Invisible #1

469 47 5
                                    

Chimon membuka matanya, merasakan tubuhnya begitu ringan saat berhasil menapakkan kaki ke lantai. Hawa dingin langung menyeruak menusuk tubuh ringkihnya, pakaian tipis dari rumah sakit nampaknya tidak begitu berguna untuk menyelamatkannya dari temperatur suhu.

Mengedarkan pandangan ke sekitar membuat dirinya yakin bahwa ia tidak lagi berada di dalam tubuh lemahnya. Ia pasti sudah mati, sungguh sia sia mati karena keegoisan sendiri.

Chimon mendengus lalu melangkahkan kakinya pelan. Ngomong ngomong, ia bukan bangun di atas tubuhnya, dia bangun di tempat yang berbeda dari tubuhnya berada. Ntahlah, mungkin permintaan terakhirnya tidak ingin melihat tubuh lemahnya membusuk.

"Eh.." kagetnya karena tertabrak tubuh seorang gadis, namun tidak berefek apapun pada gadis itu. Hanya tembus, tentu saja.

Sedang bersedih rupanya. Apa dia baru saja kehilangan keluarganya? Gadis malang, dia pasti sangat sedih sampai wajahnya begitu pucat.

"Astagaa berapa umurmu sekarang, mengapa terus menangis seperti kehilangan benda berharga saja"

Wahh wah, lihat siapa yang bicara, pria sebaya gadis itu mengatakan seolah kehilangan keluarga seperti kehilangan uang koin?! Kejam sekali dia tidak bisa melihat kondisi sedang tidak baik baik saja.

"MEMANG IYA, KAU PIKIR TIDAK SAKIT" Nahkan, kasian sekali gadis ini memiliki teman yang tidak berperasaan.

"Astagaa, sudah berapa kali di usiamu yang sekarang kau kehilangan sesuatu yang sama. Berhenti menangis ini bukan pertama kalinya!"

Bila bukan seorang hantu mungkin sekarang Chimon akan menampar mulut remaja itu. Dengan kejinya dia berkata hal hal menyakitkan.

"Apa kau tidak punya hati, kau tidak pernah berada di posisiku? Rasanya sangat sakit. Aku ingat terakhir kali di posisi ini seperti kesadaranku sudah akan hilang. Seharusnya kau meyemangatiku, bukan malah membentakku, huhuu"

Gadis itu menangis semankin kencang membuat Chimon merasa iba kepadanya. Kenapa masih mau berteman dengan orang keji sih, seperti tidak ada manusia lain saja.

"Ayolah Clare, dokter hanya mencabut gigimu bukan mencabut nyawamu. Jadi cukup bertingkah seperti hidupmu akan berakhir"

Tunggu, apa tadi katanya? Mencabut gigi? Yang benar saja, mencabut gigi sampai menangis tersedu seperti itu. Chimon pasti salah dengar, tidak mungkin hanya...

"Nomor 51, disilahkan untuk segera ke ruangan pemeriksaan"

Suara wanita dari arah pintu masuk menghentikan percakapan kedua remaja di samping Chimon, membuat gadis yang berada di sisi pria berwajah dingin itupun kembali merengek.

"Black temani aku pliss.." rengeknya sambil memeluk lengan temannya, sedangkan yang dipeluk malah mendorongnya dengan brutal.

Jadii, ini tadi adalah drama cabut gigi? Tidak ada keluarga yang meninggal atau kehilangan sesuatu yang lebih berharga daripada uang koin?

Astaga pantas saja daritadi pria itu emosi menanggapi gadis pucat tadi, siapa yang tidak emosi bila harus menemani gadis manja yang akan mencabut giginya. Huhh Chimon sekarang ada di pihak si pria.

Setelah beberapa menit ikut menunggu karena tidak tau akan kemana, pintu ruangan pemeriksaan tadi terbuka. Menampakkan sosok gadis yang sama dengan pipi sebelah kanan sedikit membesar karena sedang menggigit kapas.

"Sudah? Apakah nyawamu masih aman?" Sarkas pria yang sedari tadi menunggu bersama Chimon.

"Ini sakit" gadis itu menghentakkan kakinya, melangkah mendekati temannya lalu segera memeluknya.

"Aku ingin segera pulang dan makan ice cream. Kau janji akan mentraktirku setelah mencabut gigi kan" takanya manja masih memeluk tubuh sang pria.

"Hem, sekarang ayo pulang" mereka melepaskan pelukan lalu pergi berlalu dari sana.

Heih dasar remaja. Bisa bisanya mereka bersikap seperti itu di tempat ramai, seperti tidak ada tempat lain saja.

Setelah kedua manusia itu pergi kini Chimon tertinggal sendiri di tempat yang sama. Tidak sepenihnya sendiri sih, masih banyak ruh lain yang bergentayangan di sekitarnya, namun mereka seperti tidak menghiraukan Chimon jadi dia seperti seorang diri sekarang.

Chi kembali menjatuhkan dirinya di kursi tunggu depan ruang pemeriksaan, setelah ini ia tidak tau akan berbuat apa lagi. Bukannya ia sama saja seperti arwah penasaran lain yang tidak menemukan jalan kembali.

Kalau tau seperti ini, setidaknya ia akan menggukakan sisa waktunya untuk berbuat baik sedikit.

Dum..

Dentuman pintu yang cukup nyaring mampu memecah kesunyian sore rumah sakit. Tidak ada manusia sama sekali di lorong ini, jadi masuk akal jika suara kecil saja dapat terdengar jelas.

Seorang pria dengan jas putih di lenganya tampak keluar dari ruangan pemeriksaan.

Wajahnya terlihat lelah yang membuat auranya menarik perhatian beberapa roh untuk menghampirinya.

Chimon yang nelihat hal itu lantas menghampiri sang dokter mendekatkan dirinya dan langsung di berikan ruang oleh roh roh yang tadi mengerumuninya.

Entahlah Chimon juga tidak mengetahui alasan mereka tampak begitu segan sepada Chimon yang hitungannya adalah arwah baru disnini.

Semakin mendekat arwah 'baru' itu semakin merasakan luapan energi yang besarnya sama di sekitar dokter tadi.

Seperti mendapatkan hidangan mewah, Chimon segera menyedot energi dari si pria.

Brak..

Pintu kembali tertutup, kali ini Chimon merasa lebih kaget karena perhatiannya menyedot energi manusia terganggu.

Dokter itu tadi merebahkan dirinya di sofa. Ruangan ini tampak seperti ruang kerja sangat dokter lengkap dengan sofa nyaman untuk menerima pasien pasien yang datang.

Diatas meja kerja terdapat nama sang dokter "Nanon Korapat"

Pintu kembali terbuka, kali ini sosok manusia satu satunya itu keluar dari ruangan, Chimon yang sedaritadi hanya mengekor pria itu kembali mendekatinya, namun saat pintu ruangan tertutup Chimon ikut tertinggal di dalam ruangan.

Arwah itu sedikit panik dan mencoba untuk menembus pintu, namun lagi lagi usahanya gagal dan membuatnya tetap berada di ruangan itu. Sendirian.

Tanpa manusia dan tanpa arwah arwah lain, benar benar sendirian.

°•°•°

Haloo gaiss??

Gatau mau ngetik apa, ceritanya cuma iseng buat ginian udah bye...

INVISIBLE [NAMON]Where stories live. Discover now