Hal itu membuat wajah Lian menjadi galak. Ia menatap Fengyin tajam. "Jika ada kau, mengapa harus aku yang ambil?"

Ciri-ciri istri durjana. Untung saja Fengyin sayang, jadi ia mengambil gelas yang sebenarnya bisa di ambil Lian sendiri.

"Ini, minum yang banyak." Ia memberi air pada Lian, namun bukannya mengambil, Lian hanya menatap saja.

"Dasar tidak peka!" Lian menggerutu sembari bersedekap dada.

Fengyin tercengang. Tidak peka apanya?

"Sayang, ini airnya, ayo minum," ujar Fengyin melembut. Ia duduk di sebelah Lian dan menyodorkan air itu lagi.

Lian menggerutu, merampas air itu dan meneguknya hingga tandas, setelah itu tempatnya ia lempar ke dinding hingga menimbulkan suara. Fengyin terkejut mendengarnya.

"Tidak berguna jadi suami! Dasar tidak peka! Aku selingkuhi dengan Lin Yi, mampus kau!"

Fengyin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia tidak paham dengan maksud Lian yang marah-marah terus. Rasa kantuknya hilang sudah.

"Sayang ada apa? Kau minta air 'kan tadi, dan aku juga sudah memberinya. Mengapa sekarang kau malah marah-marah?" tanya Fengyin, di balas tamparan keras di kepala oleh Lian.

"Dasar bodoh! Seharusnya kau meminumkan air itu padaku, pakai tanganmu! Apa kau tidak tahu, jika aku sedang malas?!"

Fengyin memasang wajah polos. "Kan aku memang tidak tahu. kau juga tidak bilang jika ingin di bantu minum olehku."

"Itu karena kau tidak peka! Jadi manusia berguna dikit dong!"

Fengyin kena mental. Di tengah malam seperti ini, ia malah di marah-marah padahal ia tidak tahu apa-apa. Tadi di jambak hingga rambutnya rontok, kini di beri kalimat pedas.

"Baiklah aku salah, maafkan aku," pasrah Fengyin. Dari pada Lian marah padanya.

"No maaf-maaf klub," balasnya acuh.

Dari arah pintu, Niu dan Bibi Nuan datang dengan Tabib perempuan yang di suruh Fengyin. Di depan masih ada para prajurit serta dayang yang lain menunggu perintah Fengyin.

"Salam Yang Mulia." Ketiga wanita itu memberi hormat.

Lantas Fengyin berdiri dan memanggil Tabib. "Periksa Istriku," titahnya cepat. Ia masih khawatir karena Lian muntah tadi.

Tabib perempuan berumur setara Bibi Nuan itu mengangguk patuh. Ia mendekati Lian yang kembali membekap mulut di ranjang.

"Stop!" Lian memajukan tangannya ke depan, sedangkan sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk membekap mulut saat rasa mualnya kembali datang.

"Ada apa Sayang? Kau harus di periksa Tabib dulu. Aku takut kau kenapa-napa," ujar Fengyin, ia mengusap bahu Lian lembut.

Jia-Li menggeleng cepat saat Tabib perempuan di ikuti Nuan dan Niu mendekatinya.

"Ratu, biarkan hamba memeriksa keadaan-"

"Berhenti dan keluar lah! Aku mual melihat wajah--- huek...." Sial! Lian muntah lagi. Melihat wajah perempuan, mengundang gejolak yang ingin keluar dari dalam perutnya.

Lantas ia bergegas keluar Paviliun dan memuntahkan cairan bening lagi. Karena masih ada prajurit dan pelayan di depan, lantas mereka terkejut melihat keadaan sang Ratu yang sudah di hampiri Fengyin.

"Sayang, kau baik-baik saja?" Fengyin khawatir setengah pingsan. Ia memijat tengkuk Lian dengan pelan.

Lian mendengus. "Kau buta hah? Aku muntah berkali-kali seperti sekarang dan kau masih bertanya apa aku baik-baik saja? Tolol!" Fengyin kena semprot lagi.

Lian mendengus lagi. Ia mengambil tangan Fengyin dan ia gunakan untuk menyeka bibirnya. Fengyin pasrah saja, yang penting Lian tidak marah-marah.

Lian sebenarnya belum sadar dengan kehadiran puluhan orang-orang di hadapannya, lantas saat ia mendongak, matanya membulat sempurna saat melihat wajah perempuan dan juga para prajurit yang sudah berumur.

Perutnya seperti di aduk-aduk lagi dan kembali muntah. Matanya sudah berkaca-kaca karena merasa sakit di perut.

"Huaaa Bastard ...," rengek Lian, ia berbalik dan memeluk Fengyin, menyembunyikan wajahnya di dada bidang pria itu. "Aku mual melihat wajah perempuan dan juga pria jelek. Suruh mereka pergi hiks."

Fengyin tercengang. Mual melihat wajah perempuan dan laki-laki jelek? Apa yang terjadi?

"Sayang, ada apa?" Fengyin bertanya kembali.

Lian menggeleng. "Suruh mereka menjauh dariku. Aku mual melihat mereka," ujar Lian lagi.

Walaupun heran, Fengyin tetap mengikuti perintah Lian. Ia menyuruh mereka untuk bubar semua. Namun sebelum itu, ia sudah mengkode tabib perempuan itu untuk mengecek keadaan Lian lewat sihir saja.

"Bagaimana? Apa istriku baik-baik saja?" Fengyin mengirim telepati pada tabib perempuan yang berdiri di balik pilar. Sesuai perintah Fengyin karena Lian yang tidak mau melihat wajah perempuan.

Raut Tabib itu sangat terkejut dengan pancaran bahagia di mata. Ia ingin mengatakan sebuah kebenaran, namun suara Lian memotong ucapannya.

"Yang Mulia, Ratu tengah meng---"

"HUAA BASTARD, AKU INGIN MAKAN," rengek Lian keras.

Fengyin tersentak sesaat, ia menyuruh Tabib itu untuk pergi dulu dan berbicara nanti. Ia ingin mengurus Istrinya yang tengah mode aneh dulu.

"Kau lapar lagi? Padahal baru makan beberapa waktu yang lalu," ujar Fengyin, ia mengusap pelan surai Lian.

Lian mendengus marah. Ia memukul dada bidang Fengyin dengan keras.

"AKU BUKAN LAPAR MAKANAN! TAPI LAPAR PRIA TAMPAN! AYO BASTARD! BAWAKAN AKU PRIA TAMPAN AGAR RASA LAPARKU HILANG!"

Percayalah, pada saat itu juga, Fengyin ingin mengurum Lian di kolong tempat tidur. Ada dia gila? Mana mungkin pria tampan dapat menghilangkan rasa lapar? Pikir Fengyin jengah.

Apalagi tingkah Lian yang mual melihat wajah perempuan dan pria jelek, di tambah lapar ingin lihat pria tampan. Sungguh Wanita yang langka.

Bersambung.....

Pendek ya?
Hehe maaf gengss, Star lagi sbuk bngt, apalagi rmh rame sama keluarga yg jagain nenek sakit, makannya Star gk bisa fokus buat nulis (ribut banget sama suara anak kecil):)

Dan untuk part ini dan seterusnya, jangan heran ya kalau Lian ngidamnya aneh, karena Star udh atur hehe><

Next cevatt?
Yok tembusin komen 1 k sama Vote 1 k baru lanjut>< (sanggup gak)

Babay mau ngilang bareng Younghoon dulu 💆

The Bar-bar Queen (Tamat)Where stories live. Discover now