Apakah dia takut padaku?

Hadden menyadari Valias yang menolehkan wajah tanpa ekspresi pada adiknya dan memutuskan untuk berbicara. "Mari kita berdoa."

Valias mengalihkan perhatiannya pada pria paruh baya di seberangnya. Pria itu sedang menoleh ke arah seorang anak laki-laki yang duduk di sebelah kirinya. "Danial."

Valias dalam diam mencatat nama itu di benaknya. Anak yang bernama Danial itu mengangguk kecil lalu menyatukan kedua tangannya.

"Aku Danial Bardev menyampaikan terimakasihku pada Dewa untuk makan malam dan kebersamaan yang diberkahkan kepada keluarga kami. Semoga kita senantiasa berada dalam kebahagiaan dan bisa terus berada dalam kebersamaan ini. Shem."

"Shem." Ketiga orang lainnya berucap kecil di saat yang bersamaan.

Valias tidak. Terdiam.

Dia menemukan dirinya berada di situasi canggung.

Ah, Tuhan kami berbeda.

Empat orang di depannya melihat Valias kikuk sebelum memutuskan untuk mengalihkan pandangan.

"Mari kita makan."

Valias mendengar itu lalu perlahan menyentuh alat makan di hadapannya.

Abimala, Valias, dengan ringan mulai menyantap makanan yang sudah disajikan untuknya. Dia bisa merasakan tatapan orang-orang di depannya tapi dia pura-pura tidak tahu.

"V- Valias."

Valias mengangkat wajahnya dan bertemu dengan mata orang di seberangnya. Beserta wanita yang Valias asumsikan sebagai pasangan menikah.

Hanya aku yang berambut merah di sini. Mungkin pemilik tubuh ini anak adopsi?

"Ya, Tuan."

Insting Valias memberitahunya untuk mengikuti gaya bicara orang tua tadi, Alister. Yang mengetuk pintu sembari mengatakan Tuan dan Nyonya

Keempat orang di hadapannya terlihat membeku dan kaku, tapi tidak terkejut.

Valias memiliki beberapa bayangan akan situasi yang ada di sekelilingnya. Tapi Valias akan memikirkannya nanti.

Sekarang dia ingin menghadapi situasi yang ada di hadapannya terlebih dahulu.

"Aku tidak akan campur tangan dengan hidupmu. Tapi– sebagai ayahmu, aku tidak bisa tidak khawatir padamu. Malam ini sudah bagus. Tapi, bisakah kau makan malam bersama kami lagi sekali-sekali di lain waktu?" tanya pria itu.

Valias mendengarkan suara lembut diiringi ragu itu dengan seksama.

Wanita yang ada sekitar lima meter di sisi kirinya turut angkat bicara setelah menyiapkan dirinya. "Ayahmu benar, Valias. Tidak apa jika kau tidak menyukaiku, Danial, dan Dina. Tapi tolong biarkan ayahmu melihat keadaanmu untuk meringankan beban hatinya."

Valias mengalihkan perhatiannya pada kedua tangannya yang masing-masing menggenggam sebuah pisau dan garpu. Mengiris potongan bistik yang masih banyak tersisa, bersiap membawa irisan daging itu ke mulutnya sebelum berbicara. "Aku mengerti."

Valias merasakan dua orang yang barusan bicara menghela napas lega. Sedangkan dua anak yang lain merilekskan bahu mereka.

Suasana ruangan menjadi sedikit lebih longgar—setelah dipenuhi oleh tekanan ketegangan canggung sebelumnya—dengan iringan suara peralatan makan yang terdengar.

Valias menimbang-nimbang sejenak sebelum memutuskan untuk membiarkan sedikit makanan dan minumannya tersisa. Mengelap mulutnya dengan serbet yang dari tadi terlipat di atas meja dan bangkit berdiri.

[HIATUS] Count Family's Young Master 백작가의 젊은 주인Where stories live. Discover now