Satu

318 52 32
                                    

Di Tengah Hutan
|
Mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan.
|
Cerita ini hanya fiksi belaka.
Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.
[*****]

"Papiihh!" Nazmi menuruni tangga sambil menguap. Dia berjalan sempoyongan karena masih belum sadar sepenuhnya.

"Mam-" Gadis berambut ikal tersebut menghentikan langkahnya. Kembali menelan suaranya yang sudah di ujung tenggorokan.

"Si-siapa kalian?!" tanya Nazmi khawatir. Dia kaget saat melihat di ujung tangga sudah ada tujuh orang laki-laki berjajar rapi. Seakan siap untuk menyambut kedatangannya yang masih ileran.

"Nona Nazmi." Salah satu laki-laki maju selangkah, lalu membungkukkan badannya. "Perkenalkan, nama saya Malik. Saya bodyguard yang dipilih khusus oleh Tuan Sergio untuk melayani Nona." Dia tersenyum penuh pesona setelah menegakkan kepalanya.

Nazmi yang melihat itu merasa aneh. Seperti pernah melihat senyum kotak yang khas itu. Tanpa sadar tangannya mengelap sudut bibir yang terasa basah. Sisa-sisa mimpi indah sepertinya masih menempel di wajahnya.

"Maaf. Saya ralat." Seorang laki-laki bertubuh lebih tinggi melangkah dari sebelah kiri. "Mungkin maksud Malik, kami bertujuh adalah bodyguard yang dipilih secara khusus oleh Tuan Sergio untuk menjaga dan membantu Nona." Dia juga membungkukkan badannya.

"Tunggu-tunggu! Ma-maksudnya ... mulai sekarang aku dijagain bodyguard gitu?" tanya Nazmi tak percaya. Kejadian sepuluh tahun lalu terulang kembali.

"Iya," jawab bodyguard berbadan tinggi yang tadi. "Perkenalkan, nama saya Juni."

"Enggak. Ini gak mungkin." Nazmi menggelengkan kepalanya. "Mamih ke mana? Mamih sama Papih ke mana?!" tanya gadis itu berulang. Nazmi telah sadar sepenuhnya. Dia mengusap wajah kasar, berusaha mengambil kewarasannya.

"Nyonya Balqis dan Tuan Sergio sudah pulang pagi tadi." Kali ini bodyguard berbahu lebar yang menjawab.

Nazmi tak mau mendengar penjelasan lebih lama. Dia berjalan menuruni tangga dengan tergesa. Melewati ruang keluarga dan ruang makan. Ini pasti bohong. Mamih pasti ngumpet, nih.

Gadis berambut panjang itu mengikat rambutnya asal. Lalu mendorong pintu hitam besar yang ada di hadapannya.

Kosong? Tidak ada siapa-siapa di dalam kamar. Nazmi beralih ke kamar yang berada di dekat dapur. Tidak ada. Papih dan mamihnya benar-benar tidak ada di rumah.

"Nyonya dan Tuan sudah pulang jam tiga pagi, Non," bodyguard bermata sipit dan berkulit putih itu mengulang kembali apa yang diucapkan temannya.

Nazmi mengangguk pelan. Dia baru percaya setelah melihat halaman rumahnya kosong. Tak ada lagi mobil putih yang semalam masih terparkir di depan sana.

Mamih dan papihnya telah tega meninggalkan Nazmi di tengah hutan. Jauh dari keramaian dan kesenangan pusat kota. Ingin rasanya gadis itu menangis sejadi-jadinya. Tapi buru-buru sadar jika dirinya tidak hanya sendiri. Ada ketujuh bodygurad yang sedari tadi mengikuti di belakang.

Perempuan berkaus putih tersebut memundurkan tubuhnya. Lalu duduk di sofa putih ruang tamu. Ketujuh bodyguard mengikuti pergerakannya. Namun berakhir mematung di depan Nazmi. Mereka tidak berani jika harus duduk di dekat nona muda.

Nazmi mengambil HP dari saku celananya. Lalu menekan nomor sang papih di kontak telepon.

"Halo? Piihh, gimana sih kok ninggalin aku di sinii?!" rengek Nazmi seperti anak kecil. "Tega banget, ihh. Ini tuh hutan, Piihhh. Aku takuutt."

BODYGUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang