[Follow-follow aku gais. Maaciw.]
***
"Aku berubah pikiran."
Aku menoleh bingung, berubah pikiran apa?
Jeika duduk di sampingku tergesa, dia menatapku serius.
"Aku pengen punya anak sekarang."
WHAT?!
"Ta-tapi kesepakatan kita gak gitu," tolakku cepa...
Huh, syukurlah, setelah drama kunci yang hilang, akhirnya aku bisa masuk ke kamar hotelku. Semua ini karena sifat keteledoranku yang sudah menahun.
Siapa pun ada yang tahu cara menghentikannya?
Hari ini cukup berjalan lancar meski badanku pegal karena terus berjalan dengan high heels yang setinggi monas, ditambah aku harus berlari mengejar bus transjakarta--mumpung sudah tersedia--kalau tidak aku harus menunggu sekitar tiga puluh menit lagi dan siapa pun tahu menunggu itu tidak enak.
Aku membuka blazerku, rencananya aku tetap akan mandi, badanku sudah lengket dan rambutku juga sudah bau asap. Sepertinya berendam sejenak tidak masalah. Langsung saja aku masuk ke kamar mandi, barang bawaanku sudah tergeletak di lantai sana. Aku sudah tidak peduli mau berantakan atau tidak, yang penting mandi.
Setelah satu jam berkutat di kamar mandi untuk menghilangkan kebulukan yang menempel, aku segera menarik baju tidurku karena lampunya temaram jadi aku asal ambil saja. Mataku sudah nol watt soalnya, daya tarik dengan ranjang semakin kuat sampai aku tidak bisa menolaknya.
Begitu merebahkan diri, kegelapan langsung merenggutku ke alam mimpi.
Good bye, today.
***
Paginya, bangun-bangun aku merasakan hawa panas di telingaku. Apa jangan-jangan kupingku ditiup setan? Tapi rasanya hotel ini cukup bagus kok, tidak seperti hotel jadul yang sekali pandang saja bisa merinding.
Keanehan lainnya juga aku rasakan, tangan siapa ini yang melingkar di perutku. Plis, aku hanya menginap sendirian.
Tangan itu bergerak mengelus perutku dengan lembut, Tidak benar nih! Makin merinding jadinya, tolong.
Tanpa membuang waktu lagi aku cubit saja tangan itu untuk memastikan dia manusia atau setan.
"Aw!" jerit seseorang dibelakangku.
Aku langsung berbalik, mata kami bertemu. Aku kaget sekaget-kagetnya. Seumur hidup tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki.
Ingat laki-laki!
Jantungku mencelos, "Lo siapa?!"
Dia menatapku bingung, wajahnya masih bermuka bantal. Dahinya mengernyit kesal, mungkin karena kesakitan akibat cubitanku.
"Jeika dan lo siapa?"
Lah, kok malah ngajak kenalan sih. Padahal ini lagi genting loh, cewek cowok dalam satu kamar di hotel tanpa ikatan.
Apa kata dunia?
"Gue siapa itu gak penting sekarang. Lo jangan santuy dong, lo ngapain di kamar gue, hah?!"
"Kamar lo?" tanyanya sambil mengucek mata. Sedetik kemudian matanya langsung melebar kaget.
"Apa?!"
Kan, baru sadar dia.
"Iya ini kamar gue. Lo orang cabul ya, kok bisa sih masuk ke sini?!" jeritku ingin menangis.
"Lo yang salah kali, ini kamar gue kok," jawabnya tanpa kepanikkan sedikit pun.
Apa menurutnya ini adalah lelucon?
"Baju lo sexy banget," katanya mengedikkan dagunya.
Aku langsung menarik selimut sampai leher. Kok dia malah salah fokus sih. Bisa-bisanya aku juga tidak sadar baju apa yang ku kenakan.
"Bisa gak sih lo tuh serius?"
"Lo mau diseriusin?" godanya mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Mata kami sama-sama terpaku, seperti ada magnet yang tak membiarkan kami melepas tatapan.
Pintu terbuka kasar, aku mendengar suara ibu-ibu dan seorang bapak-bapak yang mengucapkan terima kasih ke seorang petugas, mungkin.
"Astaghfirullah, Nayara!" Aku menoleh kaget ke sumber suara.
"Mama?!"
Sial, aku benar-benar sial.
Good bye, masa lajang.
***
Note: Haii, aku bawa cerita baru niw 😅.
Ada yang minat baca gak kira-kira? Semoga bisa sampai tamat 😆.
Jangan lupa ramaikan gais. Vote dan komen ⭐.
Ini ya visualisasi Jeika dan Nayara. Tapi, menyesuaikan aja sih kalian mau visualnya siapa hihi ✌.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Mas Jeika
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.