Day 1: Chromatic

1.4K 226 77
                                    

"Hei, Kyungsoo apa kau tahu kenapa kebanyakan gitar memiliki enam senar?"

Dengan wajah tersenyum, Chanyeol memperhatikan pria di sebelahnya yang sedang memangku gitar. Pria yang dipanggilnya dengan lembut tersebut hanya mengangkat kepalanya lalu menggeleng.

"Benar juga, kenapa aku tidak pernah terpikirkan kesana. Jika dipikir lagi nada diatonis itu punya dua belas nada. Bahkan pada piano saja tutsnya bisa berjumlah lebih dari dua belas."

Chanyeol mengambil gitar dari pangkuan Kyungsoo. Ia memetik senar gitar tersebut satu demi satu hingga jari-jarinya bisa memainkan satu oktaf nada.

"Inilah indahnya musik. Mereka itu saling melengkapi. Satu oktaf yang isinya dua belas nada dapat dimainkan hanya dengan petikan dari enam senar gitar." Chanyeol tersenyum lagi.

"Aku rasanya ingin menjadi si dua belas nada itu. Bagaimanapun ia dirangkai, dengan alat musik manapun ia dimainkan nada tersebut tetap akan menghasilkan melodi nan indah yang mengalun di telinga setiap orang." Kyungsoo tersenyum hangat.

"Kalau begitu aku akan memilih menjadi enam senar gitar." Chanyeol ikut tersenyum.

"Alasannya?"

"Karena ke enam senar gitar tersebut akan menjadikan ke dua belas nada tadi sebagai gubahan terbaiknya, menggenggam erat nada-nada tersebut dengan jari-jarinya, menolak melepaskan diri agar selamanya mereka akan terus saling melengkapi demi melantunkan melodi indah."

Kyungsoo terdiam menatap Chanyeol yang sekarang juga sedang menatapnya. Menyelami dalamnya tatapan pria yang selalu berhasil membuat hari-harinya menjadi indah tersebut tak pernah membuat Kyungsoo lelah. Sepasang manik hitam milik Chanyeol sudah menjadi candu untuknya, di sana ia menemukan kenyamanan di sana juga ia menemukan kehangatan.

"Kalau begitu mari kita seperti senar gitar dan si dua belas nada. Saling melengkapi, saling mendampingi dan saling menciptakan keindahan dengan penuh kesungguhan hati." Kyungsoo tersenyum cerah menatap pada Chanyeol.

Chanyeol meletakkan gitarnya di sebelah tubuhnya. Ia menggapai tangan Kyungsoo dan mencium punggung tangan pria yang duduk di sampingnya tersebut.

"Aku akan menjadi enam senar gitarmu Kyungsoo, dan kau akan selalu menjadi dua belas nada diatonisku. Selamanya kita akan terus bersama dan terus melengkapi satu sama lain."

Ungkapan indah pasangan yang sedang dimabuk asmara tersebut mengalun bersama malam yang berpeluk bintang. Bulan separuh di langit sana seolah menatap iri pada sepasang anak muda yang menjatuhkan hatinya satu sama lain sedemikian dalam.

Iya, begitulah yang terjadi malam itu. Percintaan dua remaja yang terlalu awal untuk menciptakan ikrar. Karena pada akhirnya, janji tak semudah itu untuk ditepati. Senar gitar tak selalu berjumlah enam dan dua belas nada tak hanya indah dimainkan oleh senar gitar. Janji untuk saling melengkapi itu lambat laun terlupa, dan berganti dengan kenangan yang membekas atau mungkin sama sekali tidak tertinggal.

Malam yang sama di tahun yang jauh berbeda. Masih dengan pelukan bintang dan tatapan bulan separuh yang terus mengikuti langkah, Kyungsoo berjalan sambil merapatkan mantel tebalnya. Ini sudah hampir pukul sebelas belas malam dan ia baru saja pulang dari kantornya. Langkah Kyungsoo sempat terhenti saat ia melewati sebuah papan iklan dengan lampu LED terang di dalamnya.

Kyungsoo bukan berhenti untuk membaca iklan produk parfum pria tersebut. Namun, ada wajah yang ia kenal di sana, wajah seorang pria yang sepuluh tahun lalu masih berada di sampingnya. Menyanyikan lagu untuknya, menghiburnya bahkan membuat sebuah janji yang terlanjur terpatri di kepala Kyungsoo.

"Selamat malam enam senar gitarku," gumam Kyungsoo dengan bibir tersenyum namun matanya berkaca-kaca.

Kyungsoo tak mau sampai dibuat menangis. Ia sudah melewati jalanan ini berkali-kali. Ia juga sudah melihat gambar ini entah berapa ratus kali. Namun, memang ada yang berbeda hari ini, meski sebentar lagi harinya akan berakhir, tetapi hari ini masih terhitung sebagai tanggal dua belas di bulan enam.

AMOROSOWhere stories live. Discover now