h-1

273 62 20
                                    

"Oiii... calon penganteeen"

Rara yang tengah duduk di teras samping rumahnya, menoleh dan dengan cepat senyuman lebar terkembang di bibirnya saat melihat siapa yang datang.

Siapa lagi kalau bukan Rere dan Riri.

Sama seperti saat Riri menikah, kali ini pun mereka berkumpul di rumah Rara dan akan menemani Rara di malam terakhirnya sebagai wanita lajang.

Kata Riri, malam sebelum nikah itu adalah waktu dimana kita butuh banget ditemenin. Karena mau ngelak dan sok santai sekali pun, tetap saja tegangnya gak bisa dikontrol dan lo bakal lega waktu ada orang disamping lo.

Minimal buat distraksi, biar pengantinnya gak mikir yang aneh-aneh.

"Gue gak asal ngomong ya. Ini tuh testimoni asli yang gue rasain pas kemaren mau nikah sama laki gue" kata Riri, meyakinkan.

Selain mereka berdua, ternyata Ad dan Arnesh juga ikut.

Dua laki-laki itu menyusul masuk setelah mengobrol sebentar dengan ayahnya Rara di teras depan.

"Cieee... calon manten"
"Deg-degan gak?" Goda Arnesh sambil mengacak rambut Rara, gemas.

"Itu sih gak usah ditanya" dengus Rara.

Arnesh tertawa.

"Emang tegang parah sih. Padahal awalnya gue pikir cuma prosesi doang, apa susahnya. Taunya..." Arnesh menyelesaikan kalimatnya dengan acungan dua jempol. "... mantap! Bikin lo melek semaleman"

Persis.

Rara juga begitu. Dia pikir, prosesi doang apa susahnya sih? Ternyata dia salah, susah banget buat tenang.

Percayalah. Bisa bikin overthinking kita makin menggila. Kayak ada aja ini otak bikin skenario sendiri, terus ujung-ujungnya takut sendiri.

"Namanya juga janji sama Tuhan. Jadi esensinya beda sama party-party biasanya" ucap Ad tiba-tiba, yang otomatis membuat mereka semua menatap takjub ke arah Ad.

"Ad? Are you ok?" Tanya Rere, yang langsung dibalas dengusan sebal dari Ad dan tawa geli dari Arnesh dan Riri.

Ya. Takjub aja tiba-tiba Ad bawa-bawa Tuhan. Soalnya mereka jauh dari kata religius, ke gereja aja semau-maunya, giliran mabuk disempet-sempetin.

"Oiya, tadi sebelum kesini, gue mampir ke venue. Disana udah cantik, tinggal touching dikit-dikit lagi aja. Nanti gue lihatin fotonya.

Rara mengangguk, "Thanks ya, Nesh"
"Gue gak tahu gimana jadinya kalo gak ada kalian"

Serius. Dia harus banyak-banyak bersyukur punya mereka di hidupnya. Selain menjaganya tetap waras selama persiapan ini. Mereka juga benar-benar terjun langsung membantunya.

Bahkan kartu undangannya, Rere yang mendesign secara khusus. Katanya itung-itung kado pernikahan buat mereka.

Belum lagi yang lain-lainnya, yang Rara saja lupa karena saking banyaknya kebaikan yang dia terima dari mereka.

"Gue sayang banget deh sama kalian" ucap Rara tulus.

Arnesh tersenyum, tangannya kembali mengacak rambut sepupunya dengan sayang.

Riri yang duduk di sebelah kirinya juga ikut menggenggam tangan Rara.
"We'll always love you so much, Ra"
"Habis ini, please, be happy ya, Ra"
"You two deserve that"

Rara cuma bisa mengangguk, nafasnya tercekat di tenggorokan dan matanya sudah berkaca-kaca.

Dia terharu.

Dia terharu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Revan tak bisa menyembunyikan senyumnya, saat memandangi salah satu foto prewedding-nya dengan Rara yang nantinya akan dipajang di venue pernikahan mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Revan tak bisa menyembunyikan senyumnya, saat memandangi salah satu foto prewedding-nya dengan Rara yang nantinya akan dipajang di venue pernikahan mereka.

Sebenarnya fotonya biasa saja. Diambil sekitar dua bulan lalu, di sebuah studio foto, milik kenalannya Arnesh. Tapi yang membuat Revan sangat menyukainya adalah cerita dibalik foto itu.

Foto itu diambil secara candid oleh fotografernya, waktu mereka sedang mengobrol sambil menunggu set selanjutnya siap digunakan.

Awalnya, obrolannya tentang berat badan Rara, kebetulan untuk naik ke bingkai jendela itu, Revan membantunya dengan menggendong tubuh Rara.

"Puas-puasin gendong mesra begitu, nanti kalo udah punya anak, yang ada ganti-gantian bawa gendongan" celetuk fotografernya.

Terus Revan langsung nyahut, "Gak gitu dong. Harusnya mau ada anak atau enggak, mesra-mesraan mah harus tetep jalan dong"

"Tunggu sampai anak lo lebih dari satu, Rev. Lo bakal tau gimana susahnya quality time sama pasangan" timpal salah satu tim make up, yang sedari tadi stand by juga disana.

"Gue gak asal ngomong yaa... itu testimoni gue setelah punya anak empat" tambahnya lagi sambil mengangkat empat jarinya.

"Tuh gimana? Masih mau punya anak banyak gak?" Colek Rara.

Soalnya kemarin-kemarin Revan bilang pengen punya anak banyak, biar nanti gak kayak dia yang sering kesepian gara-gara jadi anak tunggal.

"Ya masihlah..." Revan lalu menoleh, mengerling genit ke arah Rara. "Nanti kalau mau pacaran, kan anaknya tinggal dilempar ke rumah kakek neneknya aja. Pasti 100% aman" ucapnya sambil nyengir lebar.

Rara langsung memukul pundak Revan, gemas. Ya masa belum apa-apa udah niat mau nyusahin orangtua sih?

"Loh? Kenapa? Justru baguskan? Daripada nanti anaknya dapet tontonan porno"

Semua satu studio tertawa dengan jawaban Revan, sedangkan Rara cuma bisa ketawa campur malu juga.

Dan saat itu lah foto itu diambil.

Revan mungkin terdengar bercanda. Tapi sebenarnya dia benar-benar berjanji di dalam hatinya, kalau dia menginginkan Andara sebagai teman hidupnya. Kalau nanti peran mereka bertambah menjadi orangtua, maka peran itu harus mereka lakukan bersama tanpa membuat satu sama lain saling merasa terabaikan.

Bagaimana caranya?

Revan sendiri belum tahu pasti. Mungkin nanti akan ada trial error-nya juga. Tapi dia berharap akan ada waktunya mereka menemukan satu cara yang pas, yang bisa membuat pernikahan mereka tetap berada di jalur yang sama seperti di awal pernikahan mereka.

Semoga.

"road to forever"Where stories live. Discover now