Sultan (Mitchelo)

591 66 3
                                    

"Lo yakin Di, mau kelompokan sama dia? Udahlah sama kita aja bertiga nanti gue bilangin ke Pak Adam" Fany berbisik dengan suara pelan sebab aku mendapat teman sekelompok yang terlampau anti sosial di kelas saat pembagian kelompok secara acak. 

Anti sosial dalam arti yang sesungguhnya, kerjanya hanya tidur. 

Banyak juga yang bergosip tentang Mitchelo. Anak bermata sipit dengan kulit seputih susu itu bahkan sering digosipkan sebagai anak dari keluarga yang bekekurangan karena sering sekali dipanggil oleh bagian administrasi. 

"Jangan ah, gak apa-apa lo berdua aja sama Hansel, ntar Pak Adam ngomel lagi" Aku tidak masalah mau satu kelompok dengan siapa saja. Lebih ke pasrah, sih, tepatnya. Sudah terlalu sering mengerjakan tugas sendiri. Tidak mungkin juga aku menerima tawaran temanku karena jumlah mahasiswa di kelas genap, yang ada aku dimarahi. 

Tugasnya juga sebenarnya tidak terlalu sulit, hanya melakukan pengamatan pada tempat-tempat cetak terdekat. 

"Ya udah, yok, kantin dulu," ajak Fany karena kelas  juga sudah usai dan satu-persatu mahasiswa mulai meninggalkan ruang kelas. 

"Duluan aja, gue mau nyamper itu, siapa tau bisa diajak ngobrol" Aku menunjuk Mitchelo yang sedang tidur telungkup di bangku paling ujung. 

Fany mengangguk dan keluar dari kelas. Suasana begitu sepi sebab semua orang sudah keluar dan hanya tersisa aku dan Mitchelo. Aku mendekati bangkunya dan mengetuk mejanya agar ia terbangun. Dua kali aku mengetuk mejanya baru ia terbangun. 

Perlahan ia mulai bangun dan melihatku dengan bingung. "Ada perlu apa?" tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur. Setelah 2 tahun kami selalu satu kelas dan baru pertama kali aku mendengar suaranya. 

"Oh itu, lo satu kelompok sama gue buat kerja laporan," ucapku dengan canggung. 

"..."

Aku memainkan jari-jari sambil menunggu ia menjawab, "Um, nggak apa-apa kalau lo keberatan, nanti gue kerjain—"

"Kapan?" potongnya cepat, "Deadline-nya kapan?" lanjutnya sambil meregangkan badan. 

"Oh, bulan depan"

"Hm, mau kerja kapan? Gue bisa hari ini, sabtu sama minggu," ucapnya dengan kesadaran penuh. Padahal aku sudah mempersiapkan kemungkinan terburuk untuk mengerjakan tugas sendirian. 

"Per minggu aja gimana? Hari ini atur jadwal dulu," saranku dan ia mengangguk setuju, syukurlah. 

Kami keluar dari ruang kelas sebab petugas kebersihan sudah mulai datang dan turun ke lantai dasar sebelum akhirnya suara Fany menginterupsi kami. 

"Diandra! Bakso bakso!"

Aku mendatangi Fany dan Hansel yang sudah duduk di salah satu meja kantin. Fany nampak agak kaget saat melihat Mitchelo ada di belakangku. "Lo mau ngapain?" tanyanya sambil sesekali melirik ke arah Mitchelo. 

"Mau bikin jadwal kerja, lo bisanya jam berapa Mitch?" 

"Hm, selesai lo makan aja," ucap Mitchelo kemudian ia duduk di bangku lain dan menarik kupluk hoodienya. Hanya duduk dan tidak memesan apa-apa padahal sudah jam makan siang, apa ia tidak lapar?

: : :

Akhirnya kami memutuskan untuk membuat rencana kerja di sebuah cafe kecil yang ada di dekat kampus. Sejak kami masuk pun Mitchelo juga enggan membeli apa-apa, karena aku tidak enak, akhirnya kubelikan saja roti lapis dan aku beli kopi. 

Aku kembali dengan membawa nampan. "Nih, buat lo, daritadi belum makan" Kusodorkan roti lapis itu ke arahnya. 

"Nggak usah, makasih," tolaknya. 

Scenario, Neo.Where stories live. Discover now