Sehari Bersama Sultan

Start from the beginning
                                    

"Aku tadi ketemu Om Jidi..." cerita Haruto yang sudah duduk santai di sofa.

"Di suruh pegang bisnis yang mana?" tanya Mara langsung. Perempuan itu tentu saja paham. "Pengisian bahan bakar di kota?"

"Gak lah," sewot Haruto. "Terlalu berat itu."

"Terus?"

"Studio seni punya Papah," jawab Haruto. "Satu sebenernya udah aku pegang, dibawah wali A Mbin. Tapi sekarang harus pegang tiga, tanpa kendali siapapun."

"Kayanya cuma ribet dibagian perawatan barang aja deh?" kata Mara. "Eh buat narik konsumen juga susah sih."

"Nah itu! Aku tuh maunya studio itu cuma buat koleksi pribadi. Bukan buat umum," kata Haruto menggebu-gebu. "Lagian zaman sekarang siapa sih yang mau liatain lukisan sama barang-barang abstrak yang harganya selangit."

"Yaa... kolega Papah kamu, mungkin?"

Haruto mengangguk setuju. Jika tidak diadakan pameran, biasanya hanya beberapa kolega Sang Papah yang datang untuk melihat-lihat. Dan Haruto benci itu. Ia harus menjamu teman-teman papahnya, menggunakan pakaian formal, bertingkah sopan, dan menjaga nama baik keluarga Watanabe.

"Gila, obrolan anak Sultan kayak gitu ya?" bisik Wonyoung kepada Jisung. Keduanya tidak sengaja mendengar percakapan Haruto dan Mara.

"Bayangin Rafatar ngobrol kaya gitu deh. 'Iya itu Rans entertainment rencananya mau gue kasih buat adik gue aja. Gue cuma mau pegang RA jeans.' anjaaay."

"Kamu gak cocok jadi Rafathar, Kak."

"Ya aku juga gak minat jadi anaknya Rafi Ahmad."

💃

Lagi, lagi dan lagi. Wonyoung, Jeongwoo, Jisung dan Dera kembali terkena serangan kaget mendadak saat mereka sudah tiba di sebuah pulau.

Pulau pribadi milik keluarga Haruto. Pulau dengan fasilitas snorkeling di pinggir pulau, atau diving ke perairan yang lebih dalam. Ada juga beberapa jet ski yang terparkir jika ingin berkeliling laut.

"Sekaya apa sih Haruto?" gumam Dera yang masih terperangah saat menginjakkan kaki di pulau dengan pasir putih tersebut. "Ini pulau pribadi gila."

"Ini pulau bisa buat bangun satu kampung gak ya?" saut Jeongwoo.

"Anj, ada landasan buat helikopter?" Jisung ikut mengomentari fasilitas lainnya dari pulau pribadi itu.

"Kurang ajar. Bisa-bisanya Tono ngutang gorengan ke gue, sedangkan dia punya pulau pribadi!" Wonyoung justru mengumpat. Tiba-tiba saja ingat tentang hutang sahabatnya itu.

"Sambil nunggu makan siang siap, kalian mau pada snorkeling atau main jet ski?"

"To, ini kita kaga bayar kan?" tanya Jeongwoo membuat Mara berusaha menahan tawanya.

"Kaga lah! Bebas lo pada mau main apa! Disana ada ATV juga, kalo mau pake pake aja. Minta kuncinya ke penjaga."

"Wonyoung, Dera, ayok kita ke spot foto keren..." ajak Mara. "Ada di deket bungalow."

Dera dan Wonyoung langsung mengikuti Mara yang sudah paham betul dengan pulau ini.

"Ini beneran punya Haruto atau dia nyewa, Ra?" tanya Wonyoung penasaran. Ketiganya berjalan beriringan menuju area pulau yang lebih dalam.

"Punya keluarganya Ruto. Kadang disewain sih, keluarga aku juga kalo bosen suka nyewa pulaunya. Makanya aku gak asing sama tempat ini."

"Lo kalo bosen sewa pulau? Gue kalo bosen disuruh sikat kolam renang, Ra..." saut Dera disusul gelak tawa Mara dan delikan Wonyoung.

"Pantesan anjir waktu kelulusan SMP Si Uto nawarin anak-anak kelas buat liburan di pulau pribadinya. Tapi para manusia setan itu pada gak percaya, malah curiga Si Uto bakalan ngejual mereka ke mucikari."

Tawa Dera dan Mara dengan kompak lepas begitu saja saat mendengar cerita Wonyoung. "Gak heran sih mereka curiga," komentar Dera di sela-sela tawanya.

"Selamat datang, Nona Mara dan teman-temannya..." sambut seorang wanita berseragam rapi. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya cuma mau ngajak temen-temen keliling ke belakang, Mba. Cari spot foto."

"Perlu saya panggilkan fotografer, Nona?"

"Ada?"

"Tuan Muda sudah menyiapkan semuanya."

"Tuan Muda siapa?" bisik Dera kepada Wonyoung.

"Si Uto."

"Tuan Muda? Haruto?" Wonyoung hanya mengangguk saja. Tadi saat di rumah Haruto juga dia sama kagetnya kaya Dera.

"Nyesel gue suka ngomelin anak kelas buat gak nguras shopee pay lo!" omel Jeongwoo. Sedangkan Haruto hanya tertawa aja.

"To, gue masih kesel. BISA-BISANYA LO TETEP MALAKIN DUIT KALO MAU BELI PETASAN!" Jisung yang sedang memakai pelampung langsung teringat tingkah tetangga beda kompleknya itu. "Laga lo miskin minta bayarin Mie ayam ke Kak Lucas."

Haruto semakin puas tertawa. Melihat Sahabat dan tetangganya misuh-misuh memang sudah ada di dalam list perjalanannya.

"Kelurga lo tau?"

"Harusnya sih Bunda tau, tapi kayanya dia mikir ini aset udah dijual deh."

"Permisi, Tuan muda... jet ski-nya sudah siap."

Sisa liburan seharian ini dihabiskan di pulau pribadi keluarga Watanabe. Letaknya berada di selatan kota, tapi tenang ini bukan pantai selatan. Lagipula mana mau Nyiroro kidul berbisnis sama Haruto.

💃

"Ini kayanya beda sama yang kita naikin pas berangkat ya?" tanya Wonyoung saat ia dan empat temannya sudah duduk manis di helikopter.

"Ini helikopter. Bukan kapal Jet."

"Ini punya Mara?" kali ini Dera yang bertanya. "Mara pinjemin ke kita cuma-cuma sedangkan dianya gak ikut balik?"

"Ini punya gue," jawab Haruto. "Gue gak punya Jet Pribadi, cuma punya ini."

Jeongwoo menghela nafasnya, "Gue mau beli dron aja kena ceramah mamah dua bulan..." gumam Jeongwoo. "Bisa-bisanya lo bilang helikopter mewah ini cuma!"

Tbc

A Mbin tau, bisa dipinjem pulaunya buat bulan madu🌚

[3] KIMcheees 3x✓Where stories live. Discover now