Chapter 1

19 2 0
                                    

Drap drap drap..

Kaki-kaki kecil mereka berlari kencang melewati semak-semak disamping tembok istana. Bocah laki-laki kecil tiba-tiba mengangkat tangannya.

"Berhenti!" Dia menoleh kebelakang.

"Ada kakak-kakak prajurit lewat! Kita harus berjalan pelan-pelan"

Kedua temannya yang mengikutinya di belakang mengangguk. Mereka mengendap-endap sambil berpegangan pada tembok istana.

"Mereka sedang apa?" Salah satu prajurit yang lewat berbisik kepada rekan disebelahnya.

"Udah biarin aja, anggap kamu tidak melihat mereka" bisiknya. Prajurit itu mengangguk dan terus berjalan sambil menghiraukan mereka.

Ketiga anak kecil itu terus berjalan pelan sambil berpegangan pada tembok. Sesekali bocah laki-laki yang memimpin didepan mengangkat tangannya untuk menghentikan langkah mereka dan menyuruh mereka merunduk.

"Techi, berapa lama kita harus melakukan ini?" Bocah kecil dibelakangnya melepaskan pegangannya dari tembok dan menepuk-nepuk tangannya untuk menghilangkan debu tembok.

"Putri! Kamu jangan melepaskan pegangan, nanti kita akan jatuh!" Bocah laki-laki yang bernama Techi itu menoleh kebelakang.

"Kita kan cuma berjalan di atas tanah, kalo gak pegangan kan kita juga gak bakal jatuh"

"Putri pelan kan suaramu, nanti mereka menyadari nya!" Kepala Techi menoleh ke segala arah.

"Cepat pegangan lagi! Kita hampir sampai!"

"Gak mau.. Aku lapar.. Aku ingin ke dapur" Kaki kecil itu mulai melangkah.

"Putri Yurina!" Techi sedikit mengeraskan suaranya. Matanya juga sedikit melotot. Yurina menoleh kearah Techi yang meneriakinya, kakinya tidak jadi ia langkahkan.

"Tapi aku lapar" Yurina merengut.

Fu fu fu...

Terdengar suara tawa kecil dari belakang Yurina. Yurina menoleh kebelakang. Anak kecil yang sejak tadi mengikuti mereka mengendap-endap tertawa kecil sambil menyembunyikan mulutnya dengan lengan baju. Tangan yang satunya masih berpegangan pada tembok.

"Aku sudah menduga hal ini akan terjadi" Bocah kecil itu mengangguk angguk sambil tersenyum bangga.

"Tadi sebelum kita menjelajah, aku sempat masuk ke dapur dan membawa kue untuk kita!" Bocah itu menepuk-nepuk tas kecil yang dia bawa di ikat pinggangnya. Mata Yurina membesar senang.

"Neru kamu memang yang terbaik!" Yurina langsung memeluk Neru sambil melompat-lompat.

"Putri kita harus melanjutkan perjalanan ini, lihat Techi, sepertinya dia marah"

Yurina menoleh kebelakang sambil melepaskan pelukannya dan berjalan kearah Techi yang sekarang sedang membuang muka. Tangannya masih berpegangan pada tembok. Yurina mendekat kan wajahnya.

"Kamu marah?"

"Nggak, aku sedang menyumpahimu agar kamu jatuh karena gak pegangan" Techi membuang muka kearah lain.

"Memangnya aku bisa jatuh?"

"Tentu saja! Kamu mau membuktikan nya? Nanti kakimu akan berdarah loh, setelah itu kamu gak bisa berjalan lagi karena jalan ini dipenuhi sihir" Techi menatap Yurina dengan tatapan menyeramkan. Yurina yang melihatnya bergidik.

"Aku gak mau berdarah!" Yurina kembali berpegangan tangan pada tembok.

"Bagus, kita lanjut menjelajah! Bentar lagi kita sampai!" Suara Techi kembali terdengar ceria.

Mereka melanjutkan penyusuran tembok. Tanpa mereka sadari, terdapat 3 pasang mata memperhatikan tingkah laku mereka dari bangunan tinggi istana.

"Dia persis sepertimu saat masih seumuran dengannya" Wanita itu tertawa kecil sambil menoleh kearah seseorang disampingnya. Orang itu membalas senyuman wanita itu dan memeluknya dari belakang.

"Dan kamu persis seperti anak kita saat masih seumuran dengannya.." Orang itu kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga wanita itu dan berbisik.

"..Keiko"

"Sudah berapa kali aku katakan jangan berbisik di telingaku" Keiko tertawa sambil menutup telinganya. Orang itu ikut tertawa dan melepaskan pelukannya. Tangannya mengambil tangan Keiko kemudian menggenggamnya. Dia kini bersebelahan dengan Keiko yang masih memandangi anaknya menyusuri tembok.

"Baiklah aku akan kembali berusaha menahannya" Orang itu mencium lembut punggung tangan istrinya.

"Baiklah aku tidak akan bosan mengingatkanmu" kata Keiko sambil menatap nya lembut.

"Ah iya!" Orang itu menoleh kebelakang, dia baru saja ingat kalau bukan cuma mereka berdua yang ada ditempat itu. Orang itu menoleh ke seorang pengawal yang saat ini sedang membelakangi mereka sambil menunduk. Lebih tepatnya menghormati privasi tuannya.

"Sebentar lagi Putri Yurina tidak bisa dipantau dari bangunan ini, pantau dia dari jauh, pastikan Putri tidak menyadari nya" Pengawal itu membalikkan badan dan menunduk.

"Baik Yang Mulia"

"Aku percayakan anakku padamu, Masaki"

...

"Kita sampai!!!" Techi melepaskan tangannya dari tembok dan berjalan ke sebuah pohon besar yang lebat. Neru berjalan mengikuti nya dibelakang.

"Hei! Apa sekarang sudah baik-baik saja kalau gak pegangan tembok?" Yurina menoleh ke Techi yang hampir sampai di pohon besar itu. Wajahnya masih terlihat khawatir.

"Tidak apa-apa Putri, sudah aman" Techi melambai-lambaikan tangannya.

Yurina menutup matanya dan melepaskan tangannya dari tembok istana. Kakinya dia langkahkan sekali. Tidak terjadi apa-apa. Yurina membuka matanya dan tersenyum senang. Dia senang karena sesuatu yang mengerikan tidak terjadi padanya. Yurina mengangkat mengangkat sedikit kimononya. Dia ingin berlari kearah pohon besar yang dituju Techi dan Neru.

"HEI KAMU!"

Yurina tidak jadi melangkahkan kakinya. Dia menoleh ke segala arah. Tidak ada orang, hanya ada dia dan Techi Neru yang sedang berada di pohon besar. Yurina bergidik ngeri, tanpa pikir panjang dia langsung berlari kearah pohon besar.

"Tolong jangan tinggalkan aku.."

The Tale of The Princess YurinaМесто, где живут истории. Откройте их для себя