"Laura, sudah kukatakan berapa kali, jangan pernah memanggilku dengan nama itu!" Theodore hampir saja tersulut amarah jika saja ia tidak melihat wajah penuh penyesalan Laura yang membuat hatinya luluh seketika. Ia menyugar rambutnya dengan mata yang sejenak terpejam. "Maaf, aku tidak bermaksud membentakmu. Aku sangat lelah dan sedang tidak ingin membahas ini." Ia meletakkan kulit pisang di atas meja begitu saja lalu beralih dari hadapan Laura. "Sebaiknya aku mandi sekarang."

Seharusnya Theodore tidak membentak Laura sore itu. Meskipun ia masih bisa melihat wajah penuh senyum istrinya ketika merawat putri semata wayangnya, Theodore sama sekali tidak pernah berpikir akan tiba hari di mana ia akan merasakan ketakutan serta kecemasan selama ia hidup bersama Laura.

Ia mendapatkan pesan suara dari telepon rumahnya sepuluh menit yang lalu. Waktu yang terasa sangat tertekan ketika salah seorang polisi memberitahunya bahwa mereka menemukan mobil Chevrolet merah milik Laura di pinggir jalan lintas Taman Nasional Mole. Parahnya, Laura tidak ada di sana. Tidak ada di mana pun selain bayinya yang ditinggal sendirian di dalam jok belakang. Menangis dan kepanasan.

Theodore berusaha menghubungi ponsel Laura, tetapi yang ia dapatkan hanya jawaban dari operator telekomunikasi. Nomornya tidak bisa dihubungi sama sekali. Meski dengan kekhawatiran yang merongrong, Theodore dengan cepat menyalakan mesin mobil jeepnya untuk pergi ke kantor polisi Accra.

Laura menghilang secara misterius dan ini tentu menjadi sesuatu yang membuat pikirannya kacau. Perdebatan sore itu hanyalah sebuah pembahasan kecil, yang bahkan tidak lebih besar dari hari-hari sebelumnya. Laura adalah sosok wanita yang sangat menghargai orang lain, tidak peduli dari mana mereka berasal dan dari kalangan mana. Theodore sangat tahu kalau Laura sangat tidak setuju dengan sifat penuh prasangka dirinya yang terkadang justru membuat situasi semakin memburuk. Ia hanya bersikap waspada. Dan baginya, itu adalah hal yang sangat wajar mengingat apa yang pernah terjadi pada Laura sebelas tahun yang lalu.

Sepanjang perjalanan menuju kantor polisi, Theodore menghabiskan dua batang rokok demi membuat pikirannya sedikit tenang. Hari sudah gelap dalam seperempat jarak hampir sampai. Ia mempercepat laju kendaraan sementara wajah istrinya terus-terusan berkelebat di dalam kepala. Ia pernah merasa sangat beruntung bisa memiliki wanita yang gemar tersenyum juga pintar menghibur. Rambut kecokelatan lurus Laura selalu menjadi daya tarik yang berbeda, membingkai wajah manisnya yang meskipun terkadang membuat Theodore lupa bahwa ia harus rutin memperhatikan warna rambut wanita itu. Sejatinya, Laura memiliki warna rambut pirang yang lama kelamaan bakal terlihat bila warna semir rambutnya memudar. Theodore tidak pernah memberi tahu Laura alasan sebenarnya mengapa ia sangat tidak menyukai warna rambut pirang istrinya sebab itu dapat membuat hatinya risau.

Maka Laura sudah sangat membiasakan diri untuk bisa membuat Norbert tidak kecewa. Hal itulah yang berlangsung selama beberapa tahun kebersamaan mereka.

***

Theodore berusaha untuk tidak panik saat memasuki kantor polisi Accra. Ia bertanya pada salah satu staf di bagian informasi mengenai tujuan kedatangannya hingga ia dituntun ke sebuah ruangan berwarna putih dengan cat yang mengelupas di beberapa sisi. Terdapat tiga orang pria berkulit hitam berseragam polisi yang memandanginya secara serentak. Theodore sampai tak sanggup berkata-kata bahkan untuk sekadar mengucapkan selamat malam.

Hal pertama yang ia cari adalah Leoneree, tetapi ia tidak menemukan putrinya di ruangan tersebut.

Salah seorang pria bertubuh jangkung yang baru saja meletakkan gagang telepon melihat dan menyapanya terlebih dahulu. "Norbert Chaddrick?" tanyanya.

Theodore mengangguk lalu menjawab, "Benar. Aku Norbert Chaddrick." Ia menyambut jabatan tangan polisi jangkung tersebut dengan tangan yang sedikit gemetar dan lembab.

Under The MirageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang