•• Games Goresan Pena #2 ••

7 1 0
                                    

Games Goresan Pena.
Tantangan Cerpen Puisi.

Nama Pena : Kata RS
Angkatan : 1
Kelas : Puisi
Judul Cerita : Teman Kecil
Karangan : Dela Amanda
Titimangsa : Ruang Sendu, 30 Juni 2021
Dibuat Tanggal : 30 Juni 2021
Juara : 2

Teman Kecil

Cerita ini bermula waktu umurku empat tahun. Aku tidak mengingat lebih detailnya. Yang kuketahui waktu itu, hanyalah bermain, dan bermain.

Suatu ketika, ada tetangga baru yang menempati rumah di samping rumahku. Tiga orang, salah satunya, seorang anak laki-laki seusiaku, Asen namanya.

Hari demi hari berlalu, aku selalu bermain bersama Asen. Entah pergi ke rumahku, ataupun ke rumahnya. Bermain bersamanya, selalu menyenangkan. Bahkan, aku menyebut bundanya dengan sebutan yang sama.

Tahun ajaran baru dimulai. Asen didaftarkan di Taman Kanak-kanak (TK) yang letaknya tak jauh dari rumah. Tetapi, belum denganku. Usiaku belum mencukupi, kata orang tuaku.

   "Kamu enggak sekolah, Nda?" tanya Asen, saat ia akan berangkat sekolah.

Aku ingin sekolah. Terlebih lagi, bersama teman-teman yang lain. Aku menangis, meminta untuk disekolahkan.

Pagi itu, aku memaksa untuk ikut sekolah juga. Dan akhirnya, orang tuaku menuruti.

Hari demi hari berlalu, aku sudah terbiasa dengan sekolahku. Hal yang paling menyenangkan adalah ketika pulang sekolah jalan kaki bersama teman-teman yang lain. Sekolahku memang tidak jauh dari rumah.

   "Cepetan jalannya, Nda. Lelet banget, kayak siput." Begitu ucap Asen kepadaku. Aku memang suka jalan yang santai, tidak terlalu buru-buru. Ah, atau aku memang tidak bisa jalan yang cepat.

   "Asen, Manda, kok, ditinggalin?" teriak Bunda, saat melihat Asen sudah lebih dulu sampai di rumahnya.

   "Lama, Bun," jawabnya dengan santai. Lalu, Bunda menghampiriku.

Hari berlalu begitu cepat. Setelah dua tahun di TK. Kami masuk ke Sekolah Dasar. Sayangnya, kami tidak bersekolah di sekolah yang sama.

Beberapa tahun terlewati, kini usiaku menginjak lima belas tahun. Aku sedang sibuk mendaftar SMA. Tidak menyangka, sih, waktu cepat sekali berlalu.

Pagi, ini. Hal yang pertama kali kudengar saat membuka mata adalah, Asen akan pindah rumah. Pindah jauh dari sini.

Aku kehilangan teman kecilku. Teman yang selalu mengejekku seperti siput, teman bercerita, teman belajar bersama, teman bermain, dan sebagainya.

Perpisahan itu sangat menyakitkan, bukan? Yah, walau kita ketahui, setiap pertemuan pasti ada perpisahan.

Ah, ya. Setiap pertemuan, pasti melahirkan maknanya sendiri.

Sebelum kepergiannya, Asen memberiku sebuah amplop yang berisi tulisan di dalamnya.

Aku kira, Asen akan menuliskan sebuah surat yang berisi kata-kata perpisahan, yang menyakitkan ketika membacanya. Namun, aku salah. Asen menuliskan sebuah puisi.

Begini isinya.

Yang Belum Tersampaikan.

Kepada anila yang menitipkan rasa
Nabastala yang menjadi saksinya
Gelak tawa yang terlukis di wajahmu,
Sungguh menjadi candu untukku

Waktu itu, beberapa tahun yang lalu
Hari di mana, pertama kali kita bertemu
Sampai kini, waktu mengambil tahtanya
Hingga membuat jarak di antara kita

Aku terlalu payah perihal mengungkapkan rasa
Rasa yang ada saat kita bersama
Dan, aku pun baru menyadarinya
Sungguh, rasa ini tumbuh begitu saja

Hei, jangan bersedih! Kita akan bertemu lagi, ya ...

Setelah membaca puisi itu, aku tertegun beberapa saat. Sungguh, aku tidak menyadari, bahwa ia memiliki rasa kepadaku. Ah, entahlah. Aku tidak tahu.

Aku tidak tahu tentang perasaanku. Apakah aku juga memiliki rasa yang sama kepadanya? Aku tidak tahu.

Dan katanya, kami akan bertemu kembali? Ah, semoga itu sungguhan.Aku pasti akan merindukannya.

Goresan PenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang