"Waktu itu, saat sadar, (Y/n)-chan tidak bisa mengenali bibi Akita. Kau tau? Itu juga melukai hatiku. Aku memang belum mempunyai anak, tapi entah kenapa, aku bisa merasakan bertapa sakitnya hati bibi Akita." Fukube memejamkan matanya erat, sejenak menahan nafas untuk menetralkan perasaan aneh dalam hatinya.

"Membayangkan orang yang sangat kau sayangi, melupakanmu begitu saja, bisa kau rasakan?"

Pertanyaan Fukube membuat Oreki termenung, ia pun menundukkan kepalanya lemas. Melupakan. Saat dimana orang yang kau sayangi melupakanmu, bukankah itu menyakitkan? Bagaimana bisa ada orang yang tahan terhadap situasi seperti itu? Ibunya (Y/n) benar-benar kuat.

"Walau begitu, itu sudah bertahun-tahun, kan? Ibunya Shimizu-san pasti bisa menjalin hubungan lagi walau Shimizu-san tidak mengingatnya."

Fukube menoleh, mengernyitkan alisnya sedikit. Ah, kenapa ini sedikit membingungkan, ya? "Iya, tentu saja. Tapi jika kau melihat secara langsung." ia memberi jeda, merubah posisinya menjadi bersandar. "Ada suatu dinding pembatas tak kasat mata yang menjadi jarak diantara hubungan mereka."

"Entahlah, aku merasa, sampai saat kemarin pun, (Y/n)-chan masih memberi jarak antara dia dan ibunya. Meskipun begitu, aku yakin bibi Akita dapat merubah pikiran (Y/n)-chan sesedikit apapun."

Fukube mengulas senyum kecil diantara ceritanya, tanpa sadar diperhatikan oleh sepasang manik hijau gelap itu. Kenapa, ya? Oreki tidak nyaman. Rasanya, seperti dia tertinggal begitu jauh.

Sebenarnya sedekat apa Fukube dan (Y/n) itu?

"Dan lalu, (Y/n)-chan juga tetap mengingatku, itu lah yang bisa menyimpulkan ingatannya hanya hilang sebagian." Fukube menegakkan tubuhnya seraya meregangkan otot leher, entah karena apa hari ini sedikit melelahkan, senyum terpatri di bibirnya.

Oreki hanya bisa melihat dalam diam, Fukube yang begitu santai menghadapi semua ini. Lalu, tanpa sadar, sebuah kalimat yang terpikirkan dalam benaknya keluar begitu saja. "Kau sepenting itu bagi Shimizu-san, ya?"

Pertanyaan itu membuat Fukube terkesiap, lantas menatap temannya dengan mata yang melebar singkat. Setelah itu ia tertawa kecil, menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Entahlah, mungkin hanya karena kita sudah berteman dari sejak kecil?"

Fukube memang tertawa, tapi kenapa, rasanya sakit, ya?

Laki-laki itu sedikit terperanjat, dering ponsel pada saku celana membuat ia terkejut. Segera di raih benda pipih itu dan ditatap layarnya, seketika berdecak malas. Fukube melirik Oreki sejenak, terkekeh pelan. "Aku pergi dulu ya, ayah menelpon."

Perginya Fukube yang menjadi lawan bicara membuat keheningan hadir menemaninya. Oreki menyandarkan punggung, lantas termenung seorang diri. Ternyata, tanpa sadar Oreki ingin mengetahui semua tentang gadis itu.

"(Y/n)-chan pernah tenggelam saat umurnya 8 tahun, saat itu pantai sepi sehingga tak ada yang menolongnya. Pada akhirnya ada yang menolong (Y/n)-chan walau terlambat, dia sudah tidak sadarkan diri dan segera di bawa ke rumah sakit."

"Setelah beberapa kejadian di rumah sakit, dokter menyimpulkan (Y/n)-chan terkena trauma. Saat dia tenggelam di usia itu, mentalnya terguncang hebat hingga menimbulkan trauma parah, bahkan sampai merusak jaringan sel otaknya, yang berakibat pada hilangnya sebagian ingatan (Y/n)-chan."

Cerita Akita berputar dalam otaknya dengan berlandaskan ingatan suara. Jari telunjuk Oreki menekan pelipisnya, kepalanya sedikit pusing. Sejak pagi dia belum mengistirahatkan tubuhnya, tidur apalagi, padahal jam segini seharusnya Oreki sudah tidur berkali-kali.

Oreki kembali mengingat pembicaraannya dengan Fukube. Ternyata Fukube begitu penting bagi (Y/n), bahkan gadis itu tak melupakan Fukube meskipun orang tuanya sendiri tidak dia ingat. Dipikir-pikir durhaka juga tuh anak.

Waiting for You || Hyouka (OrekixReaders) [✔]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu