Sticky Notes

Mulai dari awal
                                    

Ia mengamati lantai 2, tempat di mana deretan kelas XI IPA berada. Berharap sosok itu muncul, sedikit saja. Untuk membuatnya semangat hari ini.

Belum mengalihkan pandangannya, tiba-tiba seseorang menepuk bahu Adrian.

"Kenapa, Yan?"

Adrian menoleh sekilas. Ia kembali memantulkan bola dan melemparnya ke temannya. Kemudian, ia mengikuti cewek yang tadi menepuk bahunya. Mereka duduk di tepi lapangan.

Cewek itu, Sasha, duduk menjulurkan kakinya. Ia melirik Adrian yang juga duduk di sebelahnya, bersila.

"Tugas yang matematika, udah?" Tanyanya basa-basi.

Adrian menggeleng sambil mengedikkan bahunya.

"Nanti liat punya gue aja," tawar Sasha.

"Thank--"

"Gue mau nebeng soalnya," potong cewek itu sambil memamerkan sederet giginya.

Adrian mendengus. Tak urung ia juga tertawa. Matanya diam-diam mengamati Sasha. Bohong kalau Adrian tidak tertarik pada cewek itu. Cewek yang sudah jelas-jelas menyukainya. Rambutnya panjang agak bergelombang, matanya bulat, dan murah senyum. Sama manisnya seperti Luna. Dari sekian banyak cewek yang mendekat, Adrian hanya menyediakan satu tempat untuk Sasha. Sayangnya, hatinya tetap saja terkunci untuk satu nama.

"Gimana, enak sekolah di Artara?" Tanya Adrian tiba-tiba.

Sasha tampak berpikir. Kening cewek itu berkerut.

"Gimana, ya, Yan? Nggak enaknya tuh cuman karena satu sekolah sama lo," jawabnya membuat Adrian mencibir.

Adrian tersenyum sinis. "Terus, ngapain pindah ke sini?"

Sasha memalingkan wajahnya. Ia menghela napas sebentar, kemudian membasahi bibirnya. Seolah memberi jeda untuk menetralkan perasaannya saat ini.

"Gitu, deh. Nggak betah di Bandung. Lagian gue juga suka kangen gitu sama temen-temen SMP. Terus, pas mau kenaikan kelas, jadi pengen pindah, deh. Biarin, lah, tinggal sama Tante. Abis betahnya--"

"Bilang alesannya 'Adrian' aja susah banget," potong Adrian cepat sambil memutar bola matanya jengah.

Tak urung ia tertawa melihat cewek itu semakin memalingkan wajahnya dan tampak gelagapan mencari alasan lain.

"L--lo, katanya lagi deket sama Luna, ya? Apa kabar, tuh, anak?"

"Iya. Gitu, deh," jawab Adrian tampak kikuk.

Sasha tersenyum tipis. Ia mengikuti arah pandang Adrian ke anak-anak yang sedang bermain basket. Sesekali melihat sekeliling takut-takut tiba-tiba guru olahraga datang.

"Gue tau. Dari dulu, lo emang suka sama Luna."

Adrian menoleh. Mau tak mau Sasha harus terkekeh untuk menutupi kecanggungan yang tiba-tiba tercipta itu.

"Lagian kenapa dulu pake sok-sok ngejauh, sih? Kalo lo suka, kenapa nggak dari dulu aja nembaknya?"

Adrian menggeleng lemah. Jika ia boleh meminta, ia akan meminta pada Tuhan untuk melupakan Luna dan memilih Sasha. Cewek di sebelahnya ini bahkan lebih anggun dan dewasa dibanding Luna. Jujur, rasa kagum sejak pertama kali dekat dengan Sasha masih ada sampai detik ini. Sebagai cowok, tentu saja Adrian tahu gelagat cewek mana yang menyukainya. Masalahnya, hatinya masih belum berubah. Dan Adrian tidak ingin mengambil resiko menyakiti Sasha jika nantinya, tetap Luna.

"Keliatannya emang sederhana, Sha. Cuma gue yang tau titik rumitnya di mana."

*****


The Ex [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang