30. Fast Forward to Present

Start from the beginning
                                    

"Pak Taeil yang kamu bilang orangnya kaku itu?"

Jaehyun mengangguk lalu menenggak habis air  yang ada di gelas.

"Kamu masak apa hari ini? Aku lapar banget."

"Sup daging, tumis sayur, jjapchae, sama ada sisa kimbab yang aku buat pagi tadi untuk bekal Rion."

"Oke, kalau gitu aku ganti baju dulu." Jaehyun mengusap belakang kepala Chaeyoung sebelum melangkah keluar dapur.

Kira-kira lima belas menit kemudian, Jaehyun berjalan kembali ke dapur dengan masih mengenakan kemeja putih, celana kakhi, dan dasi yang menggantung longgar di lehernya.

"Rion kenapa?" tanya Jaehyun dengan raut wajah khawatir. "Nggak biasanya dia jam segini sudah di kasur dan meluk guling. Dia nggak tidur, tapi setiap aku ajak ngobrol nggak mau jawab."

Chaeyoung yang sedang menata piring dan sendok menghentikan kegiatannya.

"Dari pulang sekolah Rion di kamar terus nggak mau keluar. Malah tadi sempet nangis kejer."

"Nangis? Kenapa?"

"Kata Ms. Jisoo berantem sama temen sekelasnya. Kamu inget Junhee nggak?"

Jaehyun menggeleng dan Chaeyoung hanya bisa memutar bola matanya.

"Rion berantem sama Junhee. Junhee nggak sengaja nyoret buku gambar Rion, dan sama Rion di dorong sampai Junhee jatuh."

"Hah? Rion dorong orang lain sampai jatuh?" Jaehyun tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.

Chaeyoung mengangguk. "Kata Ms. Jisoo begitu."

Tanpa sepatahkata lagi Jaehyun kembali berjalan ke kamar Rion.

***

"Oi, pangeran kodok." Jaehyun menyingkap selimut yang menutupi tubuh Rion. "Kenapa, sih? Kok sedih banget kelihatannya hari ini."

Rion mengkerut dan menjauh dari sentuhan Jaehyun.

"Kata Mama, Rion berantem di sekolah? Emang bener?"

"..."

"Katanya Rion dorong Junhee sampai jatuh."

Rion berbalik menghadap Jaehyun. "Junhee duluan yang jahat sama Rion!"

"Jahat kenapa?" tanya Jaehyun lagi.

Kali ini bukannya menjawab, Rion malah menangis dengan sangat sedih.

Anak laki-laki empat tahun itu menyembunyikan wajahnya di bantal biru kesayangannya.

"Junhee ngapain sampai kamu sesedih ini? Bilang sama Papa."

Tangis Rion semakin kencang hingga Jaehyun yang mendengarkan ikut merasa pilu.

"Rion...," Jaehyun menyugar rambut tebal Rion yang menempel di dahi anak laki-lakinya. "Kalau Rion nggak cerita, Papa nggak bisa ngapa-ngapain. Papa nggak bisa bantu Rion."

"Junhee...," ucap Rion di sela-sela isakan tangisnya.

"Iya, Junhee kenapa?"

"Junhee bilang gambar Rion jelek, tapi Yena malah main sama Junhee. Huwaaaa... Jahat!"

"..."

"Junhee coret-coret gambar Rion." Dengan air mata dan ingus yang mengucur Rion bangkit lalu berjalan ke arah meja belajar.

Di raihnya ransel berwarna hitam dengan nama Jung Rion yang menempel di sisi luar.

Di depan Jaehyun, Rion membuka tasnya lalu mengeluarkan buku mewarnai yang tadi siang ia gunakan. Dengan cepat Rion mencari halaman dengan gambar yang dimaksud.

"Ini, Pa. Junhee bilang jerapah itu harusnya warna kuning, tapi Rion maunya warna biru." Tangan kecil Rion menunjuk gambar jerapah yang sedang tersenyum.

Jaehyun mengangguk-anggukan kepala. Kalau dipikir-pikir anak bernama Junhee ini memang sedikit menyebalkan.

Memangnya kenapa kalau Rion mau mewarnai jerapah dengan warna biru? Itu kan pilihan Rion.

Bahkan kalau Rion mau mewarnai gunung dengan warna pelangi juga nggak ada yang salah.

"Gara-gara Junhee juga pohonnya kecoret, dan jadi jelek. Padahal Rion mewarnainya capek. Rion kesel dan akhirnya Rion dorong Junhee."

"Rion dorongnya kenceng nggak?"

Dengan wajah penuh penyesalan, Rion mengangguk pelan.

"Bagus."

"Apanya yang bagus?"

Jantung Jaehyun seperti mencelos ke perut saat mendengar suara Chaeyoung.

"Apanya yang bagus, Jung Jaehyun?" mata Chaeyoung menyipit curiga.

"Maksudku, gambarnya Rion bagus. Lihat deh, jerapahnya warna biru. Bagus, kan." Jaehyun mengambil buku mewarnai Rion dan memperlihatkannya pada Chaeyoung.

"Memang bagus," ucap Chaeyoung sembari berjalan menghampiri Rion.

"Mama sudah bilang tadi kan, semua gambar Rion itu bagus. Nggak peduli jerapah warnanya biru atau rumput warna ungu. As long as Rion happy than it is beautiful."

Pemikiran Chaeyoung sama persis dengan Jaehyun.

"Tapi, yang buat Mama kecewa itu, sikap Rion yang dorong Junhee sampai jatuh. Junhee itu teman Rion, jadi Rion nggak boleh kasar."

"Junhee duluan, Ma."

"Rion cukup larang."

"Tapi Junhee nggak mau denger Rion."

"Kalau begitu langsung bilang ke Ms. Jisoo. Ms. Jisoo pasti bantu Rion."

Rion terdiam. Tangisnya sudah mereda namun wajah anak laki-lakinya itu masih terlihat murung.

"Udah, sekarang berhenti nangis. Kita makan malam dulu. Mama udah masak sup daging. Kemarin Rion minta Mama masak itu, kan."

"Gendong." Rion menguluran tangan kepada Chaeyoung.

"SiniPapa aja yang gendong." Jaehyun dengan cepat mengambil badan Rion danmenggendongnya keluar kamar.

***

Jam setengah sepuluh malam.

"Chaeyoung, aku mau minta maaf." Jaehyun berdiri di kaki ranjang sambil membawa bantal dan selimut.

"Kenapa?" Chaeyoung yang sudah bersiap-siap tidur, sampai harus kembali mendudukan tubuhnya karena bingung dengan sikap aneh Jaehyun.

"Tapi kamu janji maafin aku, ya."

"Kenapa, sih? Kamu ngelakuin kesalahan apa?"

"Malam ini aku nggak tidur sama kamu dulu. Aku sama Rion mau camping di ruang TV. Jangan marah, ya."

Chaeyoung mengambil bantal dan langsung melemparkannya ke arah Jaehyun.

"Keluar!"

Jaehyun malah tertawa. "Jangan marah. Besok aku tidur bareng kamu lagi, kok. Khusus hari ini aku milik Rion soalnya anak kita lagi sedih."

"Terserah." Chaeyoung berbaring dan langsung menyembunyikan tubuhnya di balik selimut.

Tidak lama kemudian Chaeyoung merasakan lampu kamar yang dimatikan. Lalu suara berat Jaehyun yang mengucapkan selamat malam terdengar.

"Good night."

Sepeninggalan Jaehyun, ChChaeyoungaeyong langsung menangkup pipinya yang memanas.

"Sial,".

.

To Be Continued

My Valentines ✔️Where stories live. Discover now