"Udah, bentar lagi ambulan datang." Jawab salah satu pria yang tadi mengangkat Almara.

"Kak, bertahan, ya? Gak lama lagi ambulannya datang." Ucap wanita tersebut sambil menatap Almara.

Almara diam tidak mampu menjawab. Mulutnya seakan telah diberi lem sehingga menyulitkannya untuk sekedar mengucapkan terima kasih. Namun kejadian tadi membuatnya berusaha membuka mulut.

"Kakek.."

"Apa, kak?" Wanita itu mendekatkan telinganya ke mulut Almara karena suara Almara tidak begitu jelas.

"Kakek sama nenek tadi.. gimana.. keadaannya?" Tanya Almara pelan namun masih terdengar di telinga wanita tersebut.

"Mereka baik-baik aja, kak. Jangan ngomong dulu, kak. Takutnya nanti kakak tambah sakit."

Almara tersenyum tipis. Setidaknya pengorbanan yang dilakukannya tidak sia-sia. Dia tidak bisa membayangkan jika kakek dan nenek tadi tertabrak truk.

Tidak lama kemudian terdengar mobil ambulan. Almara masih mempertahankan kesadarannya sampai dia kini sudah berada di dalam mobil ambulan.

Di dalam ambulan, Almara dipakaikan alat oksigen pernapasan. Dia masih bisa melihat 2 perawat laki-laki dan perempuan yang sibuk memeriksa keadaannya.

"Jangan pingsan, kak." Ucap perawat perempuan itu yang masih terdengar jelas di telinga Almara.

Memakan waktu kurang lebih 10 menit, kini mereka sampai di rumah sakit. 2 perawat itu segera mendorong ranjang darurat ke dalam rumah sakit menuju ruang UGD.

"Siapkan semuanya."

Almara tertegun saat mendengar suara yang familiar di telinganya. Dia sudah berada di ruang UGD dan para perawat perempuan memakaikan banyak alat di tubuhnya.

Seorang dokter yang memakai masker menatap wajah Almara, begitu juga sebaliknya. Mereka terkejut secara bersamaan. Mata dokter itu menyiratkan banyak kekhawatiran dan mata Almara menyiratkan banyak kebingungan.

Seorang perawat menyuntikkan bius ke lengan Almara. Mata Almara melemah dan hampir tertutup rapat. Setetes air mata keluar bersamaan dengan matanya yang tertutup rapat.

***

"Kak, bangun dong."

"Maafin Damar karena sering pesta di rumah. Damar janji gak akan gitu lagi. Udah 2 hari loh kakak gak bangun. Masa kakak mau ninggalin Damar lagi?"

Almara berusaha mati-matian menahan senyumnya. Dia sebenarnya sudah sadar sejak 5 menit yang lalu. Tapi dia tidak membuka matanya karena ingin mendengar Damar yang menangis memintanya untuk bangun.

"Selamat siang."

Almara langsung membuka matanya saat mendengar suara seorang pria. Dia beranjak duduk dan memperhatian dokter tersebut. Tapi sedetik kemudian bahunya merosot.

Semua orang terkejut memperhatikan Almara yang baru sadar tapi sudah beranjak duduk.

Sadar semua mata menatapnya, Almara langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal kemudian kembali berbaring.

"Kakak udah sadar?!" Pekik Damar sambil menggenggam erat tangan Almara.

"Hm." Jawab Almara singkat karena seperti sedang main film. Sudah tahu jika dirinya bangun tapi masih ditanya.

Dokter pria tersebut mulai memeriksa kembali keadaan Almara.

"Mainan kakak mana?" Celetuk Almara tiba-tiba sambil menatap Damar.

"Mainan apa?" Tanya Damar sambil mengerutkan dahinya.

Almara ikut mengerutkan dahinya kemudian menggelengkan kepalanya. Entah kenapa pertanyaan itu tiba-tiba muncul di pikirannya dan mulutnya refleks bertanya.

Pengantin Untuk Hantu ✅Where stories live. Discover now