Rasa yang Lain

58 5 0
                                        

"Ya! Tunggu aku!" Teriak Hayoung sembari berlari mengejar Huta. Sementara Huta nampak acuh dan terus melangkah dengan cepat. Hayoung meraih tangan Huta dan menariknya.

"Kau mau pergi kemana?" Tanyanya, Huta tak menjawabnya ia melepas tangannya dari Hayoung dengan kasar, setelahnya ia pun pergi meninggalkan Hayoung. Baru saja Hayoung ingin mengejar Huta, tangannya ditarik oleh seorang pria. Hayoung menoleh ke arah orang tersebut dengan cepat.

"Donghan oppa?" Katanya, Huta yang mendengar nama Donghan pun langsung menghentikan langkahnya.

"Ikut aku!" Perintah Nam Donghan, ia menarik tangan Hayoung dengan kasar.

"Oppa sakit! Ada apa denganmu? Aku tak mau ikut denganmu! Lepaskan!" Teriak Hayoung, ia menarik tangannya dengan sekuat tenanga, tapi Nam Donghan justru menarik tangannya lebih kencang, sehingga menimbulkan ruam merah di pergelangan tangan Hayoung.

Huta yang berdiri tak jauh dari mereka mendengar rintihan Hayoung, yang membuatnya merasa tak tega untuk meninggalkan Hayoung. Bagaimanapun di dalam hatinya ia tak mau Hayoung disakiti oleh siapapun.

"Aish merepotkan." Ujar Huta, ia kemudian memutar tubuhnya dan melangkah mendekati Hayoung dan Donghan. Ia memegang tangan Donghan, mengangkat tangan itu, dan menyentak kan tangan itu dengan kasar. Huta menarik tangan Hayoung agar Hayoung berada di belakang tubuhnya.

"Ternyata ada lagi yang lebih pengecut di sini." Ujarnya datar. Tatapan mata keduanya beradu, kedua mata itu saling menyorotkan kemarahannya masing-masing. Hayoung menggenggam tangan Huta dan sedikit menggoyangkannya. Ia takut apa yang pernah diceritakan Sungjae akan terulang lagi.

"Urusan kita belum selesai Oh Hayoung." Katanya sambil melirik ke arah Hayoung, setelahnya ia pergi dari tempat itu.

"Ternyata kau perhatian juga padaku." Ujar Hayoung setelah melihat Nam Donghan pergi, ia tersenyum senang.

"Aku hanya tidak suka ada pria yang menyakiti wanita." Kata Huta sambil melepaskan tangan Hayoung dan memutar tubuhnya sehingga mereka berhadapan.

"Kau pasti lapar kan? Kau baru bangun setelah tertidur selama 3 hari." Tanya Hayoung tiba-tiba.

"Tidak."

Krucukk, seperti tidak setuju dengan jawaban Huta, perutnya mengeluarkan suara yang nyaring memberitahukan keadaan yang sebenarnya. Hayoung yang mendengarnya pun tertawa geli. Ia kemudian menarik tangan Huta menuju sebuah cafe yang tak jauh dari sana.

***

Mereka berdua duduk di sudut cafe dekat jendela. Suasana cafe sedikit ramai hari ini. Hampir semua bangku terisi penuh.

"Aku senang melihatmu sudah sadar kembali." Ujar Hayoung membuka obrolan, ia tersenyum memandang laki-laki yang ada di depannya.

"Aku bukan oppamu." Jawab Huta dingin, ia mengalihkan wajahnya ke arah lain.

"Aku tak peduli. Bagiku kalian sama. Sama-sama pria yang ku cintai." Kata Hayoung, ia kemudian menggenggam tangan Huta. Huta terdiam, ia bingung dengan apa yang ia rasakan sekarang. Ketika mendengar perkataan dari Hayoung hatinya terasa menghangat.

"Kau tau Peniel benar-benar menghawatirkan mu." Lanjutnya.

"Penghianat itu. Kalau ia benar-benar menghawatirkan ku, ia tak akan membantu si pengecut itu."

"Lee Minhyuk, namanya Lee Minhyuk." Potong Hayoung.

"Terserah siapapun namanya. Aku tak peduli!" Jawab Huta.

"Peniel hanya tak mau kau terus menerus menjadi bayangan." Huta yang mendengar penjelasan Hayoung kembali terdiam. Ia kembali mengingat kenangannya bersama Peniel. Peniel adalah satu-satunya temannya yang sudah ia anggap seperti kekuarganya, Peniel yang selalu ada ketika ia memerlukan bantuan.

Another Side of Me 🔚Where stories live. Discover now