I. 1 | Tentura

2.2K 260 28
                                    

"Berapa nomor planetmu di Tentura?"

Vardo Zarein mengangkat kepalanya. "Ya?"

"Atau setidaknya jumlah galaksimu di spiralnya¹."

Vardo memiringkan kepala dan mengerutkan alis tidak mengerti. Ia kemudian menjauh ketika manajernya menyingkirkan pria itu darinya. "Berikan ia uang untuk makan," titahnya.

"Kau mengenalnya?" tanya manajernya ketika kembali menyusul langkahnya yang panjang.

Vardo mendengus sinis. "Sekali lihat dari pakaiannya saja kau tahu."

Pria itu menggunakan pakaian tak layak pakai yang bau. Mendatanginya setiap ia berdiri sendirian dan terus mengulang pertanyaan yang sama. Tentura. Ia tahu itu berasal dari cuplikan film. Menerka kemungkinan pria itu terobsesi pada film tersebut hingga membawanya ke dunia nyata membuatnya mual. Menjijikan, pikirnya.

Siang itu Vardo berencana untuk bertemu dengan pengelola acara utama gedung Rustaveli Teater, Teron Muva. Ia telah bekerja bersama dengan pria itu selama tiga tahun untuk membuat pertunjukan permainan boneka kayu yang menakjubkan. Teron Muva berhasil mengangkat nama Vardo dan Tbilisi dimata dunia. Membuat setiap tiket pada hari tertentu telah dipesan bahkan lima bulan sebelum pertunjukan resmi dibuka.

Vardo menjadi pemain eksklusif ketika pertunjukannya dua tahun lalu disiarkan langsung secara internasional. Ketika itu ia menggunakan boneka-boneka kayunya yang berukuran orang dewasa untuk menunjukkan kisah Ratu yang naif.

Sang Ratu menggunting habis rambut indahnya hanya untuk membangkitkan kembali Rajanya. Alih-alih membuat akhir bahagia, Vardo justru menyelipkan sindirian keras di sana. Rajanya yang bangkit membuat rakyatnya menderita, permaisuri yang banyak, dan membuang Ratu yang kepalanya telah gundul di desa terpencil. Akhir cerita, kerajaan itu musnah, sang Ratu mati kelaparan. Tidak ada yang bahagia.

Di akhir pertunjukan semua orang mengambil kesimpulan yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan kalau Sang Ratu memang terlalu bodoh menggunakan hati daripada logika. Ada juga yang menilai kalau Rajalah yang tidak tahu terima kasih, rakus, dan egois sampai akhir. Sisanya mengatai Vardo orang gila.

Ia semakin menarik perhatian ketika diwawancarai mengenai pertunjukan itu. "Alasan aku melakukannya? Tidak ada. Aku hanya menciptakan cerita, dan membuat pertunjukan. Kalau kalian menginginkan jawaban memotivasi, tidak ada. Aku butuh uang untuk bertahan hidup. Hanya itu." Vardo mengatakannya dengan nada datar. Tapi jawaban yang tidak bisa dikatakan dungu itu juga membuat orang terpana dengannya. Lalu fisiknya yang menyita perhatian semua orang, Vardo mulai disorot hingga foto-foto kesehariannya beredar luas tanpa batas. Berita harian lebih banyak membahas albinonya daripada pertunjukannya. Vardo si Mata Biru atau Vardo si Albino, ia tidak menyukai panggilan-panggilan itu.

Sejujurnya ia muak bagaimana kondisinya digunakan untuk menjadi perbandingan nasib dengan orang lain. Untuk motivasi? Persetan. Itu hanya omong kosong.

"Zarein." Vardo membiarkan tubuhnya dipeluk oleh Teron lalu pria itu berkata lagi, "Aku kecewa dengan bagaimana kau hanya memainkan satu kali pertunjukan untuk tahun ini."

"Kau tahu alasanku." Ia menyeringai dan berjalan beriringan dengan Teron untuk masuk lebih dalam ke ruangan teater yang akan ia gunakan sebelum perayaan Ortodoks tiba. Ia mendengarkan penjelasan Teron mengenai setiap sudut teater kemudian pada tiketnya yang telah habis terjual. "Musim dingin tahun ini, Georgia akan menerima turis asing lebih banyak berkatmu," kata Teron kepadanya.

Vardo membalasnya tidak relevan, "Lampu di atas sana apa itu untuk menyorotiku nanti?"

