26. Top Priority

Mulai dari awal
                                    

"Dengan bodohnya, ya, aku menyetujuinya. Dan aku menyesal." Jaehyun maju satu langkah, namun Chaeyoung dengan cepat mendorong pintu yang menjadi penghalang di antara mereka berdua.

Laki-laki itu cukup tahu diri untuk tidak memaksa mendekat. Karena kalau ia melakukan itu, mungkin Chaeyoung akan segera memanggil polisi.

"Aku pergi bukan karena ingin membuang Rion dan Yewon. Aku menghilang bukan karena ingin lepas dari tanggung jawab, tapi aku melakukan itu untuk membuat Jiho dapat menerima mereka. Tapi pilihanku salah. Jiho tidak akan pernah bisa menerima keadaanku yang sekarang sudah memiliki anak."

"Sudah selesai?"

Jaehyun kaget saat mendapati hanya dua kata itu yang keluar dari bibir Chaeyoung setelah ia bercerita panjang lebar.

"Ya, itu penjelasanku."

"Kalau begitu, bisa kamu pergi sekarang?"

"Tunggu! Chaeyoung."

"Apa lagi?" Chaeyoung mulai kehabisan kesabaran. Jaehyun sangat keras kepala dan banyak mau.

"Apa kita sudah sama-sama mengerti sekarang?" Jaehyun bertanya dengan satu alis terangkat. Laki-laki itu cukup skeptis menerima reaksi Chaeyoung yang seperti ini.

"Ya, semuanya sudah jelas sekarang," jawab Chaeyoung.

Jaehyun semakin dibuat bingung.

Hanya begini? Semudah ini?

"Kalau begitu, boleh aku bertemu dengan Rion sekarang?"

"Jaehyun, maaf," wajah Chaeyoung berubah seperti orang yang merasa terganggu.

"Karena kita sudah sama-sama mengerti, bisa aku minta kamu untuk tidak pernah mengusik hidupku dan Rion lagi?"

"Apa?" nada suara Jaehyun meninggi.

"Aku minta kamu untuk jangan pernah muncul lagi di hadapanku."

"Chaeyoung...," tangan Jaehyun berusaha untuk menggapai perempuan itu namun ditepis.

"Lupain aku dan Rion, oke. Lanjutkan hidup kamu sebagaimana kamu menginginkannya. Jangan pernah ingat-ingat kami lagi. Anggap saja kami itu hanya mimpi buruk yang hinggap di salah satu malam kamu."

"Bagaimana bisa aku ngelakuin semua itu, saat jelas-jelas aku tahu kalian itu nyata. Bagaimana aku bisa ngelupain Rion saat aku sudah tahu kalau dia itu anakku, Chaeyoung."

"Bisa, kamu pasti bisa." Chaeyoung mulai melepas cengkraman tangan Jaehyun di kusen pintu, agar ia bisa menutupnya tanpa melukai Jaehyun.

"Aku nggak bisa! Kalau pun aku mencoba aku pasti akan digerogoti oleh rasa bersalah dan hidupku nggak akan tenang."

"Itu dia!"

"Apa? Itu apa?" wajah Jaehyun terlihat kebingungan.

"Kamu mendekati aku, Rion dan Yewon karena rasa bersalah. Andai kita tidak bertemu di Moms and Babies, sore itu aku yakin kamu nggak akan pernah dengan suka rela menanyakan kabarku dan anak-anakku. Kamu akan tetap menjalani hidup kamu tanpa mempedulikan kami ... "

" ... tapi sialnya, sore itu kamu bertemu denganku. Lebih sial lagi tepat di hari itu juga aku melahirkan. Kemudian kamu melihatku bersama Yewon dan Rion yang masih berlumuran darah lalu kamu merasa kasihan. Makadari itu, kamu mulai mendekati kami."

Cengkraman tangan Chaeyoung di handle pintu mengeras. Ia ingin sekali menangis, tapi air matanya seakan kering tak tersisa.

"Selain merasa kasihan, aku juga yakin kamu merasa bersalah karena pernah tidak mengakui Rion dan Yewon sebagai anak kamu. Jadi, kamu melakukan semua hal yang bisa kamu lakukan untuk menghilangkan rasa bersalah yang ada di dalam hati kamu. Kamu melakukan semua itu untuk diri kamu sendiri, Jaehyun, bukan karena kamu sayang dengan Rion dan Yewon."

My Valentines ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang