13. Monster

2 2 0
                                    

Ketika bel pergantian kelas berbunyi, siswa-siswi SMA Timur akan Berbondong-bondong untuk berpindah kelas. Fenomena itu sudah bukan lagi hal asing bagi Nesa. Namun, di sela-sela rutinitas yang biasa itu terselip peristiwa kecil yang tak biasa.

Seorang pemuda berperawakan agak kurus melempar senyum saat berpapasan dengannya. Dia adalah siswa yang beberapa waktu lalu menatapnya dengan intens di perpustakaan, tetapi Nesa abaikan. Siapa sangka jika pada hari-hari berikutnya, pemuda itu akan kembali muncul di hadapannya bahkan lebih sering.

Tidak hanya di perpustakaan, Nesa juga akan menemukan sosoknya di kantin, saat pergantian kelas, bahkan saat pulang sekolah. Anehnya, di setiap pertemuan, pemuda itu akan menatapnya lama---Nesa bisa merasakannya walau tidak melihat langsung---sampai pandangan mereka bertemu, baru setelah itu dia tersenyum dan mengalihkan perhatian ke tempat lain.

Tersenyum canggung, Nesa membalas sapaan pemuda itu. Hanya sekilas. Namun, aksi singkatnya itu rupanya diketahui oleh Rima.

"Nes, sejak kapan kamu kenal Agla?" Menggiring Nesa ke dekat tembok untuk menghindari siswa lain yang berlalu-lalang, Rima berbisik. Daripada langsung menyusul teman-teman sekelasnya, dia lebih memilih untuk tinggal barang sebentar. Bagaimanapun, dia tak pernah berpikir atau bahkan menduga jika Nesa dan Agla yang sama-sama pendiam akan saling bersinggungan. Semua itu tak pernah terbayangkan baginya. Namun, apa yang dilihatnya barusan mematahkan dugaannya.

Rima tahu Agla itu sepupu Hendra dan pernah bertemu beberapa kali bertemu di luar lingkungan sekolah. Namun, pemuda itu cenderung pendiam di kelas walau saat bersama Hendra, sifat diamnya seakan lenyap tanpa bekas.

"Em, ceritanya nanti aja, ya. Keburu gurunya masuk." Dalam sekejap, Nesa langsung masuk ke ruang kelas, meninggalkan Rima yang penasaran seorang diri.

"Rima kenapa?" Galuh menatap penasaran.

"Bu-bukan apa-apa. Ceritanya nanti aja kalau ada Rima."

"Ooh, oke."

Obrolan singkat mereka berakhir begitu saja ketika guru pengampu mapel masuk ke kelas.

***

Ketika bel pulang berbunyi, Rima langsung datang ke kelas Nesa untuk menagih janji. Alhasil, ketiga sahabat itu pun dengan sabar menunggu kelas sepi untuk melakukan sesi curhat singkat.

Nesa pun memenuhi janjinya untuk bercerita tentang Agla, pemuda aneh yang sempat memperhatikannya secara terang-terangan dan entah kenapa semakin sering dia temui belakangan. Mungkin karena kesadarannya akan pemuda itu semakin tajam dari hari ke hari.

Awalnya, Nesa tak punya minat untuk memperhatikan sekalipun pemuda itu beberapa kali menyapanya lewat senyuman saat bertemu. Nesa merasa tak perlu menanggapinya. Namun, dia dibuat terkejut saat pemuda itu datang kepadanya dan menyatakan niat untuk berteman secara langsung.

"Jadi ... dia duluan yang deketin kamu? Wow, aku ngga nyangka." Rima geleng-geleng kepala. Siapa sangka Agla yang dikenal cuek dan hanya peduli pada futsal itu bisa tertarik pada seorang perempuan?

Saking gilanya pada futsal, pemuda itu bahkan mendapat julukan "monster maniak futsal" dari teman satu ekskulnya. Julukan itu memang kurang sesuai dengan perawakan tubuhnya yang agak kurus. Namun, stamina, semangat, dan kemampuannya saat bermain futsal tidak bisa diremehkan.

Nesa mengangguk mengiyakan. Namun, Galuh justru tampak kebingungan.

"Kamu kenal Agla, Rim?"

"Kenal, dong. Kan, dia sekelas sama aku. Dia juga adik sepupunya Bang Hendra, loh."

"Maksud kamu, adik sepupunya Bang Hendra lagi deketin Nesa?" Galuh melirik Nesa yang ada di sampingnya kemudian tersenyum menggoda.

"Dia cuma bilang mau temenan, kok." Nesa menyangkal, tak ingin berpikir lebih jauh.

"Dan kamu percaya?" Rima terkekeh. "Udah jelas banget kalau dia itu lagi pedekate, Nes."

" ... "

Sejujurnya, Nesa sadar kalau Agla sedang berusaha mendekat. Namun, dia tak yakin jika hatinya siap untuk menyambut hubungan baru dengan orang lain. Meski hampir setengah tahun berlalu, Nesa masih belum tahu.

"Kalau kamu ragu, pelan-pelan aja." Seolah bisa membaca pikirannya, Rima menenangkan.

"Kalau dia beneran suka sama kamu, dia pasti mau sabar nunggu," Galuh menimpali.

"Iya. Sesabar Adam yang selalu ngalah setiap kali berantem sama kamu." Mengangkat sebelah alis, Rima menggoda.

"Hei, Bang Hendra juga kali. Dia sabar aja walau digantungin sama Rima. Padahal mereka ngga pacaran."

"Dih, itu sih karena aku ngga dibolehin pacaran dulu sama Mama. Bang Hendra juga ngerti, kok."

"Iya, deh, iya."

Mendengar pembicaraan kedua sahabatnya, Nesa tersenyum. Dia sadar bahwa apa yang dikatakan Galuh dan Rima sangat tepat. Tidak ada gunanya memaksakan sesuatu.

Sama seperti dirinya yang tidak bisa memaksa Rian untuk tetap tinggal, Agla juga tidak akan bisa memaksanya untuk jatuh cinta. Kecuali ... kalau pemuda itu memiliki kekuatan super yang mampu menggerakkan hatinya saat itu juga.

***

BeliaWhere stories live. Discover now