start

608 73 20
                                    

"Lo beneran mau nikah?"
"Yakin lo?"

Kalau pertanyaan itu datang sekitar lima tahun yang lalu, mungkin jawaban Revan akan seperti ini, "Enggak lah"
"Ngapain nikah? Mending kawin aja"

Ya. Tipe-tipe jawaban khas Revan, yang biasanya gak mampir dulu ke otak, tapi langsung keluar seenaknya dari mulutnya.

Dan lima tahun lalu, jawaban itu terdengar wajar. Karena dia memang tak pernah secuil pun memikirkan soal pernikahan.

Tapi beda lagi kalau pertanyaannya datang sekarang. Revan pasti langsung menjawabnya sambil nyolot.
"BENERAN LAH"

Ya. Dia suka emosi kalau ada orang yang masih sangsi sama keputusannya buat menikah.

Mereka gak tahu aja, buat sampai ke tahap bagi-bagi undangan tuh prosesnya panjang banget.

Perjuangannya sampai membuat hatinya retak berkali-kali karena pacarnya suka bilang, "Sorry, Rev" setiap kali dia mengajak menikah.

"Lo sabar banget ya Rev. Kalo gue ditolak gitu, pasti langsung gue tinggalin tuh cewek"

Revan cuma bisa ketawa kalau dengar komentar seperti itu. Karena dia juga gak habis pikir, darimana dia mendapatkan stok sabar sebanyak itu?

Padahal dia sebenarnya gak semurah hati itu. Temperamennya pun gak masuk golongan yang terpuji. Orang-orang bahkan sering menyebutnya brengsek.

Tapi untuk Rara-si cantik kesayangannya, dia rela belajar jadi orang tersabar di dunia.

Bahkan si cantik sendiri sampai nanya begini, "Kenapa harus nikah sih, Rev? Apa yang lo kejar? Padahal tanpa menikah pun, kita udah dapet semuanya"

Ya. Memang.

Tapi buat Revan, menikah dengan Rara adalah salah satu caranya mencintai perempuan itu, dan juga sebagai jaminan kecil untuk hatinya yang takut kehilangan perempuan itu.

"Nikah juga bisa cerai, Rev!"

Ok. Tapi jangan lupa, nikah juga bisa langgeng. Cinta juga bisa bertahan sampai maut memisahkan raga.

Ayolah... hidup itu harus optimis kan?

Karena demi Tuhan... Revan gak bisa bayangkan kalau hidupnya tanpa Rara.

Sekarang aja, baru disuruh dipingit tujuh hari aja, rasanya gak karu-karuan.

"Gak bisa tiga hari aja ya, Mih?" Revan masih mencoba bernego, tapi langsung dipelototi maminya.

"Tujuh hari tuh udah paling sebentar" "Yang lain malah bisa dua mingguan lebih"
"Ini buat kebaikan kalian juga"
"Lagian apa susahnya sih cuma seminggu doang?"

Hah! Apa susahnya? Susah banget lah! Sudah gak bisa ketemu, eh... ditambah gak boleh nelpon, gak boleh video call, gak boleh chat juga katanya.

Ayolaaah... kenapa jaman se-modern ini masih harus ada yang begitu sih?

"Diem deh, Rev"
"Gak usah protes terus"
"Berisik!"

Revan menatap calon istrinya dengan tatapan terluka. "Ini aku protes buat kita juga. Emangnya kamu kuat gak ketemu tujuh hari sama aku? Gak takut kangen?"

"Gak. Biasa aja" jawab Rara sembari mengangkat bahunya dengan enteng.

Revan langsung sewot, "IHHH KOK GITU? TEGAAA"

Mami yang sedari tadi menyimak obrolan mereka berdua, langsung tergelak sambil geleng-geleng kepala.

"Udah! Gak ada protes-protes lagi!"
"Pokoknya mulai besok lusa, kalian dipingit sampai hari H. TITIK"

"road to forever"حيث تعيش القصص. اكتشف الآن