Dylan dan Chloe membuang napas berat bersamaan. Melihat reaksi kedua remaja itu, Davis terkekeh. "Untuk mencarinya, kau harus pergi ke kantor pusat kependudukan dan pencatatan sipil di Washington DC, sedangkan kita semua tahu kalau kota itu kolaps akibat serangan nuklir. Segala akses ke kota itu ditutup," jawab Davis.
"Pergi ke zona hitam bukan pilihan yang bisa kita pertimbangkan," keluh Dylan lagi.
"Tapi kami, para tentara, akan berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan penyintas yang ada di luar sana," tegas Davis. "Aku akan memberitahu kalian jika kami menemukan penyintas dengan marga Ryouta. Katakan saja bagaimana rupanya."
"Pertama, kulitnya pucat—"
"Tunggu!" Davis menginterupsi ucapan Chloe, meletakkan sedok dan garpunya di atas nampan, kemudian mengeluarkan catatan kecil dan pulpen dari saku rompi anti pelurunya. "Aku akan mencatatnya."
"Asia. Kulit pucat, mata sipit, garis rahang yang tegas, tingginya mungkin seratus delapan puluh sentimeter." Chloe melanjutkan perkataannya.
"Ah, pemuda yang sangat tinggi untuk ukuran orang asia." Davis mengangguk beberapa kali sambil menorehkan tinta di atas kertas.
"Rambut hitam berponi acak, iris cokelat tua, lesung pipi di kedua sisi," ujar Chloe lagi.
"Dan ketika dia berbicara denganmu, jangan terlalu diambil hati, bersarkasme adalah hobinya," celetuk Dylan.
"Noted." Davis menutup catatan kecilnya, kemudian menyimpan benda itu ke tempat semula. "Aku akan mengabari kalian nanti."
Mendengarnya, Chloe menyunggingkan senyum dan mengangguk. Keheningan lagi-lagi meliputi ketiganya. Tiba-tiba saja, atensi Dylan tertuju pada puding cokelat dalam kemasan yang ada di nampan makan malam milik Davis.
"Dari mana kau mendapat puding cokelat itu?" tanya Dylan tiba-tiba.
Davis mengernyit heran. "Petugas kafetaria di sana yang memberiku puding ini."
"Wait. That's not fair! Kami tidak mendapatkan puding itu ketika mengambil makan malam!" cicit Dylan.
"Kau tinggal minta saja ke petugas yang berdiam diri di prasmanan." Davis mengambil kemasan puding di nampan makan malamnya, kemudian memberikannya pada Dylan. "Atau kau boleh makan punyaku, kalau kau mau."
"Tidak perlu repot-repot!" sanggah Chloe. Gadis itu beranjak dari posisinya sekarang. "Aku akan pergi ke prasmanan di sebelah sana dan mengambilnya sendiri. Tiba-tiba saja, aku juga ingin puding cokelat."
"I'm coming with you!" ucap Dylan. Namun, sebelum pemuda itu beranjak, dengan cepat Chloe mencegahnya.
"It's okay. Aku akan sekalian mengambilkannya untukmu," respons gadis berambut merah itu.
Chloe berjalan cepat menuju meja prasmanan di salah satu sisi ruangan, melewati kerumunan orang-orang yang berdiri dan berlalu-lalang di sekitar meja makan. Sekitar sepuluh meter dari lokasi puding cokelat itu berada, tubuhnya menabrak seseorang yang lebih besar darinya.
"Excuse me," ucap gadis itu cepat tanpa mendongak. Tidak ingin membuat Dylan menunggu lebih lama, Chloe berjalan cepat menuju meja prasmanan.
Sosok yang baru saja ditabrak oleh Chloe berhenti berjalan dan menaruh atensi penuh pada gadis itu. Meskipun memiliki ribuan tanda tanya besar di benaknya, ia lebih memilih untuk undur diri dan pergi tidur. Dirinya kembali melanjutkan perjalanan menuju kamarnya di lantai empat.
"I think I know her ...," gumamnya, "oh, tidak. Itu tidak mungkin Chloe, 'kan?"
Dukung Avenir: Redemption dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟
22 Juli 2021
*****
Yuk tebak-tebakan! Kira-kira siapa orang yang ditabrak Chloe?🤔
Sengaja double update soalnya dua part ini agak pendek. Sampai jumpa minggu depan!❤️
YOU ARE READING
Avenir: Redemption [HIATUS]
Science Fiction[SEKUEL DARI AVENIR] Segalanya belum berakhir, meskipun pengorbanan telah dilakukan. Mereka bisa berlari, tetapi tak bisa bersembunyi selamanya dari takdir. Dylan dan Chloe harus kembali berjuang untuk menyelamatkan umat manusia. Kali ini, keduanya...
2-10 | The Quest [Part 1]
Start from the beginning