116. Beberapa menit sebelumnya.

Beginne am Anfang
                                    

"Sepertinya, cukup sampai disini..." Usai mengatakan itu, Martha dengan cepat melesat ke arah Peter, meninggalkan kedua wanita yang saat ini hanya bisa bengong melihat hal itu.

"Hei, apa yang kau lakukan? Kejar dia!"

Setelah beberapa detik, mereka akhirnya tersadar dari lamunannya. Mereka kemudian dengan sekuat tenaga mengejar wanita berambut pirang itu.

***

"A-ampuni kami, tolong..."

Disuatu tempat terlihat seorang pria dengan tombak emas di tangannya, menatap sekelilingnya dengan dingin.

Mayat dan darah, menghiasi gurun pasir, membuat siapapun yang melihat hal itu mungkin akan memuntahkan seluruh isi perutnya.

Tiga orang pemain berdiri dihadapan pria itu, menatapnya dengan nafas yang memburu.

"Hah... hah... dia sangat kuat." Gazel terlihat kelelahan, ia kini menggunakan tongkat sihir untuk menopang tubuhnya, berusaha agar tidak terjatuh.

"Walaupun kemampuannya terkuras setengah, tak kusangka dia masih bisa sekuat ini..." Dez disisi lain terlihat tersenyum pahit.

Ia kini menatap ke arah mayat-mayat yang segera berubah menjadi butiran pixel disekitarnya. Mereka semua adalah Anggota Guild Gladiator, yang dibantai habis-habisan oleh pria bertombak di hadapannya tersebut.

Sementara itu, di belakang pria itu Gyl dan anggota Guildnya hanya bisa terdiam menatap kejadian dihadapannya. Takut dan takjub, kedua perasaan itu kini mengakar di benak mereka, ketika melihat hampir seluruh anggota Guild Ranker yang menduduki peringkat 10 saat ini, dibantai oleh seorang pria tak dikenal seorang diri.

"Kau siapa? Dan mengapa kau begitu berani menyerang kami seorang diri!?" Goro disisi lain terlihat menyipitkan matanya. Seingatnya mereka tak pernah mencari masalah dengan guild lain, selain Darknez Horizon dan sekutunya.

"Pertanyaan yang sama, untuk kalian yang menghabisi nyawa seseorang hanya untuk ketenaran belaka." Pria itu mulai mengarahkan tombaknya ke arah ketiga lawan yang tersisa tersebut, bersiap untuk menyerang.

Pletak!

Namun sebelum ia sempat untuk melakukan hal itu, sebuah objek berkecepatan tinggi jatuh dari langit dan mengenai kepalanya, membuatnya tertanam ke dalam tanah.

"Hah.... entah sudah berapa kali kuperingatkan padamu untuk tidak bertindak gegabah, Kita harus menunggu Iren dan kapten kau tahu?" Seorang wanita berambut coklat bertopeng kini terlihat menginjak kepala pria itu, membuatnya kesulitan untuk mengeluarkan kepalanya.

Wanita itu kemudian mengalihkan pandangannya ke arah ketiga lawannya yang tersisa, sebelum ia secara tiba-tiba membelalakkan mata di balik topengnya.

"Siapa lagi gadis ini!?" Itulah yang ada di pikiran semua orang di tempat itu.

Mereka kini menaikkan kewaspadaan, dari yang terlihat wanita itu setidaknya lebih kuat dari pria bertombak sebelumnya.

"Hoh... Jadi itu sebabnya dia begitu marah sebelumnya." Suara wanita itu terdengar dingin bagaikan es.

Ia kemudian berjalan mendekat, sambil menatap Gazel dengan tatapan tajam. Bahkan jika tatapan bisa membunuh mungkin pria itu sudah terbunuh ratusan kali.

"Kalian tahu? Aku sebenarnya ingin menunggu kapten untuk melakukannya sendiri, tapi entah mengapa aku merasa muak melihat wajah kalian berdua." Aura hijau pekat terlihat menyelimuti tubuhnya.

Berbeda dengan sebelumnya, aura hijau itu kini bergejolak dengan hebat, membuat atmosfer di sekitar mereka secara tiba-tiba berubah, menampakkan kemarahan yang mendalam dari wanita berambut coklat itu.

Goro dan Gazel yang ditatap seperti itu kini mengeluarkan keringat dingin, mereka sungguh kebingungan. Keduanya sama sekali tak mengenal gadis itu, membuat mereka bertanya-tanya apa sebenarnya salah mereka.

"Kalian sudah membuat begitu banyak kesalahan dan masih belum menyadarinya? Cui! Orang-orang kaya seperti kalian membuatku muak."

Wanita berambut coklat itu terlihat meludah sejenak, sebelum beberapa sulur muncul di belakangnya, mengeluarkan duri-duri kayu raksasa.

Gazel dan Goro tentunya tak ingin mati tanpa perlawanan, walau ragu, mereka mulai mengangkat senjata, begitu pula dengan Dez yang hanya ikut-ikutan, walaupun juga merasa bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Gyl dan anggota Guildnya disisi lain tak tahu harus berbuat apa. mereka kini juga merasa gelisah, tak tahu kedua pemain misterius itu berpihak pada siapa.

"Jika ia berpihak pada kami syukurlah, tapi jika mereka hanya datang untuk membunuh..." Gyl hanya bisa menelan ludahnya.

Pemain kuat seperti mereka biasanya menyerang siapapun yang ada didekatnya untuk mendapatkan kill poin, mengingat mereka semua masih berada di area event.

Mereka sebelumnya telah melihat bagaimana kemampuan Peter, yang menghancurkan puluhan pemain berlevel 200 san hanya dalam satu sapuan tombaknya.

Hal itulah yang membuatnya dan anggota Guildnya merasa gelisah, memikirkan bagaimana jika nanti nanti mereka akan menjadi target selanjutnya.

Beberapa sulur kayu dengan cepat tumbuh dari tanah, mengikat ketiganya membuat mereka tak dapat bergerak.

"Apa ini!?"

"Benda ini menyerap manaku!?"

"Sial!"

Ketiga pemain itu kini terlihat mengumpat dalam-dalam, sebelumnya mereka hanya sempat mengumpulkan puluhan kill point dari membunuh anggota Lunar moon, dan beberapa party acak yang ikut dalam event ini.

"Sekarang, bersiaplah- huh? Apalagi ini?" Martha yang saat ini bersiap untuk menyiksa ketiganya menggunakan kayu-kayu itu, terhenti ketika menatap notifikasi sistem yang muncul dihadapannya.

Tak hanya ia, baik anggota Lunar moon maupun ketiga pemain itu juga mendapatkan notifikasi yang sama membuat mereka mengerutkan alis.

"Apa kapten memiliki masalah?" Peter yang akhirnya berhasil mengeluarkan kepalanya yang tertanam, kini mengerutkan alis ketika melihat notifikasi sistem itu.

"Ayo, kita harus segera kesana." Peter mulai mengajak Martha yang terlihat masih berdiri mematung di tempatnya.

"Hei, ada apa?" Peter segera memegangi bahu Martha yang kini mengigit bawah bibirnya.

"Ck, kali ini kalian bisa lolos, tapi di pertemuan kita berikutnya, akan kupastikan kalian tidak akan pernah bermain lagi." Martha mulai menatap Pria gemuk dihadapannya dengan tajam, pandangannya penuh dengan kebencian.

Sebelum semuanya sempat untuk bereaksi, duri-duri raksasa sebelumnya segera membuat lubang besar di area pusar ketiganya, membunuhnya seketika itu juga.

Semuanya terjadi begitu cepat, bahkan wajah ketiganya terlihat tak mengetahui apa yang membunuh mereka.

Menarik nafas dalam-dalam, wanita berambut cokelat itu segera memandang Peter yang segera mengangguk sebelum akhirnya keduanya terbang ke satu arah, meninggalkan pemain Lunar moon yang kini pandangannya sedang fokus dengan notifikasi sistem dihadapannya.

[Quest darurat!]

[Skenario terakhir telah dipicu secara paksa, Ramalan kebangkitan raja iblis kini berada di hadapan mata.]

[Quest : Segera hentikan ramalan tersebut dengan membunuh pemain Fang, lakukan sesegera mungkin sebelum semuanya terlambat.]

[Reward :???]

[Penalty : Penghapusan bagi seluruh server]

[Tingkatan misi : undefinied]

Alteia Land:The Fallen Hero's Revenge [End]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt