22

8.7K 787 5
                                    

Lisa POV

"Mom! Apa yang kamu pikirkan? Kamu mengundang Jennie makan malam? Aku belum siap untuk ini mom!" Aku berbisik, benar-benar dalam kesusahan. Jennie tepat di belakangku tersenyum penuh semangat seperti anak kecil.

"Tenang Lisa. Apa yang kamu takutkan? Kami sangat senang untukmu." Ibuku menjawab.

"Aku tahu mom. Tapi aku juga sadar kamu dan daddy akan mengatakan hal-hal lucu tentangku. Aku tidak ingin Jennie mengejekku mom, aku bersumpah."

Ibuku terkekeh dan menepuk pundakku. Dia mencari kunci rumah kami di sakunya dan membuka kunci pintu utama. Setelah itu dia menoleh ke arah kami, secara khusus melirik ke arah Jennie.

"Aku akan menyiapkan makanan kita sebentar. Kalian berdua bisa naik ke atas, ke kamar Lisa." Ibuku bergumam dengan senyum penuh pengertian.

Aku mendecakkan lidahku, itu jelas bukan ide yang bagus.

Aku menghadap Jennie. "Kurasa kita menunggu di sofa saja mom, kan nini?"

Jennie terlihat bingung, dia menggelengkan kepalanya. "Aku ingin melihat kamarmu." Dia menjawab.

Ibuku tertawa yang membuatku menoleh ke arahnya, berbisik diam.

Aku menghela nafas dan meraih tangan Jennie. Aku tidak punya pilihan selain membiarkannya masuk ke kamarku.

Ngomong-ngomong, apa yang aku takutkan? Dia sudah bilang dia mencintaiku, kurasa itu sudah cukup. Dan omong-omong foto bayiku sangat lucu, dia akan semakin jatuh cinta.

Berhenti di depan pintuku, aku menghadapnya. "Nini, bisakah kamu memberiku waktu beberapa menit? Aku akan memeriksa kamarku." Aku dengan canggung bertanya padanya.

Dokter itu tersenyum dan mengangguk. Dia membawa kucing yang mengantuk itu ke dalam pelukannya. "Pergilah, aku akan menunggu." Jennie mulai menyikat bulu Leo membuat kucing itu mendengkur. Kucing ini pasti menikmati sentuhan pacarku. Pssst.

Saat aku melangkah ke dalam kamarku, aku segera mengumpulkan bungkus permen dan kaleng soda yang berserakan di mana-mana. Aku mengambil baju bekasku yang tergantung di kursiku.

Aku melirik rak dan menyadari bahwa itu sangat tidak teratur. Aku langsung menata buku-buku sainsku lalu berjalan kembali ke tempat tidurku untuk melipat selimut dengan rapi.

Sesaat aku berdiri di tengah kamarku, memikirkan apa lagi yang harus kulakukan. Ketika aku puas, aku menarik napas dalam-dalam dan berteriak agar Jennie mendengar bahwa dia sekarang bisa masuk.

"Kenapa lama sekali? Leo tertidur." Dia berkata. Berkaitan dengan kucing yang sekarang sedang tidur.

"Tidak ada. Kemarilah, turunkan dia." Aku menginstruksikannya.

Jennie membaringkan Leo di tempat tidur kucing kecilnya sebelum dia berdiri lagi untuk berkeliaran di sekitar kamarku. Dia mulai menatap foto-foto yang tergantung di dinding.

"Jadi kau benar-benar bisa dance ya?" goda jennie. Melihat piala dance ku itu mengingatkan kembali ketika aku masih di sekolah menengah. Bagaimana mungkin aku lupa menyembunyikan benda itu di suatu tempat di lemariku.

"Aku tidak menari, abaikan saja yang itu." Aku berkomentar, melompat ke tempat tidurku merentangkan kakiku dengan nyaman.

Dokter terus memeriksa setiap barang di sekitar kamarku, termasuk album foto bayiku yang aku tidak tahu ada sampai sekarang.

"Nini sebesar aku mencintaimu, aku takut aku akan membencimu jika kau membuka album itu." Aku mengancamnya.

Jennie rupanya menemukan albumku. "Kau akan membenciku? Benarkah? Kurasa tidak." Jawab dokter itu sambil menyeringai dan memberanikan diri untuk membuka album tersebut.

DOCTORS [JENLISA]Where stories live. Discover now