I'm Lika or Al!

72 5 2
                                    

Call me Lik, Lika or Al!
If you don't do it, I assure your life would be miserable. Thank you!

—————

Seragam putih abu menjadi andalanku setiap pagi di hari senin dan selasa. Namun, oh tidak! Dimana seragam itu berada? Jarum jam menunjukan tepat antara angka enam dan tujuh. Kebiasaan burukku yang tidak gesit membuat seluruh anggota keluargaku geram.

"Non Alika, Ini seragamnya."

Oh iya, hai! Kenalin namaku Alika.

"Iya mbok," sahutku mendengar panggilan mbok Inong dari balik pintu.

Mungkin karena keberadaan mbok Inong yang selalu mengurus semua keperluanku sedari kecil, membuatku merasa like a princess in the castle dan pastinya belum bisa mandiri, kecuali kalau mandi pasti sendiri. Hehe.

Orang tuaku tidak mempermasalahkan hal itu, entahlah. Selama hampir delapan belas tahun hidupku, aku rasa all must be perfect without defects. Aku bersyukur memiliki keluarga yang sangat hangat, selalu support satu sama lain, absolutely saling menyayangi. Apalagi dengan panggilan,

"Lik!"

Panggilan kesayangan orang rumah kepadaku. Mungkin kalau "Lika" dirasa aneh, apalagi kalau disatuin dengan kalimat "Liku kehidupan", wahhh parahnya tujuh turunan deh.

"Lik! Cepat sarapan dulu, nanti telat datang ke sekolah lho." Ketika mendengar teriakan itu, aku bergegas turun karena kamarku berada di lantai dua.

Teriakan itu berasal dari Nyonya Ami Dianty, perempuan yang hobinya mengomel kalau aku masih berkostum piyama di hari minggu siang. Suaranya juga seperti toa masjid samping rumah, tapi aku sayang dia pakai banget deh biar percaya.

Langkahku menuju ruang makan yang terletak tepat di samping kolam renang.

"Sayang, jangan lupa minum vitaminnya biar kamu semangat cari jodohnya, pufttt puftt."

Nah ini Tuan Adhitama Samudra, seorang CEO dari Adhitama Farma Grup, juga lelaki paling romantis sampai mama saja cemburu sama panggilan anaknya sendiri, lucu memang!

"Ish papa! Apaan sih, orang Lika ngga ganjen. Cowoknya aja yang suka ngejar Lika sampe lagi belajar aja dia nekat ngesot ke kolong meja biar enggak ketahuan guru, hahaha." Aku tertawa lepas melanjutkan guyonanku.
Dan setelah guyonan sejenak itu, pasti akan...

"Sudah, sudah. Tuh lihat jam, nanti kamu berdiri depan tiang bendera, lho!" sambar mamaku.

Ini hari ke-799 masuk sekolah, tidak ada yang berubah, semuanya masih sama seperti 798 hari sebelumnya. Ah rasanya udah mau lulus aja.

"Yaudin ma, Lika berangkat ya... Bye!" Aku bergerak cepat sambil menarik tas branded yang tersampir di sandaran kursi.

"Loh kebiasan, sebelum berangkat cium tangan papa mama dulu dong sayangggg" geram mama.

Aku memutar balikan langkahku, lalu menghampiri keduanya sambil menampakan deretan gigi kecilku.

Ketika hendak menyalami tangan mama, seseorang dari arah tangga memanggilku.

"Likkk, lu harus belajar yang bener biar lolos seleksi SNMPTN!" Sedetik kemudian roman muka malasku menyergap. Begitulah abangku, Abrisam Riady Samudra, seorang ambisius yang sangat berbanding 180° dariku.

"Iya, iya bawel! Tenang aja, walupun gue malas, tapi tiap tahun peringkat satu terus, huh!" Aku menghembuskan napas pelan di akhir kalimatku, langkahku gontay menuju mobil.

Kakiku terhenti kala dering ponsel membuat getaran kecil di saku rok bagian kanan. Aku bersicepat merogoh ponsel dan mengecek layar yang memperlihatkan nama Tami. Setelah itu aku menggeser panel hijau.

"Allllll!" Pekikan Tami membuatku menjauhkan ponsel dari telinga. Beruntung sekali si telinga masih nyaman menempel di kepalaku.

'Al' panggilan akrab teman-teman kepadaku.

"Ada apa sih? Berisik tau masih pagi nih," kesalku.

"Lo cepetan deh ke sekolah, ada berita baru di mading."

Sedetik setelahnya, ku buka pintu mobil dan masuk dengan perasaan ingin tahu yang menggebu-gebu. Aku hafal jika sahabatku sudah seperti ini, pasti akan ada hal yang membuatku menganga.

"Pak, ngebut yaa."

Walaupun perasaan ingin tahu menghantuiku, akan tetapi aku masih bisa fokus menghadap monitor laptop. Oh iya, sehabis duduk tadi, aku mengambil MacBook yang tersimpan di tas.

Ku buka e-book dan memahami setiap barisnya. Sangat rajin bukan? Ya, seperti inilah diriku sebenarnya. Tidak ada yang tahu sekalipun orang tuaku, kecuali bapak supir yang sejak TK selalu mengantarku ke sekolah. Aku terkenal sebagai anak, adik, murid, teman bahkan ketua geng yang memiliki sifat malas akut. Karena sejak kecil tidak suka jika terlihat rajin belajar apalagi sampai dihujani pujian.

Terlihat ambis, namun tidak seambis abangku.

Karena prinsip hidupku "Haha hihi in public, ngambis in private."

—————

Nah bab 1 meluncur nih....
Gimana? Bingung bacanya? Kalo bingung, bayangin aja ceritanya berjalan sambil dia memperkenalkan anggota keluarganya.

Okee deh happy reading eperibadeh!

Semoga kalian suka sama ceritanya andddd

I hope you always stay and wait for next chapter of my boring story wkwk.

Feel free buat ngasih saran dan kritikan nya yaaa. I need your responses wisely. Axactly, vote n comment yaa 😄










You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 27, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ALIKAWhere stories live. Discover now