"Ya."

"Kalau begitu jangan lakukan. Aku tidak bisa bekerja dengan baik ketika banyak cahaya di mataku. Itu menyakitkan."

"Aku telah memastikan itu aman untukmu." Teron menyanggah. Tapi wanita itu menyipitkan mata padanya.

"Apa seseorang menyuapmu untuk melakukan itu, Teron?"

"Seperti biasa pikiranmu sangat dangkal."

"Tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengenalmu. Aku tahu caramu memanfaatkan peluang, jangan mencoba untuk membodohiku di sini."

Teron tidak pernah terbiasa dengan kata-kata tajam wanita itu padanya. Tidak, Teron bukan pria yang akan terintimidasi atau kesal pada wanita yang lebih unggul darinya. Ia hanya sangat membenci Vardo dengan sikapnya. Semua orang, secara diam-diam membenci wanita itu. Vardo adalah sumber utama uangnya, jadi ia hanya akan berakhir menyembunyikan kedua tangan yang mengepal di belakang punggung. Bersama sumpah serapah di dalam hati, ia tersenyum dengan rahang mengeras. "Baiklah."

"Jadi apa pertunjukanmu kali ini?" Kembali Teron bertanya mengikuti wanita itu yang merasakan setiap kursi penonton bersama manajer yang berdiri di belakang mereka. "Aku telah menyiapkan boneka baru. Kali ini rasnya Asia," kata Vardo padanya. Teron mengangguk, sepertinya membiarkan wanita itu tidak mengisi teater sepanjang tahun sebuah keputusan yang bagus.

"Aku membuat ceritanya berlibur ke negeri bersalju, lalu menjadi makanan utama untuk suku pedalaman. Kematiannya disaksikan secara langsung oleh anjing sewaan yang ia bawa." Vardo menunjukkan foto boneka dewasanya pada pria itu yang terlihat tidak yakin dengan penglihatannya sendiri.

"Zarein, ia tampak ... sangat hidup. Terutama mata hitamnya."

"Aku mencari setiap bahannya di Peru. Setiap inci tubuhnya telah didoakan oleh orang tua penganut Dewaㅡentah sebutannya apaㅡdi sana." Vardo terkekeh dengan jari yang memberi tanda kutip. "Mungkin itu yang membuatnya seperti manusia."

"Kau yakin material yang dipakai aman? Bukan kulit manusia sungguhan?"

Vardo menyeringai. "Aku telah memastikannya. Ketika kutanya bagaimana mereka bisa membuatnya begitu sempurna jawabannya selalu kembali pada Dewa itu."

"Berarti tinggal membuat judul utama untuk pertunjukanmu." Teron mengusap dagunya berpikir keras mencari judul yang menarik untuk poster resmi yang akan dipajang pada bagian utama website serta gedung teater mereka. "Bagaimana dengan nama boneka itu saja?"

Vardo menggeleng. "Nama Jay Yevgeny terlalu jelek untuk dipajang sebagai judul utama pertunjukanku." Kemudian ia berdiri dan merenggangkan kedua tangannya ke atas. Ketika manajernya mendekatinya, ia kembali melihat Teron di belakangnya.

"Tentura."

Teron Muva tidak yakin dengan pendengarannya sendiri. "Ya?"

"Tentura. Gunakan judul itu."

¹) Dialog dalam film fiksi ilmiah karya Georgiy Daneliya dan Revaz Gabriadze berjudul Kin-dza-dza!

A/n: Ini adalah karya pertamaku yang menggunakan visual Jaehyun sbg boneka kayu LOL. Aku menonton ulang Toy Story dan menemukan ide cerita ini. Tema utamanya mirip dengan TSㅡmainan yang hidup. Tapi seiring berjalannya cerita, kalian akan menemukan perbedaan yang besar.

Cerita ini kubuat dengan plot sederhana yang bisa kalian baca sambil istirahat makan siangㅡsemoga. Dengan catatan, jangan menghina berlebihan setiap anak-anakku di sini. Mohon juga beri komentar dan saran yang baik jika berkenan.

Berikut visual Jay yg dipakai (silakan diskip kalau kurang srek)

Berikut visual Jay yg dipakai (silakan diskip kalau kurang srek)

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.
I'LL CALL YOU MY EVERMORE / JAEHYUNKde žijí příběhy. Začni objevovat