannya. Jacqueline segera membuka pintu. Satpam itu tersenyum menyapa Jacqueline.

"Siang, Bu," ucapnya. "Ini ada kiriman makanan."

"Terima kasih, Pak." Jacqueline menerimanya. "Di sini delivery langsung diantar ke unit penghuni, ya? Saya kira harus turun ke bawah."

"Oh, sebetulnya nggak bisa, Bu, harus turun ke bawah. Tapi, tadi Pak Marshall telepon minta supaya punya Bu Jeki diantar langsung."

Bu Jeki?! Jacqueline tercengang.

"Saya permisi dulu."

"Oh, oke. Terima kasih, Pak."

Seusai menutup pintu, dia membuka bungkus makanan dan menemukan secarik memo bertuliskan: IBU JEKI, Hudson Heights Apartment Tower 3 Unit 3505. Jacqueline buru-buru menatap layar ponselnya lagi.

Marshall
Udah datang belum makanannya?

Jacqueline
Udah. Ini baru aja datang, dianterin satpam.

Marshall
Mantap. Selamat makan, IBU JEKI.

Jacqueline mendengus. Ternyata ini ulah Marshall! Dia membayangkan wajah Marshall yang terbahak jika melihat secarik memo yang tertempel di kotak makanannya.

Jacqueline
Kamu yang bilang kalau pesanan ini buat IBU JEKI?!

Marshall
HAHAHA!

Tuh, kan.

Marshall
Hidupmu kering banget, butuh sedikit hiburan.

Jacqueline
Hiburannya cuma buat kamu aja.

Marshall
But I bet you're smiling right now. Aren't you?

Jacqueline menggigit bibir, setengah mati menahan senyum walaupun Marshall tidak bisa melihatnya.

Marshall
Anyway, enjoy your lunch, Jacqueline.

Jacqueline cuma membalas dengan emoji jempol. Dia tidak menyangka Marshall sampai repot-repot menghubungi satpam di lobi dan meminta untuk mengantarkan makanannya langsung ke Jacqueline ketika sudah tiba. Ternyata diperhatikan itu rasanya menyenangkan. Baru satu suap makanannya masuk ke mulut, Jacqueline mengetik lagi di ponselnya.

Jacqueline
Thank you, Marshall.

***

WASTED LOVE (Completed)Where stories live. Discover now