"Ya udah, pilihan ada ditangan lu. Tapi mau kasih kado apa? dalam rangka apa?"

"Aku mau kasih yang bermanfaat, yang bisa ia gunakan. Yaa, kenang- kenanganlah untuk perpisahan."

"Ahahaha, ayo kita pergi cari !" ucap Putri.

Sampailah mereka di sebuah toko dan langsung mata Ana tertuju pada sebuah buku seperti diary yang bewarna kecoklatan.

"Apa gua kasih buku diary aja ya?" Tanya Ana.

"Bagus juga, nanti biar dia bisa nulis semua kerinduannya terhadap lu, Ahahha." Jawab Putri.

"Benar juga ya. Balasnya sambil tertawa.

Percakapan konyol antar kedua sahabat tersebut, namun mungkin saja itu bakalan benar terjadi nanti. Akhirnya Ana memutuskan untuk membeli buku diary dan mereka kembali pulang.

Jam dinding menunjukan 12:30 am, pertanda sudah larut malam. Tiba- tiba telepon Ana berdering, ternyata ada panggilan masuk dari Ben, dan segera ia mengangkatnya.

"Hallo ..."

"Hallo Ana, kamu dah tidur ya?"

"Iya, aku hampir tertidur."

"Maaf yaa aku bangunin kamu malam- malam, soalnya aku baru pulang."

"Ngak apa- apa kok, ada apa Ben ?"

"Aku cuma mau bilang, besok pagi boleh datang ke rumahku?"

"Iya, bahkan setiap hari pun aku ke rumah mu." Jawab Ana.

"Aku tau, maksudnya datang untuk temui dan bicara denganku."

"Oke."

"Sekarang kamu lanjut tidur yaa, selamat malam Ana."

Telepon terputus

****

Pagi ini cuaca mendung sekali, angin bertiup sangat kencang hingga dinginnya sampai menusuk nadi. Tiba- tiba hujan turun dengan derasnya. Suasana hari ini tidak kalah menyedihkannya dengan suasana hati dua insan yang akan berpisah dihitungan jam. Ana, gadis itu duduk di teras rumah sambil menatap ke arah jendela kamar Ben, lelaki yang menemani hari- harinya selama beberapa minggu terakhir ini. Hingga tanpa ia sadari ia pun mulai melupakan tentang patah hati yang berbulan - bulan lamanya ia simpan. Saat hujan turun mulai reda, ia berjalan menuju rumah Ben dengan membawa hadiah buku diary yang kemaren malam ia beli, saat sudah sampai di depan pintu dan hendak melangkahkan kaki masuk rumah ternyata Ben sudah duduk di kursi tamu. Ben tersenyum saat melihat Ana datang, dan Ana pun membalas senyuman tersebut.

"Silakan masuk!" Ucap Ben.

Ana tersenyum lalu kemudian mendekat.

"Duduk Ana!" Ben mempersilakan ia untuk duduk di sebelahnya.

"Kamu tidak sekolah?" tanya Ana.

"Tidak! aku ambil libur untuk hari ini."

"Kenapa? Apa karena hari hujan kamu jadi malas?"

"Bukaaan, bajak aku nanti mau datang dan kami mau mendiskusikan hal penting." Jawab Ben.

Ben berbohong untuk alasan kenapa ia tidak masuk sekolah, padahal ia adalah murid yang rajin dan jarang sekali libur. Sebenarnya yang terjadi, ia libur bukan karena mau bertemu bajaknya, tetapi ia ngak mau melewatkan hari itu sia- sia, dimana nanti ia akan merasa sedih saat pulang sekolah jika tiba- tiba Ana sudah tidak ada dan mereka tidak mengucapkan salam perpisahan. Itulah yang dirasakan dan difikiran yang terlintas di benak lelaki muda yang saat ini baru berusia 15 tahun itu.

"Hhm gitu ya, ini hadiah mu." Kata Ana sambil memberikan sebuah buku diary yang tidak berbalut ketas kado sama sekali.

"Makasih ya, aku senang sekali. Aku juga punya sesuatu untuk mu." Dengan senyuman bahagia Ben menyodorkan sesuatu yang berbungkus plastik hitam kepada Ana.

"Ini apa? aku boleh buka?" tanya Ana penasaran.

"No, kamu buka kalau nanti udah pergi dari sini."

"Oke, Baiklah !" balas Ana.

Di kursi ruangan tamu itu mereka duduk berdua bersebelahan sambil bercerita, terlihat sangat bahagia dengan diiringi canda tawa yang tak kunjung henti, obrolan mereka semakin seru tanpa disadari hujan mulai reda. Tiba- tiba Ana mengeluarkan handphone dan meminta Ben untuk foto bersama sebagai kenang- kenangan. Waktu begitu terasa cepat berlalu bagi dua insan yang berbahagia tersebut. Suasana tawa tiba- tiba sejenak menjadi sepi, mereka terdiam kemudian saling bertatapan, tiba- tiba Ben mendekat dan memegang tangan Ana.

"Boleh aku cium keningmu ?" Tanya Ben sedikit gugup.

Dia seperti sedikit gemetaran dan Ana merasakan tangannya tiba- tiba dingin. Ana diam sejenak bingung harus menjawab apa, hatinya bertanya- tanya kenapa tiba- tiba ia seberani ini? Semenjak mengenal Ben, Ana merasakan Ben terlalu banyak berbeda dengan laki- laki yang pernah ia temui sebelumnya, perlakuannya sangat menyenangkan dan romantis, dia melakukan hal yang bukan dilakukan anak se usia dia, bisa dikatakan dia jauh lebih dewasa dari usianya, mulai dari cara berbicara, bersikap, tingkah laku dan cara Ben berfikir itu sudah cukup dewasa dari umurnya sekarang. Orangnya berkomitmen dan menepati janji, dan yang paling membuat Ana senang ada di dekatnya adalah dia sosok yang penyayang dan sopan.

Mereka masih saling bertatapan dan Ana diam seribu bahasa, kemudian Ben tersenyum dan tiba- tiba ia mengecup dengan lembut kening gadis mungil tersebut. Sungguh membuat gadis itu kaget dan jantungnya berdetak begitu kencang, tangan dingin dan wajahnya tiba- tiba memerah seperti ia juga menginginkan hal itu terjadi. Ben kemudian tersenyum, gadis itu sungguh tidak bisa membalas senyuman tersebut dan masih membeku, jantungnya semakin berdetak begitu kencang, karena senyuman Ben merupakan alasan pertama ia tertarik kepada lelaki tersebut, senyuman yang begitu indah saat ginsul dan lesung pipinya terlihat begitu menambah ketampanan wajah lelaki tersebut, dan siapa pun wanita yang melihatnya pasti akan jatuh cinta. Mereka menghabiskan waktu terakhir itu tanpa menyia- nyiakannya sedetik pun.

👸🏻👸🏻👸🏻

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 12, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Pindah Hati atau KeyakinanWhere stories live. Discover now