Valias memandang pemuda yang lebih tinggi darinya itu di mata. Memberikan janjinya.

Dia lebih muda dua tahun dariku. Tidak seharusnya dia menghadapi sesuatu yang berbahaya seperti orang itu sendirian.

Valias membiarkan Frey menenangkan dirinya. Dia tau apa yang dia katakan pasti memberikan dampak besar pada pemuda dua puluh dua tahun itu.

Frey terus mengamati Valias dengan mulut dan mata terbukanya.

"...Kau akan membantuku?"

Remaja di depannya itu mengangguk. Kemudian seulas senyum sederhana muncul.

"Semua orang butuh bantuan. Dan aku tidak punya alasan untuk tidak membantumu. Yang Mulia bisa tenang. Kita pasti bisa mengatasinya." Bahkan Valias pun harus mempersiapkan dirinya untuk berhadapan dengan orang berdarah dingin dan sudah terlalu kehilangan alasan untuk hidup itu.

"Ah."

"...Ada apa lagi?"

"Ya? Oh. Bukan apa-apa."

Valias hanya teringat jika dia memang akan ikut menemui tokoh utama di cerita itu berarti dia harus mengabari Hadden. "Saya harus memberitahu Tuan Count kalau saya tidak akan kembali hari ini."

Frey kembali mengamati Valias yang tampak begitu santai-santai saja setelah menjatuhkan batu-batu besar padanya. "Ha... caramu bolak-balik menggunakan saya dan aku itu membuatku gila." Dia menghela napas seraya menahan diri dari mengumpat. "Mage yang kuberikan pada Kediaman Bardev masih ada di sana. Kau bisa meminta mage istana untuk mengirim pesan pada mage itu."

"Oh... Oke."

Frey menunjukkan kerutan keningnya. Dia menghela napas lagi. "Kata-katamu sudah membuatku lelah. Ikut aku. Kita masuk saja."

Valias mengerjapkan matanya lalu kemudian mengikuti Frey.

Valias mengikuti sang putra mahkota memasuki sebuah pintu di salah satu sisi bangunan istana. Setiap orang yang berpapasan dengan mereka akan membungkukkan badan sebelum kembali melakukan aktivitas mereka. Valias mengamati Frey yang berdiri di sampingnya berjalan dengan begitu bersahaja tanpa sekalipun merendahkan kepalanya. Gerakan tubuhnya juga terlihat begitu teratur. Valias pikir, mungkin seperti inilah cara bersikap orang-orang yang memiliki kedudukan.

"Kakak. Ah! Ada Valias juga! Kenapa kakak tidak memberitahuku? Kakak ingin bermain dengan Valias sendirian? Aku juga mau! Valias! Ayo kita temui Kak Azna. Dia pasti senang bertemu denganmu!" Wistar Nardeen muncul dari balik tikungan lorong secara tiba-tiba tanpa diduganya. Tangan pangeran Hayden itu dalam waktu singkat sudah bergerak hendak menarik tangan Valias. Tapi suara Frey menahannya.

"Wistar. Ada yang harus kita bicarakan."

Wistar merasakan aura familiar dari kakak pertamanya. Dia langsung merubah ekspresinya.

"Baiklah. Apakah Valias akan ikut?" tanyanya.

Frey mengangguk. Melihat itu Wistar bergabung dan berjalan di samping Valias.

"Sejak kapan kau kesini?" Wistar kembali memberikan senyum jenaka.

"Belum lama," jawab Valias.

"Hm... Begitukah?"

Mereka memasuki sebuah ruangan luas dengan meja dan sofa di dalamnya. Frey menyuruh Valias duduk sebelum ikut duduk di sisi yang berbeda. Kali ini Wistar duduk bersama Valias.

"Jadi, ada apa?" Wistar menjadi yang pertama membuka mulutnya.

Frey memberi Valias tanda tapi Valias hanya diam memandangnya. Frey mengerutkan keningnya tapi akhirnya menyerah.

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Where stories live. Discover now