Vina mencuci wajahnya di wastafel. Mencoba menyamarkan jejak-jejak air mata dengan basuhan air. Setelah menutup keran, Vina memandangi pantulan dirinya di kaca wastafel.

Seorang gadis berwajah pucat, balas menatapnya sendu. Lingkaran hitam di bawah matanya semakin membuat wajah lelahnya tampak mengenaskan. Cobaan hidup bertubi-tubi menghantamnya tanpa henti.

Dimulai dari perceraian kakaknya, Dina dengan Rayhan, karena Dina diduga mandul. Hingga Dina ketahuan melakukan affairs dengan Ghifari, suami sahabat Kakaknya, Kanaya. Masalah makin pelik karena Dina mengaku hamil anak Ghifari, sehingga membuat pernikahan Kanaya dan Ghifari berantakan.

Masalah tidak berhenti di situ saja. Pada akhirnya diketahui bahwa Dina bukan mengandung anak dari Ghifari. Melainkan anak dari salah seorang mantannya saat sekolah dulu. Reuni membuat mereka terkenang akan romansa masa lalu, yang berakhir dengan cinta satu malam.

Ghifari yang merasa dijebak, murka. Apalagi akibat perbuatan Dina, Kanaya meminta cerai dan kini telah menikah dengan Haikal. Ghifari yang menganggap Dina sebagai biang masalah yang menghancurkan rumah tangganya, membalas dengan menghancurkan usaha keluarga mereka.

Delapan gerai warung bakso ayahnya telah ditutup akibat ulah Ghifari minggu lalu. Kini keluarganya hanya mengandalkan gajinya sebagai staff di perusahaan properti milik Aria ini. Namun sepertinya nasibnya juga akan berakhir lara. Karena Aria terus mengancam akan memecatnya kalau ia tidak mau menuruti semua keinginannya. Makanya sudah seminggu ini Vina merasa tidak enak makan dan juga tidak enak tidur. Ia gelisah memikirkan masa depan keluarganya.

"Lho, Vin. Lo kok masih di sini? Oh lo lagi buat teh ya? Udah ntar aja lo minumnya. Mending sekarang lo ikut gue ke ruangan meeting. Kita kedatangan boss besar."

Suci, salah seorang rekan kerjanya menarik pergelangan tangannya. Suci ini adalah rekannya yang paling baik. Suci berasal dari keluarga sederhana. Makanya Suci merasa cocok berteman dengannya.

"Boss besar?" Vina membeo.

"Bukannya boss besar kita itu Pak Aria ya?" ujar Vina bingung. Setahunya di perusahaan ini, boss besarnya adalah Aria.

"Ck. Bukan, Vin. Jabatan tertinggi emang sih dipegang Pak Aria. Tapi pemilik perusahaan ini adalah Pak Rajata Bagaskara. Kakak ipar Pak Aria. Dulu Pak Aria itu karyawan di sini. Nah Pak Aria itu akhirnya menikahi Bu Alana Bagaskara. Terus Pak Aria naik jabatan deh. Jadi boss di sini," terang Suci lagi.

"Oh, begitu ya? Gue nggak tau, Ci."

"Ya iyalah lo nggak tahu. Kapan lo baru empat bulan di sini." Suci memutar bola mata.

"Yuk ah. Cus, kita ke sana. Ntar aja lo minum tehnya. Semua staff sekarang sudah stand by tuh di ruangan meeting. Mereka bersiap-siap untuk menyambut kehadiran Pak Rajata yang baru pulang dari Amsterdam. Biasanya kalau baru pulang kandang begini, Pak Rajata suka memberi kata sambutan untuk semua staff. Kayak wejangan ala-ala motivatorlah. Ayo kita ke sana, Vin."

Suci kini menarik paksa lengan Vina. Walau bingung, Vina mengikuti juga langkah-langkah bergegas Suci. Berdua mereka melangkah lebar-lebar menuju ruangan meeting. Dan benar saja, pintu ruangan meeting telah terbuka lebar. Beberapa staff tampak berjalan bergegas masuk ke dalam ruangan.

"Tuh 'kan. Apa gue bilang. Anak-anak udah pada ngumpul. Ayo buruan. Jangan ntar duluan Pak Rajata masuk lagi. Bisa habis kita."

Seiring kalimat yang diucapkan Suci, mereka berdua pun mempercepat langkah. Sayangnya, karena terburu-buru kaki Vina terpelecok dan nyaris jatuh terjerembab. Vina bersiap menahan rasa sakit dan juga malu. Bayangkan, ia terjatuh seperti nangka busuk di hadapan boss besarnya dan juga para staff. Sakitnya mungkin bisa ia tahan. Namun malunya itu yang tidak bisa ia lupakan.

Bukan Perempuan Biasa( Sudah Terbit Ebook)Where stories live. Discover